Minggu, 17 Desember 2017

Lamakera Epicentrum Kebangkitan Islam.

Gerakan kebangkitan islam dari bumi Lamakera bukan tanpa alasan. Lamakera perkampungan nelayan muslim memiliki potensi sosial yang dapat dikembangkan secara optimistik. Potensi alam yang gersang tapi tidak memudarkan spirit anak anak Lamakera merebut masa depan dan menjadi bahagian dari perubahan.

MHR. Shikka Songge.

 

Rabu, 24 Oktober 2012

Gerakan Kebangkitan Lamakera Jilid II



REUNI IV LAMAKERA DAN MUNAS I PKLS SE INDONESIA

REKAYASA GERAKAN KEBANGKITAN DAN PENGKHIDMATAN LAMAKERA JILID II

Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam, yang telah melimpahkan rahmatnya yang tak terhingga, kepada seluruh keluarga besar Lamakera di mana saja berada, khususnya yang  turut menghadiri kegiatan Reuni IV Lamakera. Rahmat Allah yang berlimpah ruah itu telah sanggup mempertemukan kembali anak anak Lamakera dengan sanak family, handai tolan, kakan arin, opun pain, naan bineng di Lewotana, tana tumpah darah Lamakera. Begitu penting pengabdian pada tugas dan menunaikan panggilan hidup, mungkin itu yang menyebabkan terjadi pisah dalam jangka waktu yang panjang dan jarak pertemuan yang lama antara sesama warga Lamakera. Seiring dengan itu tidak terasa telah terjadi pula penumpukan dan tunggakan masalah di Lamakerapun nampaknya tak sanggup terurai dalam waktu yang singkat.

Reuni IV Lamakera kali ini diinisiatifi PKLS Jakarta, yang menghadirkan ribuan warga Lamakera se Indonesia itu, mengusung Thema: Rekosntruksi Visi, Missi, dan Gerak Pengkhidmatan Lamakera Jilid II Mewujudkan Martabat Peradaban, Yang Sejahtera, Berkeadilan dan Berdaulat. Ditopang oleh keindahan renovasi masjid dan pembangunan menara yang megah dan menjulang tinggi yang setinggi 45 m, menjadi pemikat batin tersendiri, sehingga banjir warga Lamakera dari berbagai sudut Indonesia untuk menghadiri reuni di Lamakera. Dari Sumatera Pekanbaru, Sulawesi, Jawa, NTB, Bali, dan khususnya dari daerah NTT misalnya, Kupang, Alor, Lembata, Bejawa, Ende, Maumere dll hadir di di Lamakera. Dalam tempo seketika, kurang lebih 10 hari Lamakera menjadi the one village of lights, satu kampung yang bergemerlapan cahaya, kampong yang padat penduduk, teramai dan mengundang perhatian, sanjungan dan sejuta pertanyaan dari warga tetangga kampong di sekitar kepulauan Solor. Ada apakah gerangan yang terjadi di Lewotana Lamakera ?
                                    
Pada dataran permukaan seakan tidak ada masalah yang menyelinap dari rangkaian reuni yang berlangsung. Namun dibalik rangkaian agenda reuini IV, terdapat sejumlah persoalan yang meragukan arah dan tujuan reuni kali ini. Meski pertanyaan itu tidak diekspresikan secara nyata, namun hal itu dapat dilihat dari sikap yang diperlihatkan oleh beberapa orang. Apakah dalam bentuk ketidakhadiran pada forum reuni, bahkan lebih dari itu ada sikap kekerasan yang diperlihatkan oleh orang orang tertentu. Hal ini tetap dicatat sebagai worning bagi kita semua tentang sesuatu yang mengendap untuk segerah diselesaikan. Selain itu, hal yang demikian dianggap sebagai dinamika atau warna warni reuni untuk tetap dikenang sebagai pelajaran agar tidak terulang kembali pada reuni ke lima nanti.
 
Meski demikian teman teman pimpinan dan anggota PKLS se Indonesia yang menjadi delegasi reuni empat, para panitia pelaksana memiliki komitmen yang kuat untuk mensukseskan reuni empat. Karena itu secara khusus kita perlu memberikan apresiasi yang setinggi tingginya pada sdr Mohammad Natsir Hassan dkk panitya pelaksana reuni empat yang bekerja sama bahu membahu dan sungguh sungguh menghantarkan perjalanan rangkaian agenda reuni sampai selesai. Atas kerja keras panitia semua rona dan dinamika reuni empat terlewati dengan baik. Tak lupa juga ucapan terima kasih dihaturkan pada pimpinan  7 suku, pemuka adat 7suku dan semua warga Lamakera, atas dukungan kesuksesan reuni empat di Lamakera.

Rangkaian agenda acara reuni berjalan dengan tertib lancer sesuai rancangan yang diagendakan. Acara Peresmian Majlis Taklim al-Ijtihad berbasis suku-suku, Pelatihan dasar IT (Information Tekhnology) dan Penuliasan Karya ilmiah untuk siswa SLTP dan SLTA, Latihan Dakwah dan Menejemen Pengelolaan Masjid model Islamic Center, Panggung rakyat, Dialog Peradaban, Musyawarah Nasional PKLS dan ditutup dengan pengobatan geratis semua rangkaian acara itu berjalan tanpa hambatan yang berarti. Meski ada perubahan pada pembicara dan moderator tidak merubah essensi acara yang diagendakan.

Namun demikian ada satu rangkaian acara, yaitu Pidato Peradaban Pertama oleh Dr. HM Ali Taher Perasong, yang dikaitkan dengan acara halal bi halal dan makan lamak tidak jadi berlangsung usai lebaran. Terlewati acara ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, masyarakat Lamakera menghabiskan waktu berjam jam untuk melakukan silaturahim dari rumah ke rumah antar sesama sanak family, keluarga handai tolan, opun pain kakan aring, naa bine, adalah salah satu tradisi yang mengakar pada masyarakat islam di Lamakera khususnya. Apalagi bagi mereka yang sudah lama berpisah, kesempatan ini menjadi momentum yang terpenting dan termahal yang tak mau terlewatkan. Kedua, kebiasaan pada setiap habis lebaran masyarakat islam menziarahi makam para leluhur yang cukup menyita waktu. Kedua tradisi ini masih terpelihara sampai sekarang ini, ternyata menyita watu yang sangat besar. Panitya pelaksanapun agak kerepotan mengkonsolidasi waktu. Bapak HM Ali Taher beserta istri juga sudah hadir menanti datangnya para hadirin. Nampak kecewa beberapa peserta yang sudah hadir untuk mendengar pidato peradaban yang urung terjadi itu. Toh demikian teks pidato peradaban pertama yang sejatinya disampaikan oleh HM Ali Taher Perasong sudah sempat dibagikan kepada sejumlah audiens yang sempat hadir saat itu.  

Realisasi Kegiatan
Menjelang 10 hari sebelum lebaran suasana Lamakera sudah nampak aura reuni, ada harapan yang menyelinap dalam sanubari warga semoga ada perubahan di Lamakera dengan penyelenggaraan Reuni IV. Keluarga besar Lamakera secara bertahap mulai membanjiri memasuki Lamakera baik bersifat perorangan, kelompok, keluarga dari berbagai daerah se Indonesia. Panitya local dan Panitya Pusat PKLS Jakarta jauh hari sudah melakukan langkah langkah baik melalui surat, kunjungan Ketua SC, jaringan media social, untuk mengkondisikan masyarakat serta berbagai persiapan teknis lainnya dalam rangkaian menyambut penyelenggaraan Reuni IV. Sehingga masyarakat nampak anutusias dan memberikan dukungan penyelenggaraan runi tersebut.

Reuni kali ini memang reuini istimewa, karena diselenggarakan oleh suatu angkatan yang berenergi baru. Mereka adalah anak anak sejarah, hasil rekayasa para pelaku sejarah. Dan saat ini mereka menjadi bahagian dari sejarah perubahan yang akan mengubah warna baru menuju Kebangkitan Lamakera Jilid II. Mereka lahir dari hasil pembuahan, pahatan dan anyaman, dengan derai air mata dari sebuah angkatan yang kini telah menjadi tulang belulang yang bersemayam di alam sana. Warna pahatan ini adalah potret yang menggambarkan cita cita, idealism, dari para pemahamat atau arsitektur sejarah itu sendiri. Panitia, pembicara, peserta adalah wujud dari sebuah konstruksi atau rekayasa sejarah peradaban yang dilakukan oleh para pendahulu pelaku sejarah yang memiliki jiwa, idealisme, visi dan cita cita untuk Lamakera.    

Rangkaian Reuni IV diawali dengan penyampaian resmi rangkaian agenda reuni sekaligus permohonan dukungan serta partisipasi semua komponen, orang tua, kaum muda di Lewotana dan keluarga besar Lamakera, dan mengajak kerja sama saling mendukung dan saling pengertian oleh semua anak Lewotana untuk mendorong kesuksesan penyelengaraan Reuni IV. Agenda ini secara khusus disampaikan oleh Drs. HM. Tuan TS selaku penanggungjawab internal penyelenggaraan Reuni IV Keluarga Besar Lamakera Se Indonesia. Pidato penjelasan disampaikan dalam masjid al-ijtihad setelah ibadah shalat teraweh yang didengar dan dicermati secara khidmat oleh jamaah keluarga Lamakera. Penyampaian Drs. HM Tuan TS, selaku penanggungjawab internal ini menjadi kunci penting yang dapat meredam, mengkohesikan dan menetralisir sejumlah persoalan yang timbul di Lewotana Lamakera sebelum reuni ke empat berlangsung.

            Nampak pro dan kontra Reuni IV, mengendap dibalik kasab mata, namun geliatnya termanivestasi secara nyata dalam sikap yang gampang terbaca. Pertanyaan besar yang muncul di arena: ke mana arah reuni empat ? Apakah reuni ke empat ini merupakan kontineutas dari karya Abd Syukur dan generasi seangkatnya, atau reuni empat ini sebuah produk baru tanpa kesinambungan dengan rangkaian gerakan sebelumnya. Sejumlah pertanyaan itu suatu yang lumrah, karena keterbatasan informasi dan komunikasi antara sesame warga Lamakera dalam memahami pergolakan dan pergumulan pemikiran tentang perkembangan Lamakera. Apalagi pelaksanaan reuni empat ini tertunda beberapa tahun sejak gagasannya dibicarakan di Kupang thn 2007 di rumah Bpk H. Ridwan Pedang oleh PKLS Kupang dan PKLS Jakarta.

I.          Peresmian Majlis Talim Masjid al-Ijtihad Lamakera
Alhamdulillah atas dukungan masyarakat dan kerja keras panitya pelaksana yang dikomandani oleh sdr Mohammda Natsir Hasan dkk, mereka melakukan persiapan pengkondisian pembentukan majlis taklim masjid al-ijtihad di tujuh suku. Yaitu Suku Lawerang, Suku Lewokolodo, Suku Kukunonang, Suku Emaonang, Suku Harionang, Suku kampung Lamakera dan Suku Kikoonang, serta majlis talim desa Tanah Werang. Peresmian Majlis taklim ini ditanadi oleh Penyerahan al-quran terjemah oleh Ibu Hj Sri Muriarti SPd (istri Bpk HM Ali Taher Perasong) untuk setiap suku. Forum ini juga dilanjutkan dengan pidato pengukuhan institusi majlis taklim oleh putra terbaik Lamakera, HM. Ali Thaer Perasong dan sambutan HM. Syarifin Maloko, ketua PKLS Jakarta. Acara ini mendapat dukungan yang luar biasa oleh ibu ibu baik yang berada di Lewotanah maupun yang datang dari luar.

Dengan hadirnya majlis taklim berbasis suku suku ini, ibu ibu kita akan mendapat nilai tambah baik ilmu pengetahuan agama, maupun semakin mendekatkan hubungan kekeluargaan dan kekerabatan antar sesama ibu. Dengan terinstitusinya majlis taklim yang berbasis suku suku, ibu ibu dan emma emma kita menghiasi batinya dengan ayat ayat suci al-quran/ al-hadits. Tutur kata, perangai dan tindak tanduk akan diinspirasi oleh spirit al-quran al-karim. Spirit dan nafs al-quran juga sekaligus akan menyinari rumah rumah adat. Dengan begitu rumah adat yang selama ini hanya difungsikan untuk membicarakan persoalan serimoni adat istiadat yang berkaitan kawin mawin, hubungan antar clen mendapat cahaya perubahan yang mencerahkan. Untuk selanjutnya rumah adat juga memiliki fungsi prefetik, yaitu sebagai pusat kegiatan keagamaan di suku suku. Bila corak suku berubah tidak menutup kemungkinan akan memetamorfosa perubahan yang lebih besar di Lewotanah Lamakera. Menghidupkan rumah adat untuk kegiatan keagamaan berarti menghidupkan agama pada basis masyarakatnya. Perspektif ini memiliki nilai filosofis yang menjelaskan bahwa perkembangan dakwah islam di Lamakera dibangun atas dukungan kekuatan cultural. Melalui basis cultural inilah dimaksudkan untuk memperkuat dan memperkaya khazah islam sebagai fondasi spiritual, untuk menjadikan Lamakera sebagai sejatinya Lewotanah Berperadaban Islam. Islam menjadi warna dalam kehidupan social kemasyarakatan.

II.         Latihan IT dan Penulisan Ilmiah Untuk Siswa MTS dan MA Plus
Latihan Information Techlogy dan Penulisan Karya Ilmiah, ini dikomandani oleh sdr Kiki Umar Perasong dan sdr Ridwan (sahabat Kiki dari Jakarta). Agenda pelatihan ini diikuti oleh siswa MTS dan MA Plus Lamakera, SMP negeri Menanga. Latihan IT ini untuk memahami ilmu dasar dasar operasional tentang penggunaan computer untuk menulis, menyimpan data, internet, email, facbook. Latihan ini dipadukan dengan latihan dasar penulisan karya ilmiah tingkat dasar. Alhamdulillah selama tiga hari kegiatan ini mendapat apresiasi dan respon peminat yng cukup banyak  terutama dari siswa siswi MTS, N. MA Plus Lamakera dan SMP Negeri Menanga. Para siswa terlihat antusias mengikuti materi ini, meski tempatnya di masjid, beralaskan sajadah dan tidak menggunakan bangku dan meja tulis kegiatan berjalan dengan baik. Mereka melakukan peraktek komputer, peraktek wawancara, peraktek menulis fiksi dengan baik. Meskipun demikian kita menyayangkan bahwa ternyata pelatihan dengan tenaga profesional serta piranti atau fasilitas yang cukup tersedia, masih banyak jumlah siswa yang tidak merasa penting dengan kegiatan yang penting ini. Menurut pengakuan sdr Kiki, penanggung jawab pelatihan, siswa kita memiliki modal dasar yang baik tinggal dikembangkan dengan fasilitas yang baik, akan lahir kader kader terampil di bidang IT maupun kemahiran penulisan ilmiah.

III.       Latihan Dakwa dan Menejemen Islamic Center
Rancangan acara ini dimaksudkan untuk membangun kemampuan dan kemahiran dalam bidang berdakwah dan pengelolaan masjid secara modern. Para dai memiliki kemampuan teknis berdakwa, membaca isarat zaman dan sanggup memberikian solusi terhadap setiap masalah yang timbul ditengah masyarakat. Para dai yang kelak menjadi pimpinan informal bagi masyarakat pedesaan yang tengah diterpa badai modernisasi dan globalisasi. Begitu pula halnya dengan menejemn Islamic center, agar ditengah terpaan badai modernisasi diperlukan menejemen yang efektif dalam pengelolaan masjid. Masjid bisa menjadi solusi bagi krisis nilai yang tengah menerpa kehidupan social kita.

Mengembangkan fungsi Masjid di alam modern sama fungsinya dengan sebuah universitas islam. Masjid sebagai pusat kajian pemikiran, kebudayaan dan sejarah peradaban umat manusia. Masjid juga menjadi pusat pengembangan ekonomi umat. Masjid juga memiliki lembaga kesehatan untuk melayani kebutuhan umat di bidang kesehatan. Masjid memiliki perpustakaan serta pusat data dan informasi di bidang dakwa. Disinilah fungsi strategis masjid sebagai central pengembangan peradaban umat untuk saat kekinian maupun bersifat futuristis atau masa depan. Apalagi problem di zaman moden yang dimonopoli oleh artikulasi secularism, jarak masjid rasanya semakin jauh dari persoalan masyarakat. Sementara  masyarakat secara awam hanya menggunakan masjid sebagai sarana untuk  urusan ibadah mahdo. Untuk itu diperlukan kelompok strategis semacam kelompok cendekiawan  yang secara efektif merumuskan aktivitas pengembangan dan pelayanan umat secara terencana atau secara progremer. Yang merespon berbagai kebutuhan dan persoalan actual ke ummatan dalam berbagai aspeknya. Dengan pendekatan yang demikian pada saatnya Lamakera menjadi pusat ecselen pengembangan kebudayaan dan peradaban Islam di NTT.

Untuk itu diperlukan menejemen yang tepat dalam urusan pengelolaan masjid. Masjid memerlukan suatu kepengurusan yang lengkap dan komperhensif, yang terdiri dari unsur pengelolaan dan pemeliharaan fisik masjid, unsur pengelolaan kegiatan pemakmuran masjid, dan unsur penanganan peribadatan. Dan imam masjid juga merupakan salah satu subsistem dalam kepengurusan tersebut. Semua ini menjadi satu kesatuan sistem yang bertugas untuk memakmurkan masjid dalam berbagai aspeknya. Tim ini dipilih dan diangkat serta diberhentikan oleh umat melalui musyawarah dan evalusi dalam batas waktu yang ditentukan

Pemahaman yang baik tentang menejemen pengelolaan masjid secara modern, maka pada saatnya masjid dapat menjadi ajang pergumulan untuk memberikan solusi bagi banyak hal yang dihadapi oleh umat islam. Terutama masjid alijtihad Lamakera yang dilengkapi dengan menarah tertinggi, terindah dan termegah di NTT, adalah bangunan peradaban modern yang perlu pengelolaan secara modern, dan penggunaan secara tepat guna  tepat fungsi, sehingga memberikan manfaat yang banyak bagi perubahan dan kemajuan masyarakat.

Tapi sangat disayangkan event latihan dakwah dan menejemen Islamic center yang dikomnadani oleh sdr M. Udrus Maloko, dan didikung oleh para pameteri yang terdiri dari: Bpk M. Ali Taher Perasong, M. Syarifin Maloko, M. Tuan TS, Mansur KS, Ahmad Usman, Malik Usman, hanya diikuti oleh para guru guru dari MA Plus, MTs. N, MIS, SDN, TK dan sejumlah remaja serta beberapa tokoh masyarakat dari Tanah Werang, Kerak, Lewoleba dan Waiburak. Namun sangat disayangkan betapa masyarakat yang dulu terkenal dengan sebutan lumbung guru guru agama, lumbung jou dan ata lebbe tidak menunjukan antusias untuk mengikuti acara tersebut. Terlebih lagi pemuka masyarakat Lamakera yang konon berpacu untuk menjadi pengurus khususnya pemuka agama, kurang berminat pada acara yang mulia ini.

IV.       Panggung Rakyat
Sebagaimana namanya “Panggung Rakyat” maka rangkaian acara ini disajikan dengan maksud untuk menyerap juga sekaligus memberikan solusi terhadap permasalahan yang tengah mengendap pada alam pemikiran masyarakat Lamakera. Yang mungkin masyarakat biasa tidak terbiasa mengekspresikan ungkapan pemikiran, mungkin juga karena keterbatasan forum. Panggung Rakyat atau istilah lain sejenis Ruang Public, yaitu forum terbuka yang biasa dirancang oleh pemerintah atau organisasi masyarakat sipil agar masyarakat dengan mudah mengekspresikan pemikiran keritis tentang pembangunan dan berbagai permasalahan sosial yang berkaitan dengan relasi antar sesama masyarakat maupun masyarakat dan pemerintah. Forum sejenis ini mestinya senantiasa diadakan untuk masayarakat yang memiliki tradisi dialog arah atau orientasi sebuah perubahan yang diinginkan oleh masyarakat itu sendiri.

Dalam pengertian yang sama, namun format yang berbeda, masyarakat Lamaholot dan Lamakera khususnya juga memiliki arena bagi masyarakat untuk mengekspresikan suatu persoalan yang sedang mengendap di dalam suatu lingkungan masyarakat. Dan ekspresi itu kemudian mendapat respon dari semua partisipan untuk urung rembug sehingga persoalan tersebut dapat terpecahkan sebagaiamana yang diharapkan masyarakat. Forum ini, semacan institusi kebudayaan yang dirancang dalam bentuk kesenian rakyat (oha, lili, beku, hanja, sele) sehingga para actor yang menerasikan masalahanya dengan menggunakan bahasa yang memiliki kualifikasi tersendiri (bahasa malen) atau juga disebut bahasa adat. Bahasa adat, yang tidak muda difahami oleh orang awam dalam bahasa tersebut.

Forum yang demikian ini menjadi istimewa karena tidak setiap hari diadakan, namun pada momen tertentu. Apakah pada saat pesta nikah, pesta pembuatan rumah adat, pembuatan perahu, atau membangun sekolah, membangun masjid, biasanya di sela sela acara itu dadakan tarian kolosal itu. Di forum ini hadir berbagai unsur representasi, masyarakat biasa, pemuka agama, pemuka adat, pemimpin pemerintahan, semua mengekspresikan apa yang menjadi masalah dan poin crucial di dalam masyarakat. Masyarakat menyampaikan persoalan, para pemuka masyarakat, baik adat, agama dan pemerintahan memberikan respon sehingga lahirlah solsusi solusi social yang segerah mengakhiri dileme yang dihadapi.  Arena seperti ini untuk saat ini hanya difahami sebagai forum kebudayaan semata. Secara tidak disadari forum ini merupakan institusi kebudayaan yang memiliki fungsi strategi soosial yang dapat menyumbang berbagai permecahan masalah yang dihadapi.

Pada zaman masyarakat ilmiah atau modern, lahirlah tradisi dialog, diskusi, muyawarah rapat, serasehan itu dianggap sebagai media public. Sehingga mungkin suasana dialogis itu jarang tercipta di Lamakera, karena hiruk pikuk dengan berbagai urusan, sehingga masyarakat kehilangan tradisi dialogis. Tidak jarang masyarakat kehilangan perpektif lalu panic dan kehilangan akal sehat yang berakibat terjadi kekerasan dan berbagai bentuk anarkhisme social yang mencederai hubungan social antar sesame warga Lamakera.

Ongkos social tentu sangat mahal yang harus dibayar akibat tercederainya atau bahkan destruksi sosia yang terjadi. Oleh sebab itu secara metodelogis forum ini sangat tepat untuk menyerap endapan, renungan, pemikiran masyarakat tentang Lamakera dan masa depannya. Hasil eksplorasi endapan ini akan dibawa ke ruang musyawarah PKLS untuk selanjutnya dibahas dan dapat memberikan rumusan sebagai program pembangunan lewotana Lamakera. Untuk implementasi alur dari gagasan tersebut, maka panggung rakyat ini dilaksanakan dalam tiga sesi di tiga tempat yang berbeda.

Sesi Pertama, mendiskursuskan topic yang berkaitan dengan “ Lamakera, Dulu, kini dan esok, dalam Tantangan dan Peluang”  Sesi yang dilaksanakan di dalam masjid al-ijtihad Lamakera ini langsung dipandu oleh Udrus Maloko (anggota Sc), didukung oleh para nara sumber:  H. Ridwan Pedang, HM. Shaleh DM, Mansur KS, Muhammad Magung Songge dan Tayib Gegah. Forum ini ternyata mengundang antusias peserta yang hadir karena masing peserta ingin memperesentasikan pandangan mereka berkenaan dengan tantangan dan peluang Lamakera dari waktu ke waktu.

Begitu banyak persoalan Lamakera dipaparkan selain oleh penyaji dan peserta yang hadir. Pertama, Salah satu pemikiran yang menonjol dalam sesi ini ialah perlunya penulisan sejarah Lamakera. Tanpa pemahaman sejarah yang baik, generasi mendatang kehilangan daya psyikhologis dan tidak memiliki pijakan empiris yang kuat untuk menggapai loncatan kebudayaan besar. Pemahaman Sejarah dalam suatu masyarakat yang besar menjadi modal inspirasi untuk menciptakan gulungan ombak sejarah baru di masa depan. Sejarah dan sejawan bagaikan pijar yang terus menerangi malam gelap bagi musyafir yang menempuh perjalanan jauh. Kedua, Kesulitan ekonoma dan keterbatasan infra struktur di bidang kelautan menyebabkan terjadinya angka kemiskinan terus  meningkat di Lamakera. Berhadapan dengan hal itu fihak aparat pemerintahan desa mengalami kesulitan untuk melakukan upaya penegakan hukum, agar dapat mencegah cara penangkapan ikan oleh segelintir orang Lamakera dengan menggunakan bom yang berdampak pada pencemaran ekosistem laut. Ini persoalan serius dari masa ke masa yang belum bisa teratasi dengan sempurna. Tiga, Populasi penduduk yang terus meningkat, ruang makin terbatas, penyebaran rumah rumah semakin padat, maka diperlukaan penataan tata ruang desa dengan melakukan pemekaran desa baru di Lamakera. Empat, Selain itu adanya pesta dan tali tulung yang terus bergulir di Lamakera yang sulit untuk dihindari, kegiatan ini memunculkan lilitan utang sebagai dampak langsung yang juga berpengaruh pada menurunnya kualitas hubungan social antar warga akibat hutang piutang tersebut. Tali tulung (tenali bhs Lamaholot) pasti terjadi dalam berbagai even seperti kematian, perkawinan, membangun rumah, membuat perahu, bahkan sukuran sarjanapun tetap dengan menggunakan tali tulung yang tak mungkin lagi dihindarai. Tali tulung dianggap tardisi yang melembaga dalam masyarakat Lamaholot. Bila tidak mengadakan kegiatan talitulung dianggap orang tersebut tidak memiliki visi dan persepssi social yang baik bahkan dianggap a social. Inilah catatan masalah yang perlu solusi.    

Sesi Kedua, yang mewacanakan aspek pendidikan dengan focus bahasan: Pembangunan SDM Lamakera antara harapan dan Kenyataan. Sesi  ini menampilkan 4 orang pemrasaran yaitu Drs. HM Jafar Nurdin, Drs. HM. Tuan TS, Drs. Lukamn Ebba dan Drs Nurdin Gesi yang dipandu oleh Drs. Ahmad Habib Abi Pintar. Sebelumnya sisi ini dibuka oleh Sdr Haris Hamid (Panitia Local), sesi yang dipadati oleh para orang tua pemuka adat, tokoh pendidikan ini dilaksanakan di depan rumah Bpk HM Sholeh Ibrahim Dasi (alm).  Sesi ini mendapat respon apresiasi yang optimal oleh peserta. Catatan penting dari sesi ini ialah perlunya perhatian dan peningkatan SDM Lamakera melalui peningkatan kualitas pelayanan sekolah sekolah yang saat ini ada Lamakera, baik TK, SDN, SDI, MIS, MTs.N, dan MA Plus Lamakera. Dan Menjadikan MA Plus sebagai sekolah yang berkualitas sehingga mengundang minat kedatangan sisiwa siswa yang berasal dari luar Lamakera untuk membanjiri Lamakera. Dengan begitu pada saatnya Lamakera akan menjadi mata air ilmu pengetahuan yang selalu diikunjungi oleh para pencinta ilmu dari berbagai sudut negeri khususnya negeri Pulau cendana, wilayah kepulauan Solor dan sekitarnya.

Seiring dengan perjalanan waktu, para guru penyuluh peradaban yang dimiliki Lamakera terus berkurang karena memasuki usia pensiun, bahkan secara perlahan satu demi satu mereka pergi kehariban Allah. Situasi ini secara psyikhologis seakan makin meredupkan tugas pencerahan peradaban yang disandang oleh Lewotana Lamakera. Oleh karena itu diperlukan pemikiran dan upaya terencana untuk menambah jumlah guru dari berbagai disiplin keilmuan, dengan mendorong para sarjana pendidikan untuk mengikuti seleksi calon guru dan menjadikan guru sebagai medan pengabdian. Mengingat tugus sebagai guru, adalah tugas penyuluh dan pemandu peradaban yang telah lama menjadi predikat yang disandangkan pada orang orang terdidik di Lamakera.  Perlunya kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia maupun luar negeri untuk kelanjutan pendidikan warga di berbagai level sesuai dengan spesialisasinya. Langkah ini diharapkan di masa depan Lamakera memiliki kader kader peradaban yang terdeversifikasi dalam berbagai disiplin keilmuan yang berkarakter. Sehingga orang Lamakera tidak hanya berkiprah menjadi pendidik dan dai, melainkan juga berprofesi sebagai pengacara, imerupakan tuntutan hukum kosmologis Lamakera yang tidak memiliki sumber daya alam selain ikan. Mengupayakan agar anak anak Lamakera dapat melanjutkan pendidikan setidaknya mencapai jenjang SLTA.

Terakhir, diperlukan forum komunikasi bagi para sarjana maupun kaum intelctual Lamakera, untuk saling mengasah dan mengembangkan tugas kecendekiaan di masyarakat. Kohesivitas kaum intelektual dalam mengapresiasi tugas kecendekiaan, sangat diperlukan. Potret baru wajah Lamakera harus didukung oleh peranan kaum intelektual yang sanggup merumuskan secara teksnis tugas kecendekiawanan, sehingga bobot Lamakera tidak mudah diremehkan oleh kekuatan manapun. Seiring dengan proses peralihan generasi, secara alamiah kepemimpian informal baik dibidang social budaya (suku), maupun agama imam dan khotib, akan tampil wajah wajah baru baru yang terdidik cecara akedemis. Namun persoalan yang clasik yang mengusik ialah tidak sedikit sarjana Lamakera, mengusung dada, bangga  sebagai sarjana, bertingkah sombong dan arogan dengan secuil penegtahuan, sehingga sulit berkohesi dan bersinergi dengan kekuatan yang lain sebagai dampak baginya. Selain itu  mereka juga kehilangan kepercayaan masyarakat. Disinilah letak kekegagalan tugas kecendekiaan para intelektual di Lamakera ketika kembali ke Lamakera. Untuk tugas kecendekiaan kaum intelektual di Lamakera diperlukan kohesifitas yang kuat, saling kepercayaan, mengurungi bila perlu menjauhkan ketidak saling percayaan antara sesame kaum terpelajar lamakera, saling pengertian dan kerelaan antar semua sumber energy untuk saling mendukung tanpa harus saling memperlemah atau memunculkan egoism sektoral yang tidak menguntungkan bagi pembangunan Lamakera di masa depan adalah hal yang terpenting. 

Langkah tersebut sangat mungkin terealisir, manakala semua kader potensial Lamakera mau menyadari betapa pentingnya kohesivitas sebagai modal kolektif. Yaitu kesediaan atau kerelaan bekerja sama secara sinergis, saling percaya, meruntuhkan perbedaan dan arogansi personal, mencari titik persamaan, mendekatkan jarak perbedaan pemahaman, dengan begitu ini menjadi modal yang terpenting dibandingkan modal sumber daya alam yang dimiliki daerah yang kaya.

Sebagaimana yang ditulis oleh Lawrence E Harrison, dalam buku Who Prospers: How Cultural Valeus Shape Economic and Political Sucses. Hasil sebuah study di beberapa negara yang sanggup keluar dari krisis kemiskinan dan keterbelakangan. Bahwa kunci kemajuan suatu bangsa bukan karena kekayaan Sumber Daya Alam (SDA), melainkan Sumber Daya Manusia (SDM). Juga bukan pada system politiknya, tetapi pada system nilai budaya yaitu “Etos Daya Saing dan Etos Kemandirian”, serta prilaku dan karacter positif masyarakatnya. Yaitu karacter mendukung kemajuan, karacter saling percaya, kemampuan saling kerjasama antar warga (radius of trust), kepatuhan pada hukum, pola hidup pejabat yang sederhana, penghargaan yang tinggi pada pekerjaan dan profesi.

Sesi ketiga, membahas dimensi politik dengan tema bahasan: Lamakera dalam pandangan Politik Kekinian dan Pembangunan Masa Depan Telaah Kebijakan Pembangunan Daerah.  Thema ini rupanya dirasakan sebagai problem crucial di Lamakera, sehingga sisi ini Nampak dipadati oleh audiens dari berbagai lapisan masyarakat, sampai sampai kursia yang disiapkan panitya tidak mencukupi. Para guru, masyarakat nelayan, ibu ibu papalele, PNS, para mahasiswa. Sesi ini dipandu oleh Sdr Bahder Maloko (Sekretras SC), dan Para panalis yang relative lengkap mewakili unsur permasalahan yang dihadapi. Antara lain: Pemerintahan Daerah Flotim diwakili oleh Staf  Bappeda, Sdr Gafar salah satu anggota DPRD Flotim, Drs. Habib Abi Pintar, Drs. HM. Jafar Nuruddin, M. Syarifin Maloko SH, MSi. MM. Forum ini menjadi menarik karena mendapat pemabahasan dan tanggapan yang sungguh meriah oleh audiens. Acara yang khidmat ini sebelumnya dibuka langsung oleh sdr MHR. Shikka Songge (Ketua SC) yang dilaksanakan di halaman rumah Bpk. HM. Hasan Kader Shikka Songge (almr) ini menjadi semakin menarik, karena turut dihadiri oleh Bpk Haji Ridwan Pedang (sesepuh Lamakera) dan HM. Ali Taher Perasong (tokoh nasional).

Rekomendasi yang dapat dicatat dari sesi ini, bahwa terjadinya pengabaian pembangunan fisik di Lamakera dan kawasan islam Solor Timur umumnya oleh Pemda Flotim dan NTT. Fenomena ini terjadi sejak kemerdekaan sampai saat ini, warga muslim dan Lamakera seakan menjadi warga kelas dua. Air bersih, jalan yang rusak, maupun bantuan penguatan ekonomi rakyat bidang kelautan pesisir, koperasi, daerah tertinggal relative tidak masuk di Lamakera. Listrik hanya 12 jam di malam hari. Usaha memasukan listrikpun juga merupakan karya anak anak Lamakera sendiri di perantauan. Semua perahu yang nyandar di pantai, maupun yang berlabuh di perairan Lamakera semua itu 100% merupakan hasil usaha yang mandiri masyarakat. Inilah gambaran etos kemandirian dan daya saying yang melekat pada warga Lamakera. Masyarakat Lamakera juga tidak memiliki akses informasi tentang sumber sumber keuangan.

Kondisi yang demkian ini diakibatkan oleh pandangan diskriminatif atas perbedaan agama, mayoritas dan minoritas. Bila membangun Lamakera, berarti membangun singa yang sedang tidur. Begitu takutnya pemerintahan Flotim dan NTT pada Lamakera. Selain alasan psyikhologi politik tersebut, juga diakibatkan oleh posisi politik umat islam yang lemah di parlemen local. Dimana ketidak-terwakilan Lamakera di parlemen local atau DPRD Flores Timur, NTT dan Pusat, maka kawasan berbasis Islam seperti Lamakera dan kampung kampung berbasis yang sama, niscaya kurang mendapat peratian pemerintah. Untuk itu diperlukan konsolidasi politik secara massif agar Warga Lamakera dan umat Islam umumnya mempunyai keterwakilan di Parlemen baik pusat maupun daerah, untuk ikut serta merumuskan arah kebijakan yang berorientasi pada pembangunan Lewotana.      

V.        Pawai Obor Di Malam Takbir
Sebagaimana lazimnya di malam takbir, gemuruh takbir pun terkumandang dari kampung Lamakera. Seakan terulang kembali peristiwa yang pernah terlihat di masa thn 70 - 80 an. Untuk pelaksanaan pawai obor  di malam takbir, Panitia Runi IV menyiapkan 500 batang obor lengkap dengan minyak tanah. Pada malam itu berkumpulah putra putri Lamakera untuk kirab obor dari titik keberanagkatan berpusat di halaman masjid al-ijtihad Lamakra kemudian menuju arah barat berhenti di kuburan, dan kembali kearah timur lalu berakhir di halaman depan masjid kembali.

Acara kirab obor berjalan tertib dan sukses atas koordinasi yang dibidangi oleh Sdr Abubakar Sihabuddin Songge (alumnus Pondok Pesantren Pabelan Muntilan jateng, kini tengah menyelesaikan studinya pada program S1 Fakultas Tarbiyah UIN Jakarta). Kirab obor ini diikuti oleh ratusan anak anak siswa/siswi SDN, SDI, MTs. N, MA Plus, serta ratusan pemuda pelajar dan orang tua. Hadir pula “Ismi Taqiyah Nayla Rizqa dan Ismi Naysa Zakiyya Naysa Putri” keduanya cucu dari Bpk Abdul Hamid ID (alm) dan Ibu Faizah Hamid, membaur bersama ratusan anak anak seusianya dalam barisan takbir.

Kehadiran Taqiyyah dan Naysah mengajak kita untuk mengenang kembali napak tilas karya peradaban yang ditinggalkan oleh kakenya Abdul Hamid Ibrahim Dasi, Abdurahaman Ibrahim Dasi, Abdu Syukur Ibrahim Dasi dan buyutya Bpk H. Ibrahim Tuan Dasi. Hamid Ibrahim Dasi, yang biasa disapa Bang Hamid oleh teman teman activis HMI di Yogyakarta, adalah putra Lamakera. Selain sebagai birokrat senior pada Kementrian Agama kanwil NTT dan Tim Tim (sebelum memisahkan diri, sekarang Timor Leste), beliau juga mengabdikan dirinya di dunia pendidikan dan dakwah sampai akhir hayatnya.

Bang Hamid adalah aktivis dan pimpinan mahasiswa, Ketua Umum HMI Cabang Yogyakarta yang berprestasi di zaman thn 70 an awal. Bang Hamid mencetak sejarah spektakular, menerobos trowongan gelap, merahi gelar sebagai Sarjana S1 atau Dokterandus Pertama bersama Nurdin Abubaakar Sinagula dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kesarjanaan kedua putra Lamakera ini merubah emage bahwa orang Lamakera tidak hanya sanggup menangkap ikan Pari dan ikan Paus, tapi sanggup pula menggapai gelar sarjana di perguruan tingga Islam ternama di Indonesia. Jejak gerakan Abdul Hamid sebagai aktivis HMI terukir kuat di lingkungan HMI cabang Yogyakarta dan IAIN sekarang UIN Sunan Kalijaga di kota yang sama.

Bagi anak anak Lamakera yang pernah belajar di Yogyakarta Bang Hamid adalah sosok orang tua yang mengayomi, guru yang berdidikasi, senior yang dipanuti sekaligus teman diskusi yang hangat dan menyenagkan. Setiap kali bang Hamid berlibur ke Yogyakarta, tidak lupa beliau mengundang bersilaturahim dengan kader kader HMI maupun teman teman seangkatannya di Yogyakarta. Terlebih kusus lagi silaturahimnya dengan keluarga besar Lamakera yang sedang menuntut ilmu di kota Gudeg Ngayogyakarta Hadiningrat. Bila ada undangan bang Hamid, teman teman tidak akan melewatinya, karena ini kesempatan yang terbaik bagi kawan kawan selain untuk menambah wawasan juga sekaligus perbaikan gizi. Dalam setiap pertemuan bang Hamid selalu menyajikan peta persoalan dakwa dan pendidikan Islam baik di NTT maupun di Tim Tim yang menjadi informasi dan pengetahuan bagi para mahasiawa Islam asal NTT. Selain itu bang Hamid memotivasi dan menginspirasi mahasiswa Lamakera yang sedang sekolah di Yogyakarta dengan pengelamannya selama di Lamakera masa SR (Sekolah Rakyat) maupun selama sebagai aktivis mahasiswa Islam di Yogyakarta.    

Kirab obor malam itu nampak agak istimewa karena dipandu oleh mobil komando yang dilengkapi dengan tabuan  beduk bertalu talu menambah bobot kesahduan acara kirab pada malam yang mulia itu. Dari mobil komando terkumandang kalimat taqbir dan tahmid membahana menembus dinding dinding perbukitan yang melingkari Lamakera, takbir dan tahmidpun dalam parade obor seakan menggelekar memecahkan kesunyian ruang angkasa Lamakera. Gema takbir dan tahmid yang dipimpin Bpk Mansur KS, menggemuruh merekah seantero Lamakera membangkitkan spirit warga Lamakera untuk menyambut kedatangan lebaran Ideul Fitri 1432 H, hari kemenagnan yang datang esok pagi.

Sisi lain dari pemandangan malam itu, Lamakera terasa sesak dan padat dengan hiruk pikuk aktivitas menyambut lebaran esok pagi. Suatu hal yang dikhuatirkan ialah kebutuhan air untuk ribuan warga Lamakera yang saat itu hadir disana. Alhamdulillah meski jumlah sumur yang terbatas tapi sumur sumur tersebut dapat mensuplai kebutuhan air bagi ribuan warga Lamakera yang akan menyambut hari kemanangan basok pagi. Robbana ma kholaqta hadza bathila subhanaka fakina adzabennar. Tuhan kami tidak sia sia Engkau menciptakan Lewotana Lamakera yang penuh barokah bagi kami, maha suci Engkau ya Allah, jauhkan kami dari siksaan api neraka.  

Event ini menjadi penting karena melembagakan tradisi takbir, yang merupakan salah satu pilar tegaknya siar Islam yang semakin redup perkembangannya. Tradisi kirab obor belakangan ini seakan kehilangan signifikansinya, yang ada hanya ritual tanpa makna. Seakan gemuruh takbir tidak sanggup membangkitkan semangat pergerakan anak anak Lamakera untuk menggerakan kebajikan. Padahal sejatinya takbir itu bisa membangun etos pergerakan untuk melawan dan merombak berbagai tradisi kebatilan yang mengendap dan melembaga di masyarakat. Kirab obor malam itu diikuti oleh barbagai lapisan anak anak Lamakera, memperlihatkan aurah optimisme, karena adanya kesamaan komitment, dan kesanggupan kolektif untuk meneruskan jejak langkah estaveta perjuangan yang merupakan warisan tradisi lama bagi orang orang Lamakera.
 
VI.       Hari Raya Idulfitri
Sebagaimana perayaan lebaran lebaran sebelumnya, nampaknya lebaran kali ini memang sungguh berbeda dan istimewa. Momentum lebaran kali dirangkai bersamaan dengan agenda Reuni Lamakera IV, suasana renovasi masjid dan pembangunan menara. Karenanya kedatangan keluarga besar Lamakera yang mengikuti reuni sekaligus ingin melihat eskalasi renovasi masjid dan pembangunan menara secara lebih dekat. Oleh karenanya banyak warga Lamakera merasa tertarik dan bersemangat untuk pulang dan berlebaran di kampung halaman, tanah kelahiran. Gambaran yang demikian ini mempengaruhi  situasi lebaran pada kali ini memang berbeda. Kepulangan warga Lamakera, seakan turut secara bersama sama memulai babak baru tonggak Kebangkitan dan Pengkhidmatan Lamakera jilid Dua.

Saking banyaknya warga Lamakera yang pulang, masjid yang sedang renovasi itu tidak sanggup memuat jamaah yang mengikuti shalat idul fatri. Teras dan halaman depan kiri – kananpun penuh sesak dengan luapan manusia. Saking padatnya banyak jamaah yang mengambil posisi di jalan raya atas dan bawah. Gemuruh takbirpun membahana menembus ruang angkasa dari kampung yang diapiti perbukitan ini.  Luapan suka cita, yang selama ini terendap seakan menemukan ruangnya, tangis pilu menyatu dalam suasana yang penuh hidmat itu.

Suasana Lamakera memperlihatkan warna yang lebih special pada momentum lebaran kali ini. Tidak hanya karena kemegahan dan kemewahan konstruksi masjid dalam arsitektur modern,  melainkan juga pada khutbah idulfitri yang disampaikan oleh Dr. HM Ali Taher Perasong SH. M.hum, seorang putra terbaik yang dimiliki Lamakera saat ini. Ali, selain mantan sekjen Pemuda Muhammadiyah, dan pernah menjadi salah satu direktur Rumah Sakit Islam Jakarta, sementara ini ia dipercayakan menjadi Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional, dan Staff khusus Menteri Kehutanan RI, yang membidangi Hubungan social.

Ali Taher Parasong, tidak saja pulang kampung karena rindu yang lama terpendam. Namun kepulangannya membawa jawaban atas cita cita dan impian yang pernah terbangun di masa kecilnya dan itulah mimpi semua anak Lamakera. Ia menjadi energy,  dan sumber inspirasi yang mencerahkan sekaligus sebagi simpul kebangkitan dan penyatuan semua energy yang dimiliki Lamakera saat ini. Sebuah kebangkitan yang menyatakan kepastian akan posisi Lamakera sebagai kampung yang menjadi epicentrum yang memotori pergerakan bagi semua perkampungan Islam di lingkungan Lewotana Lamaholot Watan Lema, yang sudah lama dinantikan oleh semua warga Lamakera. Kebangkitan untuk menghidupkan kembali tradisi pergumulan pemikiran, tradisi intelektual, tradisi kekerabatan, tradisi gelekat lewo, tradisi bersaing secara optimistis yang nyaris tenggelam di Lamakera. Ali membawa atmosfir social baru, yang mempertemukan dan merekatkan hubungan psyikhologis putra putri Lamakera dalam semangat saling mencintai sebagai modal social untuk terus membangun Lamakera, bahkan di kawasan NTT.

Ali Taher Parasong, salah satu inisaitor dan actor yang melanjutkan jejak peradaban Lamakera sekarang. Ia memulai kelanjutan langkah peradaban itu dengan memparakarsai kelahiran MA Plus, renovasi masjid al-ijtihad yang indah dan megah, dan pembangunan menara asmaulhusna yang termegah dan tertinggi di NTT. MA Plus, Menara, Masjid dirancang secara integritit menjadi pusat pengembangan islam yang terbaik tidak hanya bagi Lamakera, namun bagi NTT. MA Plus dengan orientasi pada program Study Islam, Bahsa Asing, dan IT adalah upaya sistematis mempersiapkan pemikir-pemikir Islam: Theolog, filosof arsitektur, futuris (ahli ahli masa depan di berbagai bidang), Sains, dan ilmu ilmu terapan lainnya. Dan pada saatnya nanti Lamakera akan kembali menjadi epicentrum atau mata air yang memancarkan kekuatan gerakan peradaban Islam di berbagai penjuru NTT bahkan Indonesia.

Wujud peradaban yang nyata itu menunjukan, betapa Ali ingin menjadikan karyanya yang bermanfaat untuk semua orang, seperti digambarkan dalam pepatah arab “khoirunnasi anfaahum linnasi” sebaik baik manusia, ialah manusia yang berguna bagi sesama manusia. Bahkan Ali sering melukiskan tindakannya seperti yang diuraikan dalam salah satu hadits, “La yu’minu abdun hatta yuhibbu liakhihi kama yuhibbu linafsihi” artinya tidaklah seorang hamba itu dikatakan beriman sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Pada tempatnya bila anak anak Lamakera ingin terus mengahrumkan nama Lamakera dengan karya karya peradaban besar. Secuil karya besar yang ada ini merupakan tindaklanjut dari karya karya sebelumnya. Ali membangun Sekolah MA Plus dan merenovasi Masjid serta membangun manarah, diatas landasan fundamental yang ditinggalkan Abd Syukur Ibrahim Dasi dan generasi seangkatannya. Abdu Syukur membangun Masjid, SMPI – PGAP Lamakera yang kiranya pantas disebut sebagai landasan infrastktur peradaban Islam. Diatas landasan inilah  inilah Dr. HM Ali Taher parasong dkk menorehkan cetak biru lukisan peradaban Islam masa depan. Abd Syukur meletakan landasan historis dan landasan social, yang saat ini menjadi infrastruktur peradaban yang sangat kokoh. Tanpa karya Abd Syukur dan generasi seangkatannya, sudah pasti generasi angkatan kita masih menerawang seribu langkah yang tidak pasti. Ali, sosok pemimpin dan ilmuan yang berkarakter, ia hadir dalam momentum waktu yang tepat untuk menjawab kegersangan, kegalauan psyikhologis, kekosongan kepemimpinan warga Lamakera setelah kurang lebih 20 thn kepergian Abd Sykur ID dkk.

Melalui karya karya agung seperti renovasi bangunan masjid al ijtihad, menara asmaulhusna setinggi 45 m, MA Plus dengan program bahasa asing, IT dan studi islamica, segeran disusul proyek pemboran air, pembangunan Pusat Pendidikan Islam Lamakera Terpadu, gerakan ini sesungguhnya untuk mendeklarasikan bahwa Lamakera tetap menjadi mainstrim gerakan pengembangan peradaban islam (Islamic center) yang utama di NTT. Apalagi Lamakera merupakan sebuah perkampungan islam yang turut andil dalam rangkaian sejarah pergerakan pengembangan Islam di kawasan NTT. 

Sholat idul fitri kali ini pun nampak sempurna dan khusu’ karena diimami oleh Drs. Ahmad Umsan M.Pd, juga putra Lamakera yang merupakan salah satu qori tingkat nasional. Jamaah shalat idul fitri tidak saja memahami konten khotbah, melainkan turut menghayati irama bacaan khotbah yang dibacakan dengan penghayatan yang dalam dan bahkan diiringi dengan tangisan, sehingga suasana peribadatan menjadi khidmat, hening dan syahdu, jamaah larut dalam sasana kesedihan dan meneteskan air mata, seakan turut merasakan denyut kebahagiaan  sebagaimana yang sedang dirasakan oleh HM. Ali Taher Parasong yang sedang berkhotbah.

I.          Serimonial Pembukaan.
Acara pembukaan pada reuni empat ini agak berbeda bahkan unik. Biasanya pembukaan dilakukan diawal dari rangkain seluruh kegiatan. Namun pada momen reuni ini, acara pembukaan diadakan di tengah rangkaian acara. Tepatnya dilakukan setelah lebaran. Jadi sudah didahului oleh kegiatan Panggung rakyat, latihan muballigh, latihan IT dan Teknis penulisan untuk siswa MA Plus dan MTs.N. Reuni kali ini juga diselimuti suasana duka meninggalnya Ibu Aminah Ternate, ibunda dari Sdr Bahder Maloko Sekretaris Panitya Reuni VI. Keluaarga besar Lamakera peserta reuni turut berkabung dalam suasana duka ini, Karena itu acara pembukaanpun ditunda sehari kemudian.

Acara pembukaan digelar di malam hari persis di depan halam atau teras masjid. Selain gema kalam Illahy yang dikumandangkan oleh duet qori dua pasangan bersaudara Ahmad Usman dan Malik Usman. Dilanjutkan dengan Prakata Panitya oleh MHR. Shikka Songge. Di tengah tengah hadirin yang memadati acara pembukaan reuni empat Putra Putri Lamakera, Ketua Panitya memaparkan beberapa pokok pemikiran tentang reuni empat dalam mengisi sambutannya. Semakin jauhnya relasi atara sekolah dan masjid, serta rumah rumah adat dan masjid. Masjid tidak lagi berfungsi untuk membentuk kesadaran spiritual para pelajar. Jarak kesenjangan antara putra putri Lamakera bagaikan kaca retak, yang tak dapat dipakai untuk mengaca diri. Inilah potret buram wajah Lamakera saat setelah kepergian Tokoh besar Abd Syukur ID dan Generasi seangkatnya. Namun demikian bagi Lamakera Abd Syukur mewariskan potensi kaum intelektual, sarjana yang berserakan dan belum terurai manfaatnya. Lamakera yang pernah besar dan mempunyai nama dalam sejarah gerakan plitik di NTT semakin redup gaungnya dan semakin tidak diperhitungkan.

Apa yang kita kerjakan sekarang adalah tindak lanjut rekayasa sejarah masa depan dari karya besar Abd syukur ID melalui Pendidikan Yayasan Tarbiyatul Islamiyah. Dari lukisan sejarah karya Abd syukur telah melahirkan tonggak tonggak perubahan, penyebar panji peradaban Islam di seluruh kawasan NTT. Tanpa gerakan kasadaran profetik yang sistematis oleh Abd Syukur, kita tidak menemukan perkembangan Islam di NTT seperti sekarang. Kesuksesan Pak Syukur dan Generasi seangkatannya adalah merupakan momentum sejarah yang monumental dan terpenting, kita sebut sebagai Generasi Penggerak dan Pengkhidmatan Lamakera Jilid I. Maka tugas berikutnya dengan modal masjid yang megah, manarah asmaulhusna pencakar langit, Pusat Pendidikan Islam Lamakera Terpadu (Lamakera al-Markaz) di dalamnya ada MA Plus adalah modal gerakan dan pengkhidmatan untuk melahirkan Pemikir Islam, Theolog Islam, Filosof Islam, Futuris Islam, serta saintis saintis Islam di semua bidang. Tugas peradaban kita, tidak berangkat dari ruang kosong, atau ruang tanpa sejarah. Sesungguhnya format gerakan Kebangkitan dan Pengkhidmatan Lamakera Jilid II berpijak pada dasar dasar karya pak Syukur yang sangat kuat.

Bisa dibayangkan bagaimana seandainya tanpa karya besar Pak Syukur ? Bagi kaum terpelajar dan rasionalis, dengan yakin dapat memastikan bahwa pada generasi kita tanpa karya Pak Syukur kita masih menerawang seribu langka untuk maju. Dan oleh karena itu kenapa hampir 20 thn Pak Syukur dan generasi seangkatannya satu demi satu pergi meninggalkan kita, kita menjadi galau, resah, tanpa pemimpin, sementara Pak Syukur mewarisi Lamakera puluhan sekolah, ratusan sarjana, tenaga pendidik, birokrat yang cukup tersedia. Inilah warisan mulia Pak Syukur dan generasi seangkatannya.

Sementara dihadapan kita tantangan globalisasi, modernisasi, secularisasi, dan juga demokratisasi dan kapitalisasi, yang dapat menyihir seluruh struktur hidup kita. Dapat dipastikan bahwa nilai nilai baru yang datang dari luar itu, bisa menjadi ancaman atau bisa juga merupakan peluang kebangkitan bagi keberadaan warga Lamakera. Warga Lamakera menerima globalisasi dengan berbagai rangkaiannya atau tetap dengan system nilai Lamaholot yang dianut oleh orang Lamakera. Tentu kita bisa berhadapan dan berseberangan dengan globalisasi beserta seluruh rangkaiaannya, atau kita akan terggilas oleh gulungan ombak besar globalisasi, karena sufat kekukuhan kita dan watak intoleransi kita terhadap nilai nilai baru itu.

Disisi yang lain potret wajah kaum terpelajar Lamakera, mengalami pergeseran focus dan locus paska kepergian Abdu Syukur dan generasi angkatannya. Lamakera kehilangan tokoh patron yang selama ini menjadi panutan pemikiran dan pergerakan perubahan di Lamakera. Wajah angkatan kaum terpelajar Lamakera baagaikan kaca retak yang tak dapat dipakai untuk mengaca diri. Kalaupun dipaksakan maka menghasilkan wajah kita sama retaknya seperti kaca tersebut. Tentu kondisi kaum terpelajar yang demikian ini tidak akan menjadi rahmat bagi Lamakera, daan Lamakera pun tidak menjadi rahmat untuk Indonesia. Bagimana mungkin Lamakera menjadi agen yang akan mengkonsolidasi jalan baru menuju kebangkitan kalau demikian gambarannya ?

Untuk itulah reuni empat ini kesempatan emas bagi kita untuk menjahit kohesivitas, memperteguh komitmen, merawat keceerdasan, mempertajam visi agar dapat menggagas rancangan agenda strategis untuk dapat melanjutkan karya besar Pak Syukur dan generasi seangkatannya, sebagai cara yang paling tepat mempertahankan sekaligus memperbesar tanggungjawab Gerakan Kebangkitan dan Pengkhidmatan Lamakera Jili II dalam menginstitusikan Peradaban Profetik di Belahan Timur Indonesia. Sekaligus jahitan kohesivitas semua angkatan kaum terpelajar Lamakera, adalah modal untuk setiap kita melamar menjadi bhagian dari masa depan.

Berikutnya sambutan selamat datang oleh Hamka KS, mewakili para sepuh pemuka ketua adat Lamakera. Bapk Hamka selaku pemuka dan tokoh masyarakat mengucapkan selamat datang untuk semua putra putri Lamakera untuk mengikti reuni empat. Reuni ini gagasan besar untuk memajukan Lewotana lamakera. Lebih lanjut ia mengajak semua pihak di Lewotana untuk turut mendukung kesuksesan acara reuni empat yang sudah dirancang oleh anak anak anak tie. Dan semua warga Lamakera harus bersatu pada mensukseskan hajatan yang mulia ini.

Sambutan berikutnya Ketua PKLS Jakarta HM. Syarifin Maloko sekaligus membuka secara resmi agenda reuni ke VI Putra Puri lamakera Se Indonesia. Dalam sambutannya Syarifin menekankan bahwa Perubahan merupakan suatu hukum kepastian yang tidak bisa ditunda tunda. Perkembangan globalisasi yang didukung ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, berbagai perkembangan di dunia luar saat ini telah masuk dan terjadi di Lamakera, jika tidak disikapi secara tepat, maka pada suatu saat Lamakera tidak hanya tertinggal tapi bisa tergilas oleh pengaruh perubahan global. Untuk itu beliau menghimbau kepada semua warga lamakera supaya taa tou untuk ago Lewotanah Lamakera untuk menghadap proses prubahan yang terus berjalan. Persoalan Lamakera yang kompleks ini hanya bisa diselesaikan oleh kita orang orang yang terdidik. Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi.  Untuk itu reuni empat ini menjadi wadah yang tepat untuk menyatukan semua orang Lamakera menjadi potensi untuk membangun Lamakera.

Melalui reuni empat semua potensi strategis duduk bersama saling membagi gagasan, membangun pemikiran, merumuskan agenda strategis untuk mencerdaskan dan percepatan pembangunan Lewotana Lamakera melalui pendidikan. Karena para ahli di berbagai dunia menyepakati bahwa pendidikan merupakan leding sector yang menggerakan peradaban besar. Ia mengutip pendapat Ibn Kholdun, bahwa dari Sembilan pondasi pembangunan peradaban manusia, pondasi pertama adalah pendidikan. Kemajuan Pendidikan yang pernah dicapai oleh Lamakera itulah yang menyebabkan Lamakera menjadi desa pendidikan yang diminati oleh anak anak umat dari berbagai perkampungan Islam di sekitar wilayah Adonara, Lembata dan Solor. Tapi prestasi yang gemilang tidak lagi dirawat dan pelihara sehingga hilang begitu saja.  

Acara Pembukaan dilanjutkan dengan pengukuhan peserta reuni yang ditandai oleh penyematan peserta reuni kepada semua delegasi reuni yang diwakili oleh pimpinan PKLS yang hadir oleh Syarifin Maloko, Ketua PKLS Jakarta.

Pengukuhan peserta reuni pada semua pimpinan delegasi PKLS memiliki makna pshyikhologis, filosofis dan politis yang penting. Bahwa reuni empat memformulasi visi dan kesdaran geraka generasi Lamakera pasca angkatan Pak Abd Syukur dalam derap langka kebersamaan. Seperti yang digambarkan Allah dalam al-Quran “Shoffan Kaannahum Bunyanun Marshus”. Bahwa semua warga PKLS memiliki tekad dan komitment yang kuat untuk mengikuti dan mensukseskan rangkaian reuni empat. Para delegasi reuni maupun semua warga PKLS memiliki tekad dan komitmen moral intelektual untuk mendiskusikan setiap persoalan yang timbul secara internal maupun eksternal yang dihadapi warga Lamakera. Serta komitmen yang kuat secara kecendekiaan untuk memberikan pertanggungjawaban empirist, yaitu merawat, mengurai dan menata sosok Lamakera dalam perspektif berikutnya.

Lamakera dalam tarikan cultur local, maupun benturan antara cultur islamisme dan modernism yang secularistis, adalah gumpalan masalah yang menghadang. Belum lagi persoalan social dan psyikhologis antara warga Lamakera sendiri yang berserakan. Secara kolektif dengan latar deversifikasi kemampuan sumber daya manusia yang terorganisir, adalah energy potensial untuk pengkhidmatan Lamakera jilid II. Sebuah jilid perubahan yang diwarnai oleh struktur Peradaban yang Bermartabat, yaitu Peradaban yang Sejahtera, Berkeadilan dan Berdaulat bagi warga Lamakera.

Pengkhidmatan Lamakera Jilid II, dirancang secara profesional oleh tenaga tenaga yang terdidik dan terlatih yang memiliki kapasitas yang teruji dan terukur serta ahli di bidang masing masing “kuntum khoiru ummah ukhrijat linnas wata’muruna bilma’ruf, watanhauna anilmunkar, watuminuna billah”. Suatu kaum yang terbaik dilahirkan untuk melakukan rekayasa perubahan bagi kemaslahatan semua, perubahan yang meneguhkan keimanan kepada Allah. Bahkan merekapun dapat fungsikan sebagai potret generasi ulil al-Bab, yang selalu risau dan gelisah dengan setiap perubahan yang gerjadi. “Inna fi kholqissamawati walard, wakhtila fillaili wannahari laayatin liulilalbab. Alladzina yadzqurunalllaha qiyaman waqoudan, wala junubihim, wayatafakkaruna fi kholiqissamawati walard, rabbana ma kholakta hadza bathila subhanaka faqina adzabennar.  

Suasana pembukaan semakin meriah dengan sejumlah hiburan dana dani yang ditampilkan oleh delegasi reuni yang hadir. Pembukaan reuni dipadati oleh keluarga Lamakera baik yang datang dari luar Lamakera maupun para orang tua yang di Lewotana sendiri. Nampak jelas halaman masjid yang menjadi pusat kegiatan reuni membeludak dibanjiri oleh para orang tua, muda mudi, siswa siswi serta semua delegasi reuni.

       Dialog Peradaban
Konstruksi Visi dan Misi, Gerakan Pengkhidmatan Lamakera Jilid II, untuk mewujudkan Martabat Peradaban Lamakera yang Sejahtera, Berkeadilan dan Berdaulat, adalah sebuah tema besar. Tema ini menunjukan betapa warga Lamakera memiliki concern yang kuat untuk mewujudkan tatanan social masyarakat yang berperadaban dan bermartabat. Yaitu suatu peradaban yang memfokuskan pada kultur kemuliaan manusia, (Culture of Humen Dignity). Agenda yang terpenting ini, akan terealisir bila diawali dengan upaya memetakan secara tepat kemampuan dan kesediaan Sumber Daya Manusia yang di miliki Lamakera saat ini.

Estimasi tentang ruang lingkup konstruksi suatu peradaban, sangat bergantung atau bertitik tolak pada rekap kekuatan SDM yang dimiliki baik pada aspek kuantitas dan kualitas yang telah tersedia. Inilah yang menjadi tolokukurnya, dengan begitu kita dapat mengkalkulasi atau mengestimasi langkah langkah dan sasaran yang dirahi. Untuk hal itu, maka event Panggung Rakyat dan Dialog Peradaban serta rangkaian agenda yang lain, menjadi arena terpenting untuk memetakan dan mengukur seberapa besar peluang yang kita miliki dalam merakit peradaban Islam NTT dari Lamakera. Untuk hal itu Dialog Peradaban dengan melibatkan potensi intelektual anak anak Lamakera, dengan berbagai keahlian dan profesi yang dimiliki, dapat dengan mudah dipetakan beberapa sesi dengan focus bahasan dan locus permasalahan sebagai berikut:

Sesi Pertama, Dialog Peradaban memfokuskan pembahasannya pada tema: Etos keilmuan dan Budaya Pendidikan Warga Lamakera Dulu, Kini dan Esok, Dalam Perspektif Pengukuhan Martabat dan Penegakan Kedaulatan. Pembahasan tema ini dengan menampilkan beberapa pembicara utama antara lain: Sdr Abdul Malik Usman, Drs, MA.g, Umar Sulaiman yang dipandu oleh sdr Umar Ibnu Alkhatab, Drs, Ms.I. Ketiganya adalah putra asli Lamakera, dan sebagai tenaga pengajar di kampus masing masing. Abdul Malik dosen UIN Yogyakarta, Umar Sulaiman dosen agama islam pada Politeknik UNDANA Kupang, dan terakhir Umar Ibnu Alkhatab juga tenaga pengajar pada Universitas Flores Ende. Selain kedua panelis tersebut, panitia juga mengundang Drs. Pahlawan Mukin, dan sdri Nur Anisa Ridwan, keduanya berhalangan hadir karena kesibukan di tempat tugas masing masing. Kedua pembicara yang tampil ini merekomendasi beberapa poin pemikiran sebagaai berikut:

Pertama, Jatuh bangunnya suatu peradaban di muka bumi tidak terlepas dari etos (sikap) ilmiah dan budaya pendidikan. Kedua, Out put dari lembaga pendidikan formal di Lamakera juga prestasi dan reputasi yang dirahi di luar Lamakera, tidak berbanding lurus dengan perubahan yang terjadi di Lamakera sendiri, terutama di bidang pendidikan. Ketiga, Diperlukan sikap optimism dan berani mengambil inisiatif memulai langkah pertama untuk mengambalikan kedaulatan Lewotana Lamakera melalui upaya membangun kembali etos keilmuan dan budaya pendidikan  warga Lamakera.

Sesi Kedua, pada kajian sesi kedua ini membahas sebuah terma sebagai berikut: Menimbang Relevansi System Nilai dan System Budaya Lamaholot, dan Pola Kepemimpinan Sosial Di Tengah Gempuran Demokratisasi, Modernisasi dan Kapitalisme Global. Sesi kedua dialog peradaban ini menampilkan pembicara antara lain: HM. Syarifin Maloko, Umar Ibnu Alkhatab, dan dipandu oleh sdr Sya’ban H. Karim. Sementara sdr Alwan Sinagula, dijadwalkan sebagai pembicara, yang bresangkutan juga berhalangan hadir karena ada kegiatan di tempat yang lain.

Pemikiran yang berkembang dalam sesi kajian ini dapat disarikan sebagai beriku:
Pertama, Kehidupan masyarakat Lamakera seakan akan terputus dengan rangkaian sejarah masa lalu. Dimana nilai nilai agama dan budaya tidak mendapat perhatian yang selayaknya. Nilai nilai kesatuan dan gotong royong mulai memudar. Pembangunan spiritual dan material belum mencapai tujuan yang diharapkan karena berjalan tersendat sendat. Seakan akan masyarakat Lamakera mengalamai kemandekan (discontinue) dan tidak dapat dipastikan arah perkembangan (unpredictable).

Sebagai masyarakat yang dibentuk oleh keanekragaman budaya, Lamakera dengan sendirinya menjadi sangat rentang dengan konflik eksplosif (memiliki daya ledak yang sangat cepat dan luas) dengan jiwa masyarakat yang sangat organis. Karenanya kita menyaksikan potret social Lamakera yang tiada pernah sepi dengan konflik kepentingan. Bahkan tiap hari kita diperlihatkan potret kekersan secara terbuka oleh masyarakat. Meski demikian kondisi ini tidak mengurangi etik kolectivisme dan kolegialisme dalam berbagai hal. Perbedaan dan kekersan tidak mengurangi atau merubah keaslian watak dan karakter gotong royong yang sejatinya menjadi potensi dan energy social warga Lamakera.  

Sesi Ketiga, pada kajian sesi ketiga mendiskursuskan sebuah topic yang berkenaan langsung dengan problematikan social ekonomi di Lewotana Lamakera. Yaitu “ Pembangaunan Ekonomi Sektor rill, yang Berbasis Sumber Daya Kelautan”. Tema ini dibahas oleh para pembicara yang membidangi kebijakan disekor kelautan dan pelaku ekonomi sector rill. Mereka itu ialah, Sdr Malik Bachtiar, sdr Ibrahim Ismail, sdr Kiki Umar perasong, sdr Syamsi Hamsid secara spontan diminta kesdiaannya di depan forum untuk menjadi pembicara. Syamsi, selain mantan kepala dinas Koperasi Kabupaten Lembata, beliau juga memiliki unit usaha kreatif yang bisa dipaparkan sebagai model yang bisa ditularkan. Sdr. Malik Bakhtiar, berdinas di Dinas Kelautan dan perikanan kabupaten Sikka Flores, sdr Ibrahim Ismail, juga berdinas di Dinas Kelauatan dan Perikanan kabupaten Lembata, sdr Kiki konsultan dan pengelola Islamic center Jakarta. Pembicara lain yang sudah dihubungi jauh sebelumnya, Ramdan Untung, ketua PKLS Kupang, juga berhalangan hadir, karena ada agenda di tempat yang lain. Kelancaran acara atas keteraampilan dan kelihaian sdr Mahben jalil, anggota KPU dan dosen ekonomi pada salah satu Perguruan Tinggi di Kabupaten Tegal yang memandu sesi ini.

Forum ini menarik, dan menyedot perhatian pengunjung karena diantara para pembicara, menyoal nasib warga Lamakera yang pada umumnya yang berprofesi sebagai nelayan. Apalagi para pembicara juga lahir dari lingkungan para nelayan. Disitu menyatu kesadaran yang sama untuk dapat membedah anatomi persoalan yang menggumpal yang seharusnya telah menjadi inti masalah yang sedang melilit kehidupan para nelayan. Yang lebih menarik lagi, sdr Malik Bakhtiar mempresentasikan makalahnya dengan menggunakan infocus sehingga para peserta yang terdiri dari orang tua berprofesi nelayan ini dapat mengikuti urainnay dengan saksama. Bahkan ada bapak dan ibu yang terkesima lalu sampai meneteskan air mata, mungkin kagum sekaligus terharus melihat kelihaian sdr Malik Bachtiar dkk dengan alat yang sangat modern ketika memparkan pemikirannya. Form ini terasa berhikmah karena para orang tua yang nelayan mereka mendapatkan informasi tentang kebijakan pengelolaan ikan dan potensi kelautan lainnya. Nampak para peserta dialog peradaban dalam sesi ini mendapat pencerahan tentang kebijakan di bidang kelautan dan perikanan serta usaha lainnya. Apalagi rangkaian pemikiran dan kebijakan itu disampaiakan oleh anak anak Lamakera sendiri yang tidak terbayangkan sebelumnya. Sekitar tahun 80 - 70 ke sana, di zaman itu hampir bahkan tidak ditemukan orang Lamakera menjadi pimpinan instansi dan pelaku kebijakan di bidang kelautan. 

Sesi Keempat, Mengembangkan Sistem Pertahanan dan Keamanan berbasis Budaya Lamaholot, Upaya Mengukuhkan Martabat Peradaban Rakyat. Sebelum negara terbentuk dan memiliki perangkat pertahanan seperti UU, lembaga pertahanan dan keamanan, masyarakat sudah mempunyai system nilai untuk menjaga keamanan dan pertahanan kehidupan mereka. Apalagi negara semacam Indonesia yang bersifat negara bangsa, tentu setiap suku bangsa mempunyai nilai budaya yang berkaitan dengan sistem pertahanan dan keamanan. Kekayaan ini rasanya belum dimanfaatkan secara efektif untuk memaratabatkan derajat manusia. Sesi ini mestinya disampaikan oleh Dandim, Kapolres Flores Timur dan sdr Ahmat Johan DM, namun ketiganya dalam waktu bersamaan ada kegiatan lain yang tidak bisa ditinggalkan. Meskipun demikian acara tetap berjalan dengan pembicara AKBP Hasan Bajo dan salah satu staf kepolisian dari Polres Flores Timur. Sesi ini nampaknya menjadi sesi yang terpenting bagi kebanayakan warga nelayan Lamakera yang menghadiri. Karena mereka sadar dengan kebiasaan mereka yang yang belum bergerser. Yaitu cara menagkap ikan dengan masih menggunakan alat alat yang tidak ramah lingkungan, dan mengancam keselamatan jiwa manusia. Mengingat hal yang demikian tentu rawan dan rentan bagi nelayan Lamakera, terhadap persoalan yang berkenaan dengan keamanan.

Terkait dengan tradisi penangkapan ikan oleh segelintir warga Lamakera yang tidak ramah lingkungan dan berdampak pada pencemaran satwa laut, forum ini merekomendasi sebuah pendekatan komperhensif dan massif. Pemerintah tidak cukup melakukan pencegahan dengan pendekatan kemanan yang bersifat normative semata. Masyarakat memerlukan solusi segera dari krisis yang dihadapi. Karena itu diperlukan pendekatan terpadu oleh semua instasni pelayanan masyarakat. Misalnya dinas social, dinas koperasi, dinas perdagangan, dinas kelautan, dinas pembangunan daerah tertinggal, dinas pertanian, dinas kehutanan, secara terpadu memobilisasi program semata mata untuk mensejahterakan rakyat Lamakera dan desa muslim yang berbabasis nelayan. Dengan begitu warga Lamakera dengan sadar akan meninggalkan tradisi penangkapan ikan yang selama ini dinilai tidak ramah lingkungan. Kesan negative selama ini yang dirasakan oleh masyarakat Lamakera, bahwa mereka didiskriminasi oleh Kebijkan Pemerintahan Larantuka yang tidak memihak dan tidak menguntungkan posisi masyarakat Lamakera yang bertradisi nelayan.

Sungguh disayangkan bila pembangunan di Flores Timur tidak berorientasi kerakyatan dan juga  tidak melibatkan partisipasi masyarakat di dalamnya. Sebagai contoh yang factual, begitu banyak bantuan dan subsidi untuk pembangunan ekonomi yang berbasis kelauatan dan pesisir tidak mengarah dan melibatkan masyarakat Lamakera dan desa desa muslim sekitarnya yang secara historis dan sosiologis berprofesi sebagai nelayan. Dengan pendekatan strategi pembangunan berbasis partisipatif maka akan memicu angka pertumbuhan. Dan sudah barang tentu Lamakera dan sejumlah desa muslim disepanjang pesisir Solor Timur bagian utara dan selatan akan menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi yang significan bagi pembangunan Flores Timur. Lantas pertanyaannya kenapa demikian diskriminatif Larantuka terhadap Lamkera, dosa apakah warga Lamakera sehingga Larantuka seakan menutup sebelah mata melihat Lamakera ? Jawabannya politis dan ideologis, kalau membangun Lamakera berarti membangun orang islam, membangun orang Lamakera yang islam sama halnya dengan membangunkan singa yang sedang tidur.     

Sesi Kelima, Tema bahasan sesi ini berkaitan dengan “Peranan Civil Society Penguatan Kedaulatan Rakyat Mewujudkan Peradaban Yang Bernartabat”. Sesi terakhir dari rangkaian dialog peradaban, cukup mendapat perhatian public karena terkait dengn rendahnya posisi tawar warga Lamakera untuk mendapatkan hak kewargaan yang seharusnya mereka dapatkan sebagai warga negara di alam kemerdekaan. Kondisi yang memilukan ini menunjukan seakan pemerintah Flores Timur melakukan pembiaran dan pengabaian terhadap hak hak sipil warga Lamakera. Terlalu banyak contoh untuk ditampilkan dalam kasus ini. Sebut saja ekonomi masyarakat Lamakera yang berbasis pesisir dan kelautan, apakah pemerintah peduli dengan kebijakan untuk percepatan ekonomi masyarakat Lamakera yang berbasis pesisir dan kelautan ? Sementara masyarakat Lamakera dari zaman ke zaman dikenal sebagai masyarakat nelayan, dan mempunyai tradisi penangkapan ikan paus dan pari dengan cara menombak yang masih tradisional.

Selain itu persoalan jalan raya, air bersih dan listrik, yang menjadi kebutuhan primier juga tidak mendapat perhatian pemda Flotim ? Rakyat dibiarkan hidup tanpa air bersih, aliran listrik yang tidak memenuhi kebutuhan, jalan yang rusak, transportasi anatar pulau yang tidak memenuhi persyaratan ideal. Sarana public yang saat ini sudah ada di Lamakera, transportasi antar pulau, aliran listrik yang sudah menyala, air yang sebentar lagi akan mengalir ke rumah penduduk adalah sepenuhnya dan sesungguhnya ini merupakan ihktiar politik putra putri Lamakera sendiri. Sucses itu bukan prestasi kebijakan pemda NTT apalagi pemda Flores Timur. Rasanya dengan kondisi ini seakan akan orang Lamakera tidak punya pemerintahan yang memberikan perhatian untuk melayani apa yang seharusnya menjadi kebutuhan warga Lamakera. Pada sisi itu, patut kita berbangga dan berbesar hati secara optimistis, bahwa warga Lamakera bisa mendiri, tetap mendiri dengan martabat kemanusiaan tanpa pemda Flotim atau pemda NTT.

Dan harus diakui bahwa warga Lamakera memilki modal social berupa etos progresif untuk mengukuhkan hidup secara mandiri. Lamakera punya sejarah tersendiri tentang dinamisasi spirit kewargaan. Dalam bidang pendidikan misalnya orang Lamakera mempunyai inisiatif sendiri mendirikan Sekolah Dasar kls III, kemudian disempurnakan menjadi kls VI, lalu diikuti membuka SMI, yang kemudian menjadi PGAP,  perjuangan mendirikan kantor camat Solor Timur yang beribukota di Menanga, dan hari ini kita mempunyai MA Plus juga merupakan inisiatif sendiri.  Inilah cara orang orang Lamakera merekayasa masa depan.

Prestasi semangat kewargaan ini, jauh di masa penjajahan telah dicontohi oleh tokoh terbaik kami, Aba haji Ibrahim Tuan Dasi. Ia rela dihukum oleh pejabat Belanda untuk berjlan kaki dari Larantuka - Ende dan kembali lagi Enda ke Larantuka. Hukuman ini sebagai konskuensi rakyat Lamakera menolak membayar pajak pada raja Larantuka, adalah bentuk lain dari pelaksanaan prinsip sivil society. Terma ini dibahas oleh Sdr. M. Taher Maloko, dan MHR. Shikka songge, dan dipandu oleh sdr Umar Sulaiman.

Jadi Civil Society adalah formulasi alternative kekuatan sipil ketika menghadapi kekuasaan negara yang represif dan semena mena. Civil Society merupakan manivestasi kesadaran objektif masyarakat ketika berhadapan kekuasaan negara yang melampau batas-batas kemanusiaan universal. Begitu juga ketika negara memonopoli suatu urusan yang mengabaikan hak rakyat, maka sekitika itu civil society menjadi formula pembenaran gerakan reaktif dan bisa menjadi perlawanan social. Untuk kasus Lamakera yang seringkali mendapat perlakuan yang tidak adil oleh pemerintah Flotim dan NTT, maka Civil Society menjadi modal yang dapat diformulasi untuk merepresentasi kepentingan rakyat sampai kebutuhan rakyat terpenuhi oleh pemerintah Flores Timur dan NTT.

II.         Musyawarah Nasional I PKLS Se Indonesia
Adapun puncak dari rangkaian Reuni IV adalah Musyawarah Nasional I PKLS Se Indonesia. Musyawarah yang pertama kali ini mengusung tema: Menggagas PKLS sebagai wadah silaturahim Warga Lamakera yang Melembaga Secara Nasional. Nampak musyawarah ini mendapat respon, apresiasi yang positif oleh peserta yang hadir. Pertemuan meski tidak alot tapi cukup hangat karena masih terdapat ganjalan psyikhologis karena kurangnya bangaunan komunikasi dan silaturahim antara sesama warga Lamakera diperantuan. Tetapi secara prinsipil Musyawarah Nasional I PKLS Se Indonesia berjalan sesuai dengan agenda. Setidaknya ada 11 delegasi PKLS se Indonesia yang menghadiri Musyawarah Nasional I PKLS. Delegasi delegasi itu terdiri dari: PKLS Jakarta, Kupang, Alor, Lembata, Larantuka, Ende, Maumere, Bajawa, Makasar dan Menanga, dan para ketua adat suku pito di Lamakera.  Para pemuka adat itu antara lain: Kasim Karonang (Suku Lawerang) Bahruddin Kader Songge (Suku Lewokolodo), Ilyas Liwu (Suku Kampung Lamakera), Suhaimin Rejab (Suku Emaonang), HM. Shale DM (Suku Kukunonang), Jati Kikon (Suku Kikononang).

Munas I PKLS se Indonesia diawali dengan pembukaan secara resmi, oleh HM Syarifin Maloko, Ketua PKLS Jakarta. Seterusnya Pleno Pertama dipimpin oleh Bahder Maloko, selaku sekretaris SC diawali dengan Pengarahan oleh MHR. Shikka Songge, Ketua Sc. Pimpinan siding Pleno pertama didampingi oleh Malik Usman, Udrus Maloko, anggota Sc. Pleno Pertama membahas tata tertib sidang, pembagian sidang sidang komisi, pemilihan pimpinan Musyawarah Nasoinal I. Secara aklamasi peserta sidang memilih beberapa anggota delegasi menjadi pimpinan sidang Antara lain: Lukman Ebba (PKLS Kupang), Syamsuddin Songge (PKLS Makasar), Mahben Jalil (PKLS Jakarta), Basyir Bukhory, (PKLS Lembata). Keempat pimpinan sidang atas kesepakatan bersama, mereka menyetujui Sdr Mahben Jailil sebagai coordinator pimpinan sidang Musyawarah Nasional I PKLS se Indonesia.

Pleno pertama melewati dinamika persidangan yang cukup seru antara Sc dan peserta khsusnya peserta dari PKLS Kupang, yang diwakili oleh Sdr Umar Bajo. Pleno pertama lebih menyoal soal proses komunikasi penyelenggeraan Reuni IV tidak diikuti dengan proses sosialisasi yang mereta. Para pemateri yang kurang terwakili oleh masing masing wilayah, kenapa Reuni IV hanya menjadi insiatif Jakarta. Pertanayaan peserta clear setelah adanya clarifikasi, yang disampaikan oleh MHR Shikka Songge (Ketua Panitia/koord Sc) dan HM. Syarifin Maloko (Ketua PKLS Jakarta), serta tanggapan para orang Pak M. Jafar Nuruddin, HM Shale DM selaku orang tua. Musyawarah berjalan dalam suasana yang dilandasi etik Lamaholot yang cinta lewotanah, etik intelektualisme yang menghargai relativisme kebenaran, dan diikat oleh kemotmen persaudaraan sebagai anak anak Lewotana.     

Selanjutnya Musyawarah Nasional I PKLS berlanjut dengan pleno II. Pada pleno II ini pembagian  sidang sidang komisi: Komisi A membahas soal program kerja. Komisi B tentang rekomendasi: Komisi C tentang kelembagaan PKLS se Indonesia. Malam hari digelar siding komisi di sekitar masjid alijtihad Lamakera. Paginya sampai siang dilanjutkan Pleno pengesehan hasil hasil sidang komisi. Pada pleno ini diputuskan sejumlah program strategis untuk pembangunan Lamakera ke depan.

Yang agak alot pembahasannya pada peleno ini berkenaan dengan struktur kepemimpinan PKLS 5 thn mendatang. Komisi C menawarkan struktur tertinggi adalah kongres, atau musyawarah nasional, yang diadakan setiap 5 thn sekali. Kepanityaan pada kongres mendatang diserahkan pada PKLS Kupang. Semua PKLS tunduk pada keputusan Munas I dan semua PKLS terikat dan bertanggung jawab untuk melaksanakan program-program atau garis kebiajakan organisasi yang diputuskan pada munas I di Lamakera.  Inilah nilai srategis pada putusan ini. Keputusan munas bersifat mengikat hubungan institusuional antar kelembagaan PKLS se Indonesia. Di mana pada lima tahun mendatang semua kelembagaan PKLS se Indonesia, mempertanggungjawabkan program program yang dilaksanakan pada forum munas sebagai institusi pengambilan keputusan tertinggi.

Bangunan struktur organisasi PKLS 5 thn mendatang itu, dibangun atas asumsi teoritis yang ditawarkan oleh Spencer, bahwa kecenderungan masyarakat maju dipimpin oleh suatu ide yang diterima kebenarannya secara bersama. Di dalam masyarakat modern ilmu pengetahuan dan teori merupakan perangkat media yang dapat mempertemukan cara apandang manusia. Dan kebenaran suatu ide yang diyakini itu akan memimpin masyarakat dalam mewujudkan suatu bentuk perubahan yang diharapkan. Peserta Munas I mengadopsi terori ini selain alasan ideal, adalah mempermudah setaipa PKLS secara kreatif dan kompetitif melakukan aktivitas yang dipandang bermanfaat bagi penguatan institusi masyarakat dan percepatan perubahan bagi masyarakat di Lewotanah.

Sebaliknya dikhuatirkan, bila kita menganut logika structural konvensional yang selama ini dianut oleh organisasi masyarakat penghuni dunia, akan lamban merespon setiap sesuatu yang terjadi di Lewotana, karena harus dimusawarakan terlebihdahulu secara organisatoris ditingkat pusat. Tetapi teori ini juga sekalgus mempunyai kelemahan karena tidak ada control yang mengawasi kontineutas, relevansi serta kualitas program yang dihasilkan. Karena itu tetap diperlukan komunikasi non verbal antar pengurus PKLS di berbagai daerah untuk menjaga keselarasan dan konten suatu program yang akan dikhidmatkan untuk kemajuan Lewotanah Lamakera dalam agenda Kebangkitan Pengkhidmatan Lamakera Jilid II.

Alhamdulillah seraya memuji kebesaran Allah SWT yang maha kuasa, mempertemukan anak anak Lamakera yang beragam peta pemikiran dapat dipertemukan dalam satu kanfas yang menunjukan adanya pemahaman dan pemikiran yang relative dapat menerima argumentasi apapun yang terkait dengan proses percepatan pembangunan Lewotana Lamakera. Meski pada awalnya tawaran Komisi C mendapat penolakan oleh Sdr M. Natsir Hassan dan sdr Kiki Umar Perasong, karena dianggap kurang relevan dengan realitas sosiologis Lamakera, maupun konsep organisasi yang difahami oleh orang Indonesia pada umumnya. Tetapi melalui argumentasi MHR Shikka Songge (Koord SC), bahwa format ini Nampak ideal, tetapi bila diresapi maka terlalu pragmatis karena setiap eksekusi kegiatan ke Lamakera olah setiap PKLS tidak harus menunggu musyawarah yang makan waktu dan biaya yang mahal, bila dilihat dari sudut geografis dan kemampuan pada masing masing PKLS.

Selain itu juga menjadi problem psyikhologis putra putri Lamakera, setelah meninggalnya Pak Abdu Syukur, keluarga Lamakera seakan kehilangan figure tokoh. Tapi Pak Sukur meninggalkan warisan infrastruktur peradaban yang luar biasa besar dan mulia yaitu Sumber Daya Manusia yang tersedia. SDM ini membutuhkan pendekatan menejemen SDM yang tepat. Bahwa orang pintar dan orang cerdas hanya dikonsolidasi dengan pemikiran yang benar maka semuanya akan menyatu menjadi energy dalam gerakan perubahan. Maka generasi ini hanya dapat bersetubuh dengan pemikiran besar dan benar, akan dapat yang dapat melahirkan anak anak perubahan yang sanggup merahi bahkan menciptakan perubahan dalam skla apapun. Dan Lamakera pada generasi yang menganut pemikiran ini, akan sanggup menembus batas batas yang tak sanggup dilewati oleh generasi sebelumnya.

Pembicaraan pertama tentang reuni IV, sudah dimulai di kupang thn 2007 bertempat di rumah Bpk H. Ridwan Pedang. Forum ini dihadiri oleh unsure pimpinan PKLS Kupang, beberapa orang tua turut hadir. PKLS Jakarta dihadri oleh langsung oleh HM Syarifin Maloko (Ketua PKLS Jakarta). Rapat ini pun menyepakati beberapa poin penting: 1. Menyetujui pelaksanaan reuni empat dengan pembagian tugas, Jakarta sebagai SC, sedangkan Kupang sebagai OC. 2. Tugas Kupang mengkonsulidasi kawasan timur, sedangkan Jakarta mengkoordinasi kawan barat. Panitia SC pun terbentuk setelah sekembalinya HM Syarifin Maloko di Jakarta. SC Reuni IV dipercayakan kepada Sdr HMR Shikka Songge dan sdr Bahder Maloko masing masing sebagai ketua dan Sekretaris. Panitiapun mulai berkerja mempersiapkan proposal, dengan melakukan beberapa kali pertemuan untuk menggodok tema-tema reuni. Dalam sosailisasi Reuni panitya melakukan dengan surat, komunikasi non verbal, juga melakukan kunjungan resmi pada PKLS Kupang, Lembata, Larantuka misalnya. Secara khusus, MHR Shikka Songge selaku Koord SC sejak awal telah melakukan silaturahim, koordinasi dan konsolidasi dengan Kupang, berkali kali dengan Kanda Ramdan Usman (Ketua PJKLS kupang). Dan dalam pertemuan itu sdr Umar Bajo juga turut menfasilitasi.     

III.       Bakti Sosial
Acara bakti social dilakukan dalam bentuk Pengobatan geratis. Alhamdulillah tidak sedikit warga Lamakera yang datang berobat di sini. PKLS mendapat bantuan obat dari RS Islam Jakarta. Bapak, Ibu dan anak anak yang dating minta obat sebelumnya di regestrasi, kemudian tensi darah. Kemudian didengar keluhan atau penyakitnya. Yang teristimewalagi acara ini disukseskan oleh tim kesehatan yang semuanya anak Lamakera, sebahagian yang sedang mengabdi, sebahagian yang tengah menyesaikan sekolah perawatan dan kesehatan. Ini hal yang baru dan membanggakan secara optimistis bahwa kita bisa berbuat lebih besar dengan kemampuan yang  terorganisir. Sementara di thn 1970 Lamakera baru punya satu bidan yaitu Maryam Luma ID (alm). Kepergian Maryam di thn 1980 an, kini tumbuh maryam maryam baru yang berbakat dan berintegritas yang siap berkhidmat untuk pembangunan peradaban umat. Di tn 2011 wajah Lamakera memang nampak berubah karena warga Lamakera sudah memiliki tenaga bidan dan perawat kesehatan yang cukup tersedia. Ibu hamil yang melahirkanpun tidak terlalu cemas dengan kondisi yang semakin baik ini.

IV.       Penutupan Rangkaian Reuni IV.
Sebagaimana lazimnya acara serimonial penutupan, acara ini diawali dengan gema kalam illah, dilanjutkan prakata panitya oleh MHR Shikka Songge Ketua SC. Diikuti dengan pembacaan Hasil Hasil Keputusan Reuni IV oleh Bahder Maloko, sekretaris SC. Sambutan berikutnya disampaikan oleh Tayib Gegah, mewakili pemerintahan desa. Selanjutnya sambutan sekaligus Pidato Peradaban II oleh HM Syarifin Maloko Ketua PKLS Jakarta, dan diikuti dengan penyerahan hasil hasil Reuni IV kepada PKLS Kupang sebagai penyelenggara Reuni V mendatang, diwakili oleh Lukman Ebba, Ketua Delegasi PKLS Kupang. Acarapun dilanjuti kesenian tarian oha lilin yang dinanti nati.

V.        Analisis Pemateri dan Peserta Reuni IV.
 Romantika dan dinamika Reuni IV memperlihatkan corak kegiatan dengan spectrum latar belakang yang cukup kompleks. Karena itupula format acara, rangkaian materi dan pembicarapun dirancang sebegitu rupa untuk menjawab problematika tersebut. Terma terma yang tersaji dibangun atas sejumlah asumsi dan telahaan mendasar terhadap gumpalan masalah yang muncul di tengah tengah masyarakat Lamakera dan  akan kita hadapi ke depan.

Persalan cultural yang decadent, benturan antara cultur Islam dan cultur modernism yang secularistis adalah masalah yang kian menggelembung. Nilai budaya yang baik tumbuh di masyarakat semestinya dapat dilestarikan untuk membentengi kecenderungan arus modernism yang mengabaikan dimensi kemanusiaan di satu sisi. Nilai modernism tentu sangat menihilkan dan mengabusrdkan dimensi kemanusiaan dan mendekonstruksi tatanan budaya masyarakat. Berbagai hegemoni modernism telah memisahkan manusia dari cultur kearifannya, bahkan manusiapun menjadi terasing dan menganggap aneh dengan lingkungan pertama Kampung halaman Lamakera yang menghidupkannya.

Sementara melemahnya kohesi social antar sesama putra Lamakera, serta tidak berfungsinya jaringan komunikasi social antar lembaga yang dimiliki Lamakera menjadi satu masalah serius yang menghambat kemajuan Lamakera dalam banyak hal. Di satu sisi kita berhadapan dengan kemegahan, keindahan masjid dan menara sebagai sebuah fakta saat ini. Namun pada sisi yang lain MA Plush, MTS.N MI Tarbiyah, SDN dan SDI di masa depan perlu disinergikan menjadi pusat pendidikan dan peradaban Islam yang integralistis. Upaya ini secara otomatic akan menopang peranan masjid sebagai Pusat Peradaban Islam/Islamic Center atau almarkaz. Namun masalah mendasar dalam pengelolaan masjid adalah diperlukan menejmen dan wawasan para pengelola masjid sehingga masjid menjadi rumah perdamaian, rumah besar, rumah spiritual bagi semua orang Lamakera.

Mengorganisir Visi, misi dan gerak pengkhidmatan Lamakera Jilid II, hanya dapat dilakukan dengan rekayasa atau kerja kerja yang bersifat metodelogis, strategis dan ideologis. Reuni IV adalah proses metodelogis, ideologis sekaligus strategis untuk mengeksplorasi, membedah, mengukur dan menghitung energy serta kapasitas yang dimiliki oleh putra Lamakera. Seberapa besar kemampuan potencial yang tersedia dan cadangan energy yang dimiliki oleh Lamakera paska kepergian Bpk Abd Syukur dan generasi seangkatannya. Serta merumuskan langkah strategis baru guna memberikan posisi tawar Lamakera yang sanggup memainkan peran signifikan pada era pertarungan peradaban umat dalam berbagai aspek di masa depan.

Reuni IV Keluarga besar Lamakera, berhasil menghadirkan dan memaparkan sebuah potret lengkap perwajahan antar generasi Lamakera yang menggembirakan. Lapisan generasi yang hadir ini menandakan proses estaveta berjalan secara berkesinambungan tanpa legs atau kesenjangan. Biasanya kesenjangan antar generasi itu membawa dampak kemunduran dan berbagai dampak psyikhologis yang ruwet dan pelik lainnya. Tapi reuni ini menampilkan dan melibatkan lapisan lapisan penting yang pernah berperan dan tengah berperan, maupun akan berperan, serta yang menanti peranan, semuanya hadir di Lamakera. Kehadiran generasi empat lapisan ini menandakan adanya kemauan dan kebersamaan dalam satu barisan besar dan menjadi kekuatan sejarah dalam gelombang perubahan peradaban mendatang.

Repsentasi lapisan generasi Lamakera itu antara lain: Generasi yang dekat dan menjadi inercicle Abd Syukur ID yang telah berkarya mengkhidmatkan diri untuk Lamakera melalui pendidikan dan dakwah. Dari mereka yang tersisah dan hadir aktiv menjadi pembicara antara lain yang direpresentasikan oleh: Drs. H Ridwan Pedang (imam dan penceramah agama di kota Kupang), Drs. HM. Jakfar Nurdin (Ketua BMT dan imam masjid raya Nur Syaadah kota Kupang), Drs. H. Habib Abi Pintar (pensiunan pegawai senior kantor gubernur NTT), HM. Shaleh DM BA (imam masjid raya kota Ende). H. Fatah Ahmad (Ketua MUI Kota Kupang). Generasi ini memiliki peran penting dalam tugas penyebaran Islam melalui pendidikan. Mereka merupakan agen agen kepercayaan abdu Syukur dalam membangun fondasi peradaban Islam di seluruh kawasan NTT dari Labuan Bajo Flores sampai ke daratan Pulau Timor. Dalam implementasi tugas ini, mereka bekerja bagaikan anak panah yang sanggup menembus sasaran yang sulit diperhitungkan. Bahkan mereka rela menjadi syahid atau martir bagi tegaknya dinul Islam di tempat tugas.

Dua nama putra putri Lamakera yang perlu diabadikan dalam tulisan ini, dan menjadi inspirasi dan motivasi pergerakan bagi anak anak Lamakera di kemudian hari,  ialah Bpk Abdul Muis bertugas di desa Kelikur Lembata, pulang hanya dengan jenazah. Abdul Muis adalah rombongan ekspedisi pertama ke Kedang bersama Hud Usman Mahing, M. Hasan Kadir Shikka, Lukman Edong, Zainuddin Wokar (semuanya telah dipanggil kehariban Allah). Menyusul St. Harfan binti Abdul Kadir Shikka Songge, meninggal dalam gulungan lumpur dingin bersama sejumlah siswa di tempat tugas Wairiang Kedang Lembata 1961. Pada merekalah pantas dikenang jasanya, dan dianugerahi tanda jasa sebagai Pahlawan Pendidikan Islam.

Generasi Lamakera lapisan ke dua yang diundang menjadi pembicara direpresentasikan oleh: Drs. HM Tuan TS (Kepala Sekolah STM Walang Jaya Jakarta), Mansur KS (Guru Jakarta Barat), Kompol Hassan Bajo (Perwira Polda NTT), Drs. Ahmad Usman (Dosen di Jakarta), Drs. H. Ramdan Usman (Kadolog NTT, tidak hadir), HM. Syarifin Maloko SH, MSi. (Ketua Partai Bulan Bintang, mantan anggota DPRD DKI) Drs. H. Arsyad Marhun (Kepala Dinas Kependudukan Flores Timur), Syamsi Hamsid SH (mantan Kepala Dinas Koperasi Kab Lembata), Drs. H. Pahlawan Mukin (Mantan Kepala Sekolah MAN Model Kupang, Kabag TU Kanwil Kementrian Agama NTT, tidak hadir). Lapisan generasi lebih beruntung. Karena angkatan ini mendapat posisi penting sesuai dengan disiplin keilmuan dan prestasi kerja mereka. Perjuangan mereka untuk mendapatkan jabatan tidak sesulit generasi sebelumnya. Karena mereka memiliki alat pendukung yang cukup kuat, selain title akedemis yang dimiliki mereka juga tertolog oleh jaringan generasi sebelumnya yang sudah menempati pos pos penting birokrasi pemerintahan. Dilevel ini kebanyakan mereka bersebar di berbagai instansi dan sukses merahi jabatan Kepala dinas, Kepala bidang di berbagai dinas, Kabang TU di kanwil, Pejabat kepolisian di Polda NTT, Kepala sekolah, Pimpinan Partai Politik Nasional, Kadolog NTT. Dan umumnya lapisan ini selain borokrat juga guru baik pada kementrian agama maupun kementrian dikbud. Prestasi yang diraih inilah menjadi kebanggaan bagi Lamakera.

Lapisan ketiga generasi Lamakera direpsentasikan oleh: Dr. HM Ali Taher Parasong (staf khusus Mentri Kehutanan RI) Drs. Abdul Malik Usman, MAg (Dosen UIN dan UGM Yogyakarta), Drs. Lukman Ebba (Guru STM Kupang), Muahammad Magung Songge (Kades`Motonwutun), Tayib Gega (kades Watobuku), MHR. Shikka Songge (Peneliti dan Konsultan Politik CIDES), M. Udrus Maloko, (kerohanian RS Islam Jakarta) Ir. Ibrahim Gafur (Guru SMK Jepara), Hamid H. Rauf (Perwira TNI di Pekanbaru), Drs.Taher Maloko MHI, (dosen UIN Maksar) Drs. Nur Anisa Ridwan MSi (dosen Inibraw Malang). Drs Kamaluddin Perasong MPd (guru dan aktivis Parpol). 

Lapisan ke empat Generasi Lamakera diwakili oleh: Umar Ibnu Alkhatab (Ketua Umbudsmen Denpasar), Malik Bachtiar (Dinas Kelautan Sikka), Abdul Kadir AS (Dinas Kelautan dan Prikanan Kupang), Nurdiin Thaher MSI (PNS Maksar), Umar sulaiman MAg (dosen Undana), Syaban H, Karim MAg (dosen Undana), Ibrahim Isre (PNS Lembata), Ahmad Habib Abi Pintar (aktivis LSM Kupang), Ahmad Johan (Sekjen BM PAN), Mahben Jalil (KPU Tegal),  M. Natsir Hassan (PNS Flores Timur), M. Kiki Umar Perasong (LSM), Harun Belaga (Pengasuh Pondok Bogor), Bahder Maloko (Pekerja Politik), Rifai Syuaib (guru) dll.
 
Inilah sketsa pembicara dan panitya yang mewaikili generasi angkatannya. Tentu masih banyak kader kader terbaik Lamakera yang belum mendapat kesempatan pada reuni kali ini, insya Allah akan diagendakan pada reuni mendatang. Formasi ini memperlihatkan kesiapan dan kesediaan warga Lamakera dalam gugusan yang terkonsolidasi bagaikan “Sofwan kaanahum bunyanun Marsus”. Yaitu suatu bangunan yang tersusun rapi dan kokoh.     

Terlebih lagi Reuni IV kali ini secara represntatif diwarnai oleh generasi lapisan ke tiga dan keempat. Tentu ini menjadi kebanggaan dan optimism. Bahwa Lamakera memiliki Lapisan sumber daya cukup tersedia. Sejumlah sarjana di bidang kelauatan, perawat dan kesehatan lingkungan, sarjana pemerintahan, sarjana hukum, sarjana bahasa, sarjana IT dan Komunikasi, Sarjana ekonomi Syariah, sarjana pendidikan, sarjana agama, sarjana kedokteran, sarjana pertanian, sarjana filsafat dan teologi, dll. Lebih dari itu beberapa putra Lamakera sudah merahi perdikat S2, dan ada beberapa yang sedang menyelesaikan  program S3. Alhamdulillah pada saat laporan ini dirampungkan seorang putra terbaik Lamakera HM. Ali Taher Parasong telah merahi gelar Doktor bidang Hukum Tata Negara di Universitas Pajajaran Bandung. Deversifikasi keilmuan itu telah menghantarkan putra Lamakera menduduki bergagai jabatan instansi dimana mereka mengabdi. Ada yang menjadi dosen, peneliti, birokrat dengan fariasi jabatan: kepala bidang, kepala seksi, guru. Selain itu ada aktivis partai politik, polisi, konsultan, LSM, bahkan ada yang menjadi demonstran. Yang menarik pula di catatat, bahwa meskipun dari Lamakera tanah nangersang, Lamakera telah menyumbangkan dua putra terbaiknya menduduki jabatan elite partai Politik di tingkat nasional. HM Syarifin Maloko salah satu ketua DPP Partai Bulan Bintang. Juga HM Ali Taher Parasong dipercayakan menjadi salah satu unsure Ketua DPP PAN. 

Lapisan generasi generai diatas terutama lapisnan pertama dan kedua,  yang hari ini menikmati pensiun hari tua, maupun yang sedang berkhidmat dari berbagai institusi dan level pengabdian, mereka adalah pekerja keras, petarung ulung untuk merahi masa depan. Mereka bergumul dengan kemiskinan dan ketidak punyaan untuk bisa sekolah. Sekolah dengan kemiskinan adalah impian yang tersembnyi pada setiap anak Lamakera untuk merahi masa depan. Sambil menjadi siswa`di Sekolah Rakyat pada saat itu, mereka mencari kayu bakar, ikut menjadi nelayan bersama orang tua, apakah pergi nuha, pergi bekka, atau pergi wula, semua dilakukan hanya untuk sekolah. Orang tua mereka penjual ikan, penjual kapur bakar, penjual leppo, penjual kayu, penjual garam. Hasil jualan untuk dibarter untuk mendapatkan makanan local seperti wata, ue, tapo, semua makan itu tidak tumbuh di Lamakera. Karena memang Lamakera tidak tumbuh tumbuhan yang diharapkan. Namun sebagai nelayan dari hasil penjualan ikan, para orang tua dapat menghidupkan anak anak untuk bersekolah dari merahi masa depan mereka.  

Generasi Lapisan ketiga khususnya, di thn 1970 an mereka masih sekolah MIS (Madrasah Ibtidaiyah Suwasta), SD Negeri Lamakera. Di zaman itu sehari hari mereka berangkat sekoah tidak menggunakan alas kaki, pakian apa adanya, seragam hanya didapatkan pada bulan agustus untuk upacara peringatan kemerdekaan di kecamatan. Siswa dan siswi madrasah ibtidaiyah misalnya, mereka belum punya gedung sekolah, ruang kelas berpindah pindah, tidak ada alas duduk kecuali menggunakan batu bata sebagai alas duduk ketika menerima pelajaran. Kegiatan belajar mengajar kadang di rumah penduduk karena belum ada ruang kelas yang permanen. Untuk mendapatkan buku-buku dan alat tulis, kapur, siswa harus mengambil pasir untuk dijual pada penduduk yang memerlukan pasir. Atau menarik perahu penduduk yanag akan dilautkan.

Yang menarik lagi baik siswa dan guru tidak mempunyai buku panduan belajar dan ajar, oleh karenanya bapak dan ibu guru hanya menggunakan nalar dan instink keguruannya untuk maengajar. Semua itu dilakukan dengan maksud agar siswa bisa mengikuti pelajaran di sekolah. Bila tidak dengan cara itu siswa urunan duit dari uang jajannya untuk membeli kapur, sapu, buku absen, penghapus papan, dan hal hal lain yang diperlukan di sekolah selama kegiatan belajar berlangsung.
 
Reuni IV Lamakera Se Indonesia, menampilkan mereka mereka sebagai pembicara, moderator, panitya penyelenggara reuni dan sebagai peserta reuni. Pada momentum yang terpenting ini, terlihat jelas sosok sosok kaum terpelajar, idealis, kaum pragmatis, kaum eksistensialis mempertarukan pemikiran dan gagasan untuk masa depan Lamakera. Mereka adalah orang orang yang terpelajar, memiliki tradisi intelektual yang baik, membaca buku, bekerja keras dan professional. Bahkan mereka telah memiliki posisi penting di berbagai instansi tempat mereka mengabdi. Semua itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi Lewotana Lamakera.
 
Dengan tekad yang bulat serta kemauan yang gigih, anak anak Lamakera telah menjadi tenaga yang penting di lingkungannya. Kemauan untuk bekerja keras, ditopang oleh etos keilmuan, kemampuan daya saing, watak kemandirian, telah sanggup merubah jalan hidup mereka, meskipun kebanyakan anak anak Lamakera terlahir dari latar social yang kurang beruntung, bahkan orang tua mereka adalah orang orang yang terpinggirkan oleh kebijakan pembangunan. Orang tua yang miskin, hanya sebagai nelayan dan papalele di kampung, adalah menjadi tantangan dan motivasi terbesar untuk menggugat keadaan, meninggalkan mitos maupun tradisi kemiskinan dan keterbelakngan melalui gerakan kebudayaan yaitu ilmu dan pendidikan.
Ilmu Pengtahuan dan Pendidikan tidak hanya menjebolkan benteng kemiskinan dan kebodohan, melainkan sanggup menciptakan revolusi peradaban, sanggup menghantarkan masyarakat Lamakera menggapai supremasi social yang bermartabat. Ilmu dan pendidikan merupakan dua hal yang terkait antara essesni dan eksistensi yang sanggup membebsakan manusia dari berbagai nestapa kehidupan. Dengan ilmu pengetaahuan manusia Lamakera meruntuhkan berbagai arogansi kekuasaan. Dan dengan Ilmu pengetahuan manusia Lamakera memiliki kesanggupan untuk menembus tirai tirai mitos dan tradisi kekuasaan absolutism. Dengan Ilmu Pengetahuan pula, orang orang Lamakera akan berdiri tegak secara confidinc dan bermartabat  di hadapan semua golongan umat manusia tanpa diskriminasi.
Allah berfirman “Ya masyarol jin walins anistathotum antanfudu min aqtorisamawati walardi fanfudu, la tanfudu illa bishulthon” artinya wahai bangsa jin dan manusia juka engkau sanggup menembus batas antara lang dan bumi maka tembusilah. Dan sekali kali kamu semua tidak sanggup menembus. batas tersebut, kecuali dengan kekuasaan, (QS. arraham 30) Kukuasaan dalam pengertian derifativ berarti memiliki kemampuan yang diperlukan dalam proses perubahan: modal ilmu, modal politik dan modal capital. Dengan demikian suatu agenda perubahan, akan tercapai ketika agenda tersebut didukung oleh ilmu pengetahuan, kekuasaan politik dan modal capital.

Pembentukan Panita dan Kerja Panitaa Reun IV.
Untuk kelancaran dan kesucsesan pelaksanaan rangkaian agenda Reuni IV, dan Munas I PKLS, maka dibentuklah kepanitiaan Stering Commite dan Organising Commite. SC dikomandani oleh MHR. Shikka Sonnge dan Abdul. Bahder Maloko, masing masing sebagai Ketua SC dan Sekretaris SC. Sedangkan Oragansing Comite dikomandani oleh Sdr Kamaluddin Parasong dan Harun al-Rasyid Belaga, masing masing sebagai ketua Oc dan sekretaris OC. Sunan lengkapnya baca pada halaman lampiran. Namun dalam perjalanan kesibukan Kamaluddin Parasong dan Harun al-Rasyid Belaga, maka untusan OC langsung dihendel oleh ketua dan sekretasi SC.

Mengingat jauhnya jarak Jakarta dan Lamakera, serta padatnya rangkaian kegiatan maka PKLS Jakarta sebagai inisiator dan pemerkarsa Reuni IV membentuklah panitia local di Lamakera untuk urusan teknis. Untuk hal ini MHR. Shikka Songge, dalam kapasitasnya sebagai Ketua SC Reuini IV, mewakili PKLS Jakarta membentuk Panitia Teknis Reuni IV di Lamakera.

Proses pembentukan Panita teknis Reuni IV dalam terbuka diahadiri oleh para ketua adat 7 suku, tokoh masyarakat, dua kepala desa Moton Wutun dan Wato Buku. Usai gambaran umum tentang rangkaian agenda reuni oleh MHR Shikka Sonnge, dibentulah empat orang formatur yang bertugas untuk pembentukan panitia tenis reuni empat. Formatur itu antara lain: Taib Gega mewakili pemerintahan desa dibantu oleh Arba daja, Rugaya Salem, Engga Belaga. Dalam forum itu juga Farmatur berhasil membentuk Panita teknis reuni empat yang dipimpin oleh M. Natsir Hasan dan Abd Haris, masing masing bertindak sebagai ketua dan sekretaris. Susunan Panitia selangkapnya baca pada halaman lampiran.

Panitiapun mulai mengawali kegiatannya dengan melakukan konsolidasi untuk pematangan persiapan menuju pelaksanaan reuni. Mengkomunikasin pembicara local, sosialisasi undangan, persaipan tempat tempat kegiatan peresmian majlis taklim masjid alijtihad berbasisi suku suku, dialog peradaban, panggung rakyat di beberapa tempat, serta pelatihan mubaligh dan Islamic center. Pelatihan IT dan penulisan karya ilmiah untuk siswa dan sisiwi MA Plus dan MTs di sekitar Lamakera, terakhir hiburan kesenian. Semuanya dipersiapkan oleh panita tenis dengan baik. Itulah gambaran rangkaian tugas teknis panitia local, meskipun disadari terdapat kekurangan di sana sini, namun semua rangkaian acara berjalan dengan baik karena adanaya kerja sama dan tanggungjawab untuk Lewotana Lamakera yang tercinta.  





MHR. Shikka Songge