REUNI
IV LAMAKERA DAN MUNAS I PKLS SE INDONESIA
REKAYASA GERAKAN KEBANGKITAN DAN
PENGKHIDMATAN LAMAKERA JILID II
Segala puji bagi Allah, Tuhan seru
sekalian alam, yang telah melimpahkan rahmatnya yang tak terhingga, kepada
seluruh keluarga besar Lamakera di mana saja berada, khususnya yang turut menghadiri kegiatan Reuni IV Lamakera.
Rahmat Allah yang berlimpah ruah itu telah sanggup mempertemukan kembali anak
anak Lamakera dengan sanak family, handai tolan, kakan arin, opun pain, naan
bineng di Lewotana, tana tumpah darah Lamakera. Begitu penting pengabdian pada
tugas dan menunaikan panggilan hidup, mungkin itu yang menyebabkan terjadi pisah
dalam jangka waktu yang panjang dan jarak pertemuan yang lama antara sesama
warga Lamakera. Seiring dengan itu tidak terasa telah terjadi pula penumpukan
dan tunggakan masalah di Lamakerapun nampaknya tak sanggup terurai dalam waktu
yang singkat.
Pada dataran permukaan seakan
tidak ada masalah yang menyelinap dari rangkaian reuni yang berlangsung. Namun
dibalik rangkaian agenda reuini IV, terdapat sejumlah persoalan yang meragukan
arah dan tujuan reuni kali ini. Meski pertanyaan itu tidak diekspresikan secara
nyata, namun hal itu dapat dilihat dari sikap yang diperlihatkan oleh beberapa
orang. Apakah dalam bentuk ketidakhadiran pada forum reuni, bahkan lebih dari
itu ada sikap kekerasan yang diperlihatkan oleh orang orang tertentu. Hal ini
tetap dicatat sebagai worning bagi kita semua tentang sesuatu yang mengendap
untuk segerah diselesaikan. Selain itu, hal yang demikian dianggap sebagai
dinamika atau warna warni reuni untuk tetap dikenang sebagai pelajaran agar
tidak terulang kembali pada reuni ke lima nanti.
Meski demikian teman teman pimpinan
dan anggota PKLS se Indonesia yang menjadi delegasi reuni empat, para panitia
pelaksana memiliki komitmen yang kuat untuk mensukseskan reuni empat. Karena
itu secara khusus kita perlu memberikan apresiasi yang setinggi tingginya pada sdr
Mohammad Natsir Hassan dkk panitya pelaksana reuni empat yang bekerja sama bahu
membahu dan sungguh sungguh menghantarkan perjalanan rangkaian agenda reuni
sampai selesai. Atas kerja keras panitia semua rona dan dinamika reuni empat
terlewati dengan baik. Tak lupa juga ucapan terima kasih dihaturkan pada
pimpinan 7 suku, pemuka adat 7suku dan
semua warga Lamakera, atas dukungan kesuksesan reuni empat di Lamakera.
Rangkaian agenda acara reuni
berjalan dengan tertib lancer sesuai rancangan yang diagendakan. Acara Peresmian
Majlis Taklim al-Ijtihad berbasis suku-suku, Pelatihan dasar IT (Information
Tekhnology) dan Penuliasan Karya ilmiah untuk siswa SLTP dan SLTA, Latihan
Dakwah dan Menejemen Pengelolaan Masjid model Islamic Center, Panggung rakyat,
Dialog Peradaban, Musyawarah Nasional PKLS dan ditutup dengan pengobatan
geratis semua rangkaian acara itu berjalan tanpa hambatan yang berarti. Meski
ada perubahan pada pembicara dan moderator tidak merubah essensi acara yang
diagendakan.
Namun demikian ada satu rangkaian
acara, yaitu Pidato Peradaban Pertama oleh Dr. HM Ali Taher Perasong, yang
dikaitkan dengan acara halal bi halal dan makan lamak tidak jadi berlangsung
usai lebaran. Terlewati acara ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, masyarakat Lamakera menghabiskan waktu berjam jam untuk melakukan
silaturahim dari rumah ke rumah antar sesama sanak family, keluarga handai tolan,
opun pain kakan aring, naa bine, adalah salah satu tradisi yang mengakar pada
masyarakat islam di Lamakera khususnya. Apalagi bagi mereka yang sudah lama
berpisah, kesempatan ini menjadi momentum yang terpenting dan termahal yang tak
mau terlewatkan. Kedua, kebiasaan pada
setiap habis lebaran masyarakat islam menziarahi makam para leluhur yang cukup
menyita waktu. Kedua tradisi ini masih terpelihara sampai sekarang ini,
ternyata menyita watu yang sangat besar. Panitya pelaksanapun agak kerepotan
mengkonsolidasi waktu. Bapak HM Ali Taher beserta istri juga sudah hadir
menanti datangnya para hadirin. Nampak kecewa beberapa peserta yang sudah hadir
untuk mendengar pidato peradaban yang urung terjadi itu. Toh demikian teks
pidato peradaban pertama yang sejatinya disampaikan oleh HM Ali Taher Perasong
sudah sempat dibagikan kepada sejumlah audiens yang sempat hadir saat itu.
Realisasi
Kegiatan
Menjelang 10 hari sebelum lebaran
suasana Lamakera sudah nampak aura reuni, ada harapan yang menyelinap dalam
sanubari warga semoga ada perubahan di Lamakera dengan penyelenggaraan Reuni IV.
Keluarga besar Lamakera secara bertahap mulai membanjiri memasuki Lamakera baik
bersifat perorangan, kelompok, keluarga dari berbagai daerah se Indonesia.
Panitya local dan Panitya Pusat PKLS Jakarta jauh hari sudah melakukan langkah
langkah baik melalui surat, kunjungan Ketua SC, jaringan media social, untuk
mengkondisikan masyarakat serta berbagai persiapan teknis lainnya dalam
rangkaian menyambut penyelenggaraan Reuni IV. Sehingga masyarakat nampak
anutusias dan memberikan dukungan penyelenggaraan runi tersebut.
Reuni kali ini memang reuini
istimewa, karena diselenggarakan oleh suatu angkatan yang berenergi baru.
Mereka adalah anak anak sejarah, hasil rekayasa para pelaku sejarah. Dan saat
ini mereka menjadi bahagian dari sejarah perubahan yang akan mengubah warna
baru menuju Kebangkitan Lamakera Jilid II. Mereka lahir dari hasil pembuahan, pahatan
dan anyaman, dengan derai air mata dari sebuah angkatan yang kini telah menjadi
tulang belulang yang bersemayam di alam sana. Warna pahatan ini adalah potret
yang menggambarkan cita cita, idealism, dari para pemahamat atau arsitektur
sejarah itu sendiri. Panitia, pembicara, peserta adalah wujud dari sebuah
konstruksi atau rekayasa sejarah peradaban yang dilakukan oleh para pendahulu
pelaku sejarah yang memiliki jiwa, idealisme, visi dan cita cita untuk
Lamakera.
Rangkaian Reuni IV diawali dengan
penyampaian resmi rangkaian agenda reuni sekaligus permohonan dukungan serta
partisipasi semua komponen, orang tua, kaum muda di Lewotana dan keluarga besar
Lamakera, dan mengajak kerja sama saling mendukung dan saling pengertian oleh
semua anak Lewotana untuk mendorong kesuksesan penyelengaraan Reuni IV. Agenda
ini secara khusus disampaikan oleh Drs. HM. Tuan TS selaku penanggungjawab
internal penyelenggaraan Reuni IV Keluarga Besar Lamakera Se Indonesia. Pidato
penjelasan disampaikan dalam masjid al-ijtihad setelah ibadah shalat teraweh
yang didengar dan dicermati secara khidmat oleh jamaah keluarga Lamakera. Penyampaian Drs. HM Tuan TS, selaku
penanggungjawab internal ini menjadi kunci penting yang dapat meredam, mengkohesikan
dan menetralisir sejumlah persoalan yang timbul di Lewotana Lamakera sebelum
reuni ke empat berlangsung.
Nampak
pro dan kontra Reuni IV, mengendap dibalik kasab mata, namun geliatnya
termanivestasi secara nyata dalam sikap yang gampang terbaca. Pertanyaan besar yang
muncul di arena: ke mana arah reuni empat ? Apakah reuni ke empat ini merupakan
kontineutas dari karya Abd Syukur dan generasi seangkatnya, atau reuni empat
ini sebuah produk baru tanpa kesinambungan dengan rangkaian gerakan sebelumnya.
Sejumlah pertanyaan itu suatu yang lumrah, karena keterbatasan informasi dan
komunikasi antara sesame warga Lamakera dalam memahami pergolakan dan
pergumulan pemikiran tentang perkembangan Lamakera. Apalagi pelaksanaan reuni
empat ini tertunda beberapa tahun sejak gagasannya dibicarakan di Kupang thn
2007 di rumah Bpk H. Ridwan Pedang oleh PKLS Kupang dan PKLS Jakarta.
I.
Peresmian Majlis
Talim Masjid al-Ijtihad Lamakera
Alhamdulillah atas dukungan
masyarakat dan kerja keras panitya pelaksana yang dikomandani oleh sdr Mohammda
Natsir Hasan dkk, mereka melakukan persiapan pengkondisian pembentukan majlis
taklim masjid al-ijtihad di tujuh suku. Yaitu Suku Lawerang, Suku Lewokolodo,
Suku Kukunonang, Suku Emaonang, Suku Harionang, Suku kampung Lamakera dan Suku
Kikoonang, serta majlis talim desa Tanah Werang. Peresmian Majlis taklim ini
ditanadi oleh Penyerahan al-quran terjemah oleh Ibu Hj Sri Muriarti SPd (istri
Bpk HM Ali Taher Perasong) untuk setiap suku. Forum ini juga dilanjutkan dengan
pidato pengukuhan institusi majlis taklim oleh putra terbaik Lamakera, HM. Ali
Thaer Perasong dan sambutan HM. Syarifin Maloko, ketua PKLS Jakarta. Acara ini
mendapat dukungan yang luar biasa oleh ibu ibu baik yang berada di Lewotanah
maupun yang datang dari luar.
Dengan hadirnya majlis taklim
berbasis suku suku ini, ibu ibu kita akan mendapat nilai tambah baik ilmu
pengetahuan agama, maupun semakin mendekatkan hubungan kekeluargaan dan
kekerabatan antar sesama ibu. Dengan terinstitusinya majlis taklim yang
berbasis suku suku, ibu ibu dan emma emma kita menghiasi batinya dengan ayat
ayat suci al-quran/ al-hadits. Tutur kata, perangai dan tindak tanduk akan
diinspirasi oleh spirit al-quran al-karim. Spirit dan nafs al-quran juga
sekaligus akan menyinari rumah rumah adat. Dengan begitu rumah adat yang selama
ini hanya difungsikan untuk membicarakan persoalan serimoni adat istiadat yang
berkaitan kawin mawin, hubungan antar clen mendapat cahaya perubahan yang
mencerahkan. Untuk selanjutnya rumah adat juga memiliki fungsi prefetik, yaitu sebagai
pusat kegiatan keagamaan di suku suku. Bila corak suku berubah tidak menutup
kemungkinan akan memetamorfosa perubahan yang lebih besar di Lewotanah
Lamakera. Menghidupkan rumah adat untuk kegiatan keagamaan berarti menghidupkan
agama pada basis masyarakatnya. Perspektif ini memiliki nilai filosofis yang
menjelaskan bahwa perkembangan dakwah islam di Lamakera dibangun atas dukungan
kekuatan cultural. Melalui basis cultural inilah dimaksudkan untuk memperkuat dan
memperkaya khazah islam sebagai fondasi spiritual, untuk menjadikan Lamakera
sebagai sejatinya Lewotanah Berperadaban Islam. Islam menjadi warna dalam
kehidupan social kemasyarakatan.
II.
Latihan IT
dan Penulisan Ilmiah Untuk Siswa MTS dan MA Plus
Latihan Information Techlogy dan
Penulisan Karya Ilmiah, ini dikomandani oleh sdr Kiki Umar Perasong dan sdr
Ridwan (sahabat Kiki dari Jakarta). Agenda pelatihan ini diikuti oleh siswa MTS
dan MA Plus Lamakera, SMP negeri Menanga. Latihan IT ini untuk memahami ilmu
dasar dasar operasional tentang penggunaan computer untuk menulis, menyimpan
data, internet, email, facbook. Latihan ini dipadukan dengan latihan dasar
penulisan karya ilmiah tingkat dasar. Alhamdulillah selama tiga hari kegiatan
ini mendapat apresiasi dan respon peminat yng cukup banyak terutama dari siswa siswi MTS, N. MA Plus
Lamakera dan SMP Negeri Menanga. Para siswa terlihat antusias mengikuti materi ini,
meski tempatnya di masjid, beralaskan sajadah dan tidak menggunakan bangku dan
meja tulis kegiatan berjalan dengan baik. Mereka melakukan peraktek komputer,
peraktek wawancara, peraktek menulis fiksi dengan baik. Meskipun demikian kita
menyayangkan bahwa ternyata pelatihan dengan tenaga profesional serta piranti
atau fasilitas yang cukup tersedia, masih banyak jumlah siswa yang tidak merasa
penting dengan kegiatan yang penting ini. Menurut pengakuan sdr Kiki,
penanggung jawab pelatihan, siswa kita memiliki modal dasar yang baik tinggal
dikembangkan dengan fasilitas yang baik, akan lahir kader kader terampil di
bidang IT maupun kemahiran penulisan ilmiah.
III. Latihan Dakwa dan Menejemen Islamic Center
Rancangan acara ini dimaksudkan
untuk membangun kemampuan dan kemahiran dalam bidang berdakwah dan pengelolaan
masjid secara modern. Para dai memiliki kemampuan teknis berdakwa, membaca
isarat zaman dan sanggup memberikian solusi terhadap setiap masalah yang timbul
ditengah masyarakat. Para dai yang kelak menjadi pimpinan informal bagi
masyarakat pedesaan yang tengah diterpa badai modernisasi dan globalisasi.
Begitu pula halnya dengan menejemn Islamic center, agar ditengah terpaan badai
modernisasi diperlukan menejemen yang efektif dalam pengelolaan masjid. Masjid
bisa menjadi solusi bagi krisis nilai yang tengah menerpa kehidupan social
kita.
Mengembangkan fungsi Masjid di
alam modern sama fungsinya dengan sebuah universitas islam. Masjid sebagai
pusat kajian pemikiran, kebudayaan dan sejarah peradaban umat manusia. Masjid
juga menjadi pusat pengembangan ekonomi umat. Masjid juga memiliki lembaga
kesehatan untuk melayani kebutuhan umat di bidang kesehatan. Masjid memiliki
perpustakaan serta pusat data dan informasi di bidang dakwa. Disinilah fungsi
strategis masjid sebagai central pengembangan peradaban umat untuk saat
kekinian maupun bersifat futuristis atau masa depan. Apalagi problem di zaman
moden yang dimonopoli oleh artikulasi secularism, jarak masjid rasanya semakin
jauh dari persoalan masyarakat. Sementara masyarakat secara awam hanya menggunakan masjid
sebagai sarana untuk urusan ibadah
mahdo. Untuk itu diperlukan kelompok strategis semacam kelompok
cendekiawan yang secara efektif
merumuskan aktivitas pengembangan dan pelayanan umat secara terencana atau
secara progremer. Yang merespon berbagai kebutuhan dan persoalan actual ke
ummatan dalam berbagai aspeknya. Dengan pendekatan yang demikian pada saatnya
Lamakera menjadi pusat ecselen pengembangan kebudayaan dan peradaban Islam di
NTT.
Untuk itu diperlukan menejemen
yang tepat dalam urusan pengelolaan masjid. Masjid memerlukan suatu kepengurusan
yang lengkap dan komperhensif, yang terdiri dari unsur pengelolaan dan
pemeliharaan fisik masjid, unsur pengelolaan kegiatan pemakmuran masjid, dan
unsur penanganan peribadatan. Dan imam masjid juga merupakan salah satu
subsistem dalam kepengurusan tersebut. Semua ini menjadi satu kesatuan sistem
yang bertugas untuk memakmurkan masjid dalam berbagai aspeknya. Tim ini dipilih
dan diangkat serta diberhentikan oleh umat melalui musyawarah dan evalusi dalam
batas waktu yang ditentukan
Pemahaman yang baik tentang
menejemen pengelolaan masjid secara modern, maka pada saatnya masjid dapat menjadi
ajang pergumulan untuk memberikan solusi bagi banyak hal yang dihadapi oleh
umat islam. Terutama masjid alijtihad Lamakera yang dilengkapi dengan menarah
tertinggi, terindah dan termegah di NTT, adalah bangunan peradaban modern yang
perlu pengelolaan secara modern, dan penggunaan secara tepat guna tepat fungsi, sehingga memberikan manfaat yang
banyak bagi perubahan dan kemajuan masyarakat.
Tapi sangat disayangkan event
latihan dakwah dan menejemen Islamic center yang dikomnadani oleh sdr M. Udrus
Maloko, dan didikung oleh para pameteri yang terdiri dari: Bpk M. Ali Taher
Perasong, M. Syarifin Maloko, M. Tuan TS, Mansur KS, Ahmad Usman, Malik Usman,
hanya diikuti oleh para guru guru dari MA Plus, MTs. N, MIS, SDN, TK dan
sejumlah remaja serta beberapa tokoh masyarakat dari Tanah Werang, Kerak, Lewoleba
dan Waiburak. Namun sangat disayangkan betapa masyarakat yang dulu terkenal
dengan sebutan lumbung guru guru agama, lumbung jou dan ata lebbe tidak
menunjukan antusias untuk mengikuti acara tersebut. Terlebih lagi pemuka
masyarakat Lamakera yang konon berpacu untuk menjadi pengurus khususnya pemuka
agama, kurang berminat pada acara yang mulia ini.
IV. Panggung Rakyat
Sebagaimana namanya “Panggung
Rakyat” maka rangkaian acara ini disajikan dengan maksud untuk menyerap juga
sekaligus memberikan solusi terhadap permasalahan yang tengah mengendap pada
alam pemikiran masyarakat Lamakera. Yang mungkin masyarakat biasa tidak terbiasa
mengekspresikan ungkapan pemikiran, mungkin juga karena keterbatasan forum. Panggung
Rakyat atau istilah lain sejenis Ruang
Public, yaitu forum terbuka yang biasa dirancang oleh pemerintah atau
organisasi masyarakat sipil agar masyarakat dengan mudah mengekspresikan
pemikiran keritis tentang pembangunan dan berbagai permasalahan sosial yang
berkaitan dengan relasi antar sesama masyarakat maupun masyarakat dan
pemerintah. Forum sejenis ini mestinya senantiasa diadakan untuk masayarakat
yang memiliki tradisi dialog arah atau orientasi sebuah perubahan yang
diinginkan oleh masyarakat itu sendiri.
Dalam pengertian yang sama, namun
format yang berbeda, masyarakat Lamaholot dan Lamakera khususnya juga memiliki
arena bagi masyarakat untuk mengekspresikan suatu persoalan yang sedang
mengendap di dalam suatu lingkungan masyarakat. Dan ekspresi itu kemudian
mendapat respon dari semua partisipan untuk urung rembug sehingga persoalan
tersebut dapat terpecahkan sebagaiamana yang diharapkan masyarakat. Forum ini,
semacan institusi kebudayaan yang dirancang dalam bentuk kesenian rakyat (oha,
lili, beku, hanja, sele) sehingga para actor yang menerasikan masalahanya
dengan menggunakan bahasa yang memiliki kualifikasi tersendiri (bahasa malen)
atau juga disebut bahasa adat. Bahasa adat, yang tidak muda difahami oleh orang
awam dalam bahasa tersebut.
Forum yang demikian ini menjadi
istimewa karena tidak setiap hari diadakan, namun pada momen tertentu. Apakah
pada saat pesta nikah, pesta pembuatan rumah adat, pembuatan perahu, atau
membangun sekolah, membangun masjid, biasanya di sela sela acara itu dadakan
tarian kolosal itu. Di forum ini hadir berbagai unsur representasi, masyarakat
biasa, pemuka agama, pemuka adat, pemimpin pemerintahan, semua mengekspresikan
apa yang menjadi masalah dan poin crucial di dalam masyarakat. Masyarakat
menyampaikan persoalan, para pemuka masyarakat, baik adat, agama dan
pemerintahan memberikan respon sehingga lahirlah solsusi solusi social yang
segerah mengakhiri dileme yang dihadapi.
Arena seperti ini untuk saat ini hanya difahami sebagai forum kebudayaan
semata. Secara tidak disadari forum ini merupakan institusi kebudayaan yang
memiliki fungsi strategi soosial yang dapat menyumbang berbagai permecahan
masalah yang dihadapi.
Pada zaman masyarakat ilmiah atau
modern, lahirlah tradisi dialog, diskusi, muyawarah rapat, serasehan itu
dianggap sebagai media public. Sehingga mungkin suasana dialogis itu jarang
tercipta di Lamakera, karena hiruk pikuk dengan berbagai urusan, sehingga
masyarakat kehilangan tradisi dialogis. Tidak jarang masyarakat kehilangan
perpektif lalu panic dan kehilangan akal sehat yang berakibat terjadi kekerasan
dan berbagai bentuk anarkhisme social yang mencederai hubungan social antar
sesame warga Lamakera.
Ongkos social tentu sangat mahal
yang harus dibayar akibat tercederainya atau bahkan destruksi sosia yang
terjadi. Oleh sebab itu secara metodelogis forum ini sangat tepat untuk
menyerap endapan, renungan, pemikiran masyarakat tentang Lamakera dan masa
depannya. Hasil eksplorasi endapan ini akan dibawa ke ruang musyawarah PKLS
untuk selanjutnya dibahas dan dapat memberikan rumusan sebagai program
pembangunan lewotana Lamakera. Untuk implementasi alur dari gagasan tersebut, maka
panggung rakyat ini dilaksanakan dalam tiga sesi di tiga tempat yang berbeda.
Sesi
Pertama,
mendiskursuskan topic yang berkaitan dengan “ Lamakera, Dulu, kini dan esok,
dalam Tantangan dan Peluang” Sesi yang
dilaksanakan di dalam masjid al-ijtihad Lamakera ini langsung dipandu oleh
Udrus Maloko (anggota Sc), didukung oleh para nara sumber: H. Ridwan Pedang, HM. Shaleh DM, Mansur KS,
Muhammad Magung Songge dan Tayib Gegah. Forum ini ternyata mengundang antusias peserta
yang hadir karena masing peserta ingin memperesentasikan pandangan mereka
berkenaan dengan tantangan dan peluang Lamakera dari waktu ke waktu.
Begitu banyak persoalan Lamakera dipaparkan
selain oleh penyaji dan peserta yang hadir. Pertama,
Salah satu pemikiran yang menonjol dalam sesi ini ialah perlunya penulisan
sejarah Lamakera. Tanpa pemahaman sejarah yang baik, generasi mendatang kehilangan
daya psyikhologis dan tidak memiliki pijakan empiris yang kuat untuk menggapai
loncatan kebudayaan besar. Pemahaman Sejarah dalam suatu masyarakat yang besar
menjadi modal inspirasi untuk menciptakan gulungan ombak sejarah baru di masa
depan. Sejarah dan sejawan bagaikan pijar yang terus menerangi malam gelap bagi
musyafir yang menempuh perjalanan jauh. Kedua,
Kesulitan ekonoma dan keterbatasan infra struktur di bidang kelautan
menyebabkan terjadinya angka kemiskinan terus meningkat di Lamakera. Berhadapan dengan hal
itu fihak aparat pemerintahan desa mengalami kesulitan untuk melakukan upaya penegakan
hukum, agar dapat mencegah cara penangkapan ikan oleh segelintir orang Lamakera
dengan menggunakan bom yang berdampak pada pencemaran ekosistem laut. Ini
persoalan serius dari masa ke masa yang belum bisa teratasi dengan sempurna. Tiga, Populasi penduduk yang terus
meningkat, ruang makin terbatas, penyebaran rumah rumah semakin padat, maka
diperlukaan penataan tata ruang desa dengan melakukan pemekaran desa baru di
Lamakera. Empat, Selain itu adanya
pesta dan tali tulung yang terus bergulir di Lamakera yang sulit untuk
dihindari, kegiatan ini memunculkan lilitan utang sebagai dampak langsung yang juga
berpengaruh pada menurunnya kualitas hubungan social antar warga akibat hutang
piutang tersebut. Tali tulung (tenali bhs Lamaholot) pasti terjadi dalam
berbagai even seperti kematian, perkawinan, membangun rumah, membuat perahu, bahkan
sukuran sarjanapun tetap dengan menggunakan tali tulung yang tak mungkin lagi dihindarai.
Tali tulung dianggap tardisi yang melembaga dalam masyarakat Lamaholot. Bila
tidak mengadakan kegiatan talitulung dianggap orang tersebut tidak memiliki
visi dan persepssi social yang baik bahkan dianggap a social. Inilah catatan
masalah yang perlu solusi.
Sesi
Kedua,
yang mewacanakan aspek pendidikan dengan focus bahasan: Pembangunan SDM
Lamakera antara harapan dan Kenyataan. Sesi
ini menampilkan 4 orang pemrasaran yaitu Drs. HM Jafar Nurdin, Drs. HM.
Tuan TS, Drs. Lukamn Ebba dan Drs Nurdin Gesi yang dipandu oleh Drs. Ahmad
Habib Abi Pintar. Sebelumnya sisi ini dibuka oleh Sdr Haris Hamid (Panitia
Local), sesi yang dipadati oleh para orang tua pemuka adat, tokoh pendidikan
ini dilaksanakan di depan rumah Bpk HM Sholeh Ibrahim Dasi (alm). Sesi ini mendapat respon apresiasi yang
optimal oleh peserta. Catatan penting dari sesi ini ialah perlunya perhatian
dan peningkatan SDM Lamakera melalui peningkatan kualitas pelayanan sekolah
sekolah yang saat ini ada Lamakera, baik TK, SDN, SDI, MIS, MTs.N, dan MA Plus
Lamakera. Dan Menjadikan MA Plus sebagai sekolah yang berkualitas sehingga
mengundang minat kedatangan sisiwa siswa yang berasal dari luar Lamakera untuk
membanjiri Lamakera. Dengan begitu pada saatnya Lamakera akan menjadi mata air
ilmu pengetahuan yang selalu diikunjungi oleh para pencinta ilmu dari berbagai
sudut negeri khususnya negeri Pulau cendana, wilayah kepulauan Solor dan
sekitarnya.
Seiring dengan perjalanan waktu,
para guru penyuluh peradaban yang dimiliki Lamakera terus berkurang karena
memasuki usia pensiun, bahkan secara perlahan satu demi satu mereka pergi
kehariban Allah. Situasi ini secara psyikhologis seakan makin meredupkan tugas pencerahan
peradaban yang disandang oleh Lewotana Lamakera. Oleh karena itu diperlukan
pemikiran dan upaya terencana untuk menambah jumlah guru dari berbagai disiplin
keilmuan, dengan mendorong para sarjana pendidikan untuk mengikuti seleksi
calon guru dan menjadikan guru sebagai medan pengabdian. Mengingat tugus
sebagai guru, adalah tugas penyuluh dan pemandu peradaban yang telah lama
menjadi predikat yang disandangkan pada orang orang terdidik di Lamakera. Perlunya kerjasama dengan lembaga-lembaga
pendidikan di Indonesia maupun luar negeri untuk kelanjutan pendidikan warga di
berbagai level sesuai dengan spesialisasinya. Langkah ini diharapkan di masa
depan Lamakera memiliki kader kader peradaban yang terdeversifikasi dalam
berbagai disiplin keilmuan yang berkarakter. Sehingga orang Lamakera tidak
hanya berkiprah menjadi pendidik dan dai, melainkan juga berprofesi sebagai
pengacara, imerupakan tuntutan hukum kosmologis Lamakera yang tidak memiliki
sumber daya alam selain ikan. Mengupayakan agar anak anak Lamakera dapat
melanjutkan pendidikan setidaknya mencapai jenjang SLTA.
Terakhir,
diperlukan forum komunikasi bagi para sarjana maupun kaum intelctual Lamakera,
untuk saling mengasah dan mengembangkan tugas kecendekiaan di masyarakat. Kohesivitas
kaum intelektual dalam mengapresiasi tugas kecendekiaan, sangat diperlukan.
Potret baru wajah Lamakera harus didukung oleh peranan kaum intelektual yang
sanggup merumuskan secara teksnis tugas kecendekiawanan, sehingga bobot
Lamakera tidak mudah diremehkan oleh kekuatan manapun. Seiring dengan proses
peralihan generasi, secara alamiah kepemimpian informal baik dibidang social budaya
(suku), maupun agama imam dan khotib, akan tampil wajah wajah baru baru yang
terdidik cecara akedemis. Namun persoalan yang clasik yang mengusik ialah tidak
sedikit sarjana Lamakera, mengusung dada, bangga sebagai sarjana, bertingkah sombong dan arogan
dengan secuil penegtahuan, sehingga sulit berkohesi dan bersinergi dengan
kekuatan yang lain sebagai dampak baginya. Selain itu mereka juga kehilangan kepercayaan
masyarakat. Disinilah letak kekegagalan tugas kecendekiaan para intelektual di
Lamakera ketika kembali ke Lamakera. Untuk tugas kecendekiaan kaum intelektual
di Lamakera diperlukan kohesifitas yang kuat, saling kepercayaan, mengurungi
bila perlu menjauhkan ketidak saling percayaan antara sesame kaum terpelajar
lamakera, saling pengertian dan kerelaan antar semua sumber energy untuk saling
mendukung tanpa harus saling memperlemah atau memunculkan egoism sektoral yang
tidak menguntungkan bagi pembangunan Lamakera di masa depan adalah hal yang
terpenting.
Langkah tersebut sangat mungkin
terealisir, manakala semua kader potensial Lamakera mau menyadari betapa pentingnya
kohesivitas sebagai modal kolektif. Yaitu kesediaan atau kerelaan bekerja sama
secara sinergis, saling percaya, meruntuhkan perbedaan dan arogansi personal,
mencari titik persamaan, mendekatkan jarak perbedaan pemahaman, dengan begitu
ini menjadi modal yang terpenting dibandingkan modal sumber daya alam yang
dimiliki daerah yang kaya.
Sebagaimana yang ditulis oleh Lawrence E Harrison, dalam buku Who Prospers: How Cultural Valeus Shape
Economic and Political Sucses. Hasil sebuah study di beberapa negara yang
sanggup keluar dari krisis kemiskinan dan keterbelakangan. Bahwa kunci kemajuan
suatu bangsa bukan karena kekayaan Sumber Daya Alam (SDA), melainkan Sumber Daya
Manusia (SDM). Juga bukan pada system politiknya, tetapi pada system nilai
budaya yaitu “Etos Daya Saing dan Etos Kemandirian”, serta prilaku dan karacter
positif masyarakatnya. Yaitu karacter mendukung kemajuan, karacter saling
percaya, kemampuan saling kerjasama antar warga (radius of trust), kepatuhan pada hukum, pola hidup pejabat yang
sederhana, penghargaan yang tinggi pada pekerjaan dan profesi.
Sesi
ketiga,
membahas dimensi politik dengan tema bahasan: Lamakera dalam pandangan Politik
Kekinian dan Pembangunan Masa Depan Telaah Kebijakan Pembangunan Daerah. Thema ini rupanya dirasakan sebagai problem
crucial di Lamakera, sehingga sisi ini Nampak dipadati oleh audiens dari
berbagai lapisan masyarakat, sampai sampai kursia yang disiapkan panitya tidak
mencukupi. Para guru, masyarakat nelayan, ibu ibu papalele, PNS, para
mahasiswa. Sesi ini dipandu oleh Sdr Bahder Maloko (Sekretras SC), dan Para
panalis yang relative lengkap mewakili unsur permasalahan yang dihadapi. Antara
lain: Pemerintahan Daerah Flotim diwakili oleh Staf Bappeda, Sdr Gafar salah satu anggota DPRD
Flotim, Drs. Habib Abi Pintar, Drs. HM. Jafar Nuruddin, M. Syarifin Maloko SH,
MSi. MM. Forum ini menjadi menarik karena mendapat pemabahasan dan tanggapan
yang sungguh meriah oleh audiens. Acara yang khidmat ini sebelumnya dibuka langsung
oleh sdr MHR. Shikka Songge (Ketua SC) yang dilaksanakan di halaman rumah Bpk.
HM. Hasan Kader Shikka Songge (almr) ini menjadi semakin menarik, karena turut dihadiri
oleh Bpk Haji Ridwan Pedang (sesepuh Lamakera) dan HM. Ali Taher Perasong
(tokoh nasional).
Rekomendasi yang dapat dicatat
dari sesi ini, bahwa terjadinya pengabaian pembangunan fisik di Lamakera dan
kawasan islam Solor Timur umumnya oleh Pemda Flotim dan NTT. Fenomena ini
terjadi sejak kemerdekaan sampai saat ini, warga muslim dan Lamakera seakan
menjadi warga kelas dua. Air bersih, jalan yang rusak, maupun bantuan penguatan
ekonomi rakyat bidang kelautan pesisir, koperasi, daerah tertinggal relative
tidak masuk di Lamakera. Listrik hanya 12 jam di malam hari. Usaha memasukan listrikpun
juga merupakan karya anak anak Lamakera sendiri di perantauan. Semua perahu
yang nyandar di pantai, maupun yang berlabuh di perairan Lamakera semua itu 100%
merupakan hasil usaha yang mandiri masyarakat. Inilah gambaran etos kemandirian
dan daya saying yang melekat pada warga Lamakera. Masyarakat Lamakera juga
tidak memiliki akses informasi tentang sumber sumber keuangan.
Kondisi yang demkian ini
diakibatkan oleh pandangan diskriminatif atas perbedaan agama, mayoritas dan
minoritas. Bila membangun Lamakera, berarti membangun singa yang sedang tidur.
Begitu takutnya pemerintahan Flotim dan NTT pada Lamakera. Selain alasan
psyikhologi politik tersebut, juga diakibatkan oleh posisi politik umat islam yang
lemah di parlemen local. Dimana ketidak-terwakilan Lamakera di parlemen local
atau DPRD Flores Timur, NTT dan Pusat, maka kawasan berbasis Islam seperti
Lamakera dan kampung kampung berbasis yang sama, niscaya kurang mendapat
peratian pemerintah. Untuk itu diperlukan konsolidasi politik secara massif agar
Warga Lamakera dan umat Islam umumnya mempunyai keterwakilan di Parlemen baik
pusat maupun daerah, untuk ikut serta merumuskan arah kebijakan yang
berorientasi pada pembangunan Lewotana.
V.
Pawai Obor
Di Malam Takbir
Sebagaimana lazimnya di malam
takbir, gemuruh takbir pun terkumandang dari kampung Lamakera. Seakan terulang
kembali peristiwa yang pernah terlihat di masa thn 70 - 80 an. Untuk
pelaksanaan pawai obor di malam takbir, Panitia
Runi IV menyiapkan 500 batang obor lengkap dengan minyak tanah. Pada malam itu
berkumpulah putra putri Lamakera untuk kirab obor dari titik keberanagkatan
berpusat di halaman masjid al-ijtihad Lamakra kemudian menuju arah barat berhenti
di kuburan, dan kembali kearah timur lalu berakhir di halaman depan masjid
kembali.
Acara kirab obor berjalan tertib
dan sukses atas koordinasi yang dibidangi oleh Sdr Abubakar Sihabuddin Songge (alumnus
Pondok Pesantren Pabelan Muntilan jateng, kini tengah menyelesaikan studinya
pada program S1 Fakultas Tarbiyah UIN Jakarta). Kirab obor ini diikuti oleh
ratusan anak anak siswa/siswi SDN, SDI, MTs. N, MA Plus, serta ratusan pemuda
pelajar dan orang tua. Hadir pula “Ismi Taqiyah Nayla Rizqa dan Ismi Naysa Zakiyya
Naysa Putri” keduanya cucu dari Bpk Abdul Hamid ID (alm) dan Ibu Faizah Hamid,
membaur bersama ratusan anak anak seusianya dalam barisan takbir.
Kehadiran Taqiyyah dan Naysah
mengajak kita untuk mengenang kembali napak tilas karya peradaban yang
ditinggalkan oleh kakenya Abdul Hamid Ibrahim Dasi, Abdurahaman Ibrahim Dasi,
Abdu Syukur Ibrahim Dasi dan buyutya Bpk H. Ibrahim Tuan Dasi. Hamid Ibrahim
Dasi, yang biasa disapa Bang Hamid oleh teman teman activis HMI di Yogyakarta,
adalah putra Lamakera. Selain sebagai birokrat senior pada Kementrian Agama
kanwil NTT dan Tim Tim (sebelum memisahkan diri, sekarang Timor Leste), beliau juga
mengabdikan dirinya di dunia pendidikan dan dakwah sampai akhir hayatnya.
Bang Hamid adalah aktivis dan
pimpinan mahasiswa, Ketua Umum HMI Cabang Yogyakarta yang berprestasi di zaman thn
70 an awal. Bang Hamid mencetak sejarah spektakular, menerobos trowongan gelap,
merahi gelar sebagai Sarjana S1 atau Dokterandus Pertama bersama Nurdin
Abubaakar Sinagula dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kesarjanaan kedua putra
Lamakera ini merubah emage bahwa orang Lamakera tidak hanya sanggup menangkap
ikan Pari dan ikan Paus, tapi sanggup pula menggapai gelar sarjana di perguruan
tingga Islam ternama di Indonesia. Jejak gerakan Abdul Hamid sebagai aktivis
HMI terukir kuat di lingkungan HMI cabang Yogyakarta dan IAIN sekarang UIN
Sunan Kalijaga di kota yang sama.
Bagi anak anak Lamakera yang
pernah belajar di Yogyakarta Bang Hamid adalah sosok orang tua yang mengayomi, guru
yang berdidikasi, senior yang dipanuti sekaligus teman diskusi yang hangat dan
menyenagkan. Setiap kali bang Hamid berlibur ke Yogyakarta, tidak lupa beliau
mengundang bersilaturahim dengan kader kader HMI maupun teman teman seangkatannya
di Yogyakarta. Terlebih kusus lagi silaturahimnya dengan keluarga besar
Lamakera yang sedang menuntut ilmu di kota Gudeg Ngayogyakarta Hadiningrat. Bila
ada undangan bang Hamid, teman teman tidak akan melewatinya, karena ini
kesempatan yang terbaik bagi kawan kawan selain untuk menambah wawasan juga
sekaligus perbaikan gizi. Dalam setiap pertemuan bang Hamid selalu menyajikan
peta persoalan dakwa dan pendidikan Islam baik di NTT maupun di Tim Tim yang
menjadi informasi dan pengetahuan bagi para mahasiawa Islam asal NTT. Selain
itu bang Hamid memotivasi dan menginspirasi mahasiswa Lamakera yang sedang
sekolah di Yogyakarta dengan pengelamannya selama di Lamakera masa SR (Sekolah
Rakyat) maupun selama sebagai aktivis mahasiswa Islam di Yogyakarta.
Kirab obor malam itu nampak agak
istimewa karena dipandu oleh mobil komando yang dilengkapi dengan tabuan beduk bertalu talu menambah bobot kesahduan acara
kirab pada malam yang mulia itu. Dari mobil komando terkumandang kalimat taqbir
dan tahmid membahana menembus dinding dinding perbukitan yang melingkari
Lamakera, takbir dan tahmidpun dalam parade obor seakan menggelekar memecahkan
kesunyian ruang angkasa Lamakera. Gema takbir dan tahmid yang dipimpin Bpk
Mansur KS, menggemuruh merekah seantero Lamakera membangkitkan spirit warga
Lamakera untuk menyambut kedatangan lebaran Ideul Fitri 1432 H, hari kemenagnan
yang datang esok pagi.
Sisi lain dari pemandangan malam
itu, Lamakera terasa sesak dan padat dengan hiruk pikuk aktivitas menyambut
lebaran esok pagi. Suatu hal yang dikhuatirkan ialah kebutuhan air untuk ribuan
warga Lamakera yang saat itu hadir disana. Alhamdulillah meski jumlah sumur
yang terbatas tapi sumur sumur tersebut dapat mensuplai kebutuhan air bagi
ribuan warga Lamakera yang akan menyambut hari kemanangan basok pagi. Robbana ma kholaqta hadza bathila subhanaka
fakina adzabennar. Tuhan kami tidak sia sia Engkau menciptakan Lewotana
Lamakera yang penuh barokah bagi kami, maha suci Engkau ya Allah, jauhkan kami
dari siksaan api neraka.
Event ini menjadi penting karena
melembagakan tradisi takbir, yang merupakan salah satu pilar tegaknya siar
Islam yang semakin redup perkembangannya. Tradisi kirab obor belakangan ini seakan
kehilangan signifikansinya, yang ada hanya ritual tanpa makna. Seakan gemuruh
takbir tidak sanggup membangkitkan semangat pergerakan anak anak Lamakera untuk
menggerakan kebajikan. Padahal sejatinya takbir itu bisa membangun etos
pergerakan untuk melawan dan merombak berbagai tradisi kebatilan yang mengendap
dan melembaga di masyarakat. Kirab obor malam itu diikuti oleh barbagai lapisan
anak anak Lamakera, memperlihatkan aurah optimisme, karena adanya kesamaan
komitment, dan kesanggupan kolektif untuk meneruskan jejak langkah estaveta
perjuangan yang merupakan warisan tradisi lama bagi orang orang Lamakera.
VI. Hari Raya Idulfitri
Sebagaimana perayaan lebaran
lebaran sebelumnya, nampaknya lebaran kali ini memang sungguh berbeda dan
istimewa. Momentum lebaran kali dirangkai bersamaan dengan agenda Reuni Lamakera
IV, suasana renovasi masjid dan pembangunan menara. Karenanya kedatangan
keluarga besar Lamakera yang mengikuti reuni sekaligus ingin melihat eskalasi renovasi
masjid dan pembangunan menara secara lebih dekat. Oleh karenanya banyak warga
Lamakera merasa tertarik dan bersemangat untuk pulang dan berlebaran di kampung
halaman, tanah kelahiran. Gambaran yang demikian ini mempengaruhi situasi lebaran pada kali ini memang berbeda.
Kepulangan warga Lamakera, seakan turut secara bersama sama memulai babak baru tonggak
Kebangkitan
dan Pengkhidmatan Lamakera jilid Dua.
Saking banyaknya warga Lamakera
yang pulang, masjid yang sedang renovasi itu tidak sanggup memuat jamaah yang
mengikuti shalat idul fatri. Teras dan halaman depan kiri – kananpun penuh sesak
dengan luapan manusia. Saking padatnya banyak jamaah yang mengambil posisi di
jalan raya atas dan bawah. Gemuruh takbirpun membahana menembus ruang angkasa
dari kampung yang diapiti perbukitan ini. Luapan suka cita, yang selama ini terendap
seakan menemukan ruangnya, tangis pilu menyatu dalam suasana yang penuh hidmat
itu.
Suasana Lamakera memperlihatkan warna
yang lebih special pada momentum lebaran kali ini. Tidak hanya karena kemegahan
dan kemewahan konstruksi masjid dalam arsitektur modern, melainkan juga pada khutbah idulfitri yang disampaikan
oleh Dr. HM Ali Taher Perasong SH. M.hum, seorang putra terbaik yang dimiliki Lamakera
saat ini. Ali, selain mantan sekjen Pemuda Muhammadiyah, dan pernah menjadi
salah satu direktur Rumah Sakit Islam Jakarta, sementara ini ia dipercayakan menjadi
Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional, dan Staff khusus Menteri Kehutanan RI, yang
membidangi Hubungan social.
Ali Taher Parasong, tidak saja
pulang kampung karena rindu yang lama terpendam. Namun kepulangannya membawa jawaban
atas cita cita dan impian yang pernah terbangun di masa kecilnya dan itulah
mimpi semua anak Lamakera. Ia menjadi energy, dan sumber inspirasi yang mencerahkan sekaligus
sebagi simpul kebangkitan dan penyatuan semua energy yang dimiliki Lamakera
saat ini. Sebuah kebangkitan yang menyatakan kepastian akan posisi Lamakera
sebagai kampung yang menjadi epicentrum yang memotori pergerakan bagi semua
perkampungan Islam di lingkungan Lewotana Lamaholot Watan Lema, yang sudah lama
dinantikan oleh semua warga Lamakera. Kebangkitan untuk menghidupkan kembali tradisi
pergumulan pemikiran, tradisi intelektual, tradisi kekerabatan, tradisi gelekat
lewo, tradisi bersaing secara optimistis yang nyaris tenggelam di Lamakera. Ali
membawa atmosfir social baru, yang mempertemukan dan merekatkan hubungan
psyikhologis putra putri Lamakera dalam semangat saling mencintai sebagai modal
social untuk terus membangun Lamakera, bahkan di kawasan NTT.
Ali Taher Parasong, salah satu inisaitor
dan actor yang melanjutkan jejak peradaban Lamakera sekarang. Ia memulai
kelanjutan langkah peradaban itu dengan memparakarsai kelahiran MA Plus,
renovasi masjid al-ijtihad yang indah dan megah, dan pembangunan menara asmaulhusna
yang termegah dan tertinggi di NTT. MA Plus, Menara, Masjid dirancang secara
integritit menjadi pusat pengembangan islam yang terbaik tidak hanya bagi
Lamakera, namun bagi NTT. MA Plus dengan orientasi pada program Study Islam,
Bahsa Asing, dan IT adalah upaya sistematis mempersiapkan pemikir-pemikir
Islam: Theolog, filosof arsitektur, futuris (ahli ahli masa depan di berbagai
bidang), Sains, dan ilmu ilmu terapan lainnya. Dan pada saatnya nanti Lamakera
akan kembali menjadi epicentrum atau mata air yang memancarkan kekuatan gerakan
peradaban Islam di berbagai penjuru NTT bahkan Indonesia.
Wujud peradaban yang nyata itu
menunjukan, betapa Ali ingin menjadikan karyanya yang bermanfaat untuk semua
orang, seperti digambarkan dalam pepatah arab “khoirunnasi anfaahum linnasi”
sebaik baik manusia, ialah manusia yang berguna bagi sesama manusia. Bahkan Ali
sering melukiskan tindakannya seperti yang diuraikan dalam salah satu hadits, “La yu’minu abdun hatta yuhibbu liakhihi
kama yuhibbu linafsihi” artinya tidaklah seorang hamba itu dikatakan
beriman sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya
sendiri. Pada tempatnya bila anak anak Lamakera ingin terus mengahrumkan nama
Lamakera dengan karya karya peradaban besar. Secuil karya besar yang ada ini
merupakan tindaklanjut dari karya karya sebelumnya. Ali membangun Sekolah MA
Plus dan merenovasi Masjid serta membangun manarah, diatas landasan fundamental
yang ditinggalkan Abd Syukur Ibrahim Dasi dan generasi seangkatannya. Abdu
Syukur membangun Masjid, SMPI – PGAP Lamakera yang kiranya pantas disebut
sebagai landasan infrastktur peradaban Islam. Diatas landasan inilah inilah Dr. HM Ali Taher parasong dkk menorehkan
cetak biru lukisan peradaban Islam masa depan. Abd Syukur meletakan landasan
historis dan landasan social, yang saat ini menjadi infrastruktur peradaban
yang sangat kokoh. Tanpa karya Abd Syukur dan generasi seangkatannya, sudah
pasti generasi angkatan kita masih menerawang seribu langkah yang tidak pasti.
Ali, sosok pemimpin dan ilmuan yang berkarakter, ia hadir dalam momentum waktu
yang tepat untuk menjawab kegersangan, kegalauan psyikhologis, kekosongan
kepemimpinan warga Lamakera setelah kurang lebih 20 thn kepergian Abd Sykur ID
dkk.
Melalui karya karya agung seperti
renovasi bangunan masjid al ijtihad, menara asmaulhusna setinggi 45 m, MA Plus dengan
program bahasa asing, IT dan studi islamica, segeran disusul proyek pemboran
air, pembangunan Pusat Pendidikan Islam Lamakera Terpadu, gerakan ini
sesungguhnya untuk mendeklarasikan bahwa Lamakera tetap menjadi mainstrim gerakan
pengembangan peradaban islam (Islamic center) yang utama di NTT. Apalagi
Lamakera merupakan sebuah perkampungan islam yang turut andil dalam rangkaian sejarah
pergerakan pengembangan Islam di kawasan NTT.
Sholat idul fitri kali ini pun nampak
sempurna dan khusu’ karena diimami oleh Drs. Ahmad Umsan M.Pd, juga putra
Lamakera yang merupakan salah satu qori tingkat nasional. Jamaah shalat idul
fitri tidak saja memahami konten khotbah, melainkan turut menghayati irama
bacaan khotbah yang dibacakan dengan penghayatan yang dalam dan bahkan diiringi
dengan tangisan, sehingga suasana peribadatan menjadi khidmat, hening dan syahdu,
jamaah larut dalam sasana kesedihan dan meneteskan air mata, seakan turut
merasakan denyut kebahagiaan sebagaimana
yang sedang dirasakan oleh HM. Ali Taher Parasong yang sedang berkhotbah.
I.
Serimonial
Pembukaan.
Acara pembukaan pada reuni empat
ini agak berbeda bahkan unik. Biasanya pembukaan dilakukan diawal dari rangkain
seluruh kegiatan. Namun pada momen reuni ini, acara pembukaan diadakan di
tengah rangkaian acara. Tepatnya dilakukan setelah lebaran. Jadi sudah
didahului oleh kegiatan Panggung rakyat, latihan muballigh, latihan IT dan
Teknis penulisan untuk siswa MA Plus dan MTs.N. Reuni kali ini juga diselimuti
suasana duka meninggalnya Ibu Aminah Ternate, ibunda dari Sdr Bahder Maloko
Sekretaris Panitya Reuni VI. Keluaarga besar Lamakera peserta reuni turut
berkabung dalam suasana duka ini, Karena itu acara pembukaanpun ditunda sehari
kemudian.
Acara pembukaan digelar di malam
hari persis di depan halam atau teras masjid. Selain gema kalam Illahy yang
dikumandangkan oleh duet qori dua pasangan bersaudara Ahmad Usman dan Malik
Usman. Dilanjutkan dengan Prakata Panitya oleh MHR. Shikka Songge. Di tengah
tengah hadirin yang memadati acara pembukaan reuni empat Putra Putri Lamakera,
Ketua Panitya memaparkan beberapa pokok pemikiran tentang reuni empat dalam
mengisi sambutannya. Semakin jauhnya relasi atara sekolah dan masjid, serta
rumah rumah adat dan masjid. Masjid tidak lagi berfungsi untuk membentuk
kesadaran spiritual para pelajar. Jarak kesenjangan antara putra putri Lamakera
bagaikan kaca retak, yang tak dapat dipakai untuk mengaca diri. Inilah potret
buram wajah Lamakera saat setelah kepergian Tokoh besar Abd Syukur ID dan
Generasi seangkatnya. Namun demikian bagi Lamakera Abd Syukur mewariskan
potensi kaum intelektual, sarjana yang berserakan dan belum terurai manfaatnya.
Lamakera yang pernah besar dan mempunyai nama dalam sejarah gerakan plitik di
NTT semakin redup gaungnya dan semakin tidak diperhitungkan.
Apa yang kita kerjakan sekarang
adalah tindak lanjut rekayasa sejarah masa depan dari karya besar Abd syukur ID
melalui Pendidikan Yayasan Tarbiyatul Islamiyah. Dari lukisan sejarah karya Abd
syukur telah melahirkan tonggak tonggak perubahan, penyebar panji peradaban
Islam di seluruh kawasan NTT. Tanpa gerakan kasadaran profetik yang sistematis
oleh Abd Syukur, kita tidak menemukan perkembangan Islam di NTT seperti
sekarang. Kesuksesan Pak Syukur dan Generasi seangkatannya adalah merupakan
momentum sejarah yang monumental dan terpenting, kita sebut sebagai Generasi
Penggerak dan Pengkhidmatan Lamakera Jilid I. Maka tugas berikutnya dengan
modal masjid yang megah, manarah asmaulhusna pencakar langit, Pusat Pendidikan
Islam Lamakera Terpadu (Lamakera al-Markaz) di dalamnya ada MA Plus adalah
modal gerakan dan pengkhidmatan untuk melahirkan Pemikir Islam, Theolog Islam,
Filosof Islam, Futuris Islam, serta saintis saintis Islam di semua bidang.
Tugas peradaban kita, tidak berangkat dari ruang kosong, atau ruang tanpa
sejarah. Sesungguhnya format gerakan Kebangkitan dan Pengkhidmatan Lamakera
Jilid II berpijak pada dasar dasar karya pak Syukur yang sangat kuat.
Bisa dibayangkan bagaimana
seandainya tanpa karya besar Pak Syukur ? Bagi kaum terpelajar dan rasionalis,
dengan yakin dapat memastikan bahwa pada generasi kita tanpa karya Pak Syukur
kita masih menerawang seribu langka untuk maju. Dan oleh karena itu kenapa
hampir 20 thn Pak Syukur dan generasi seangkatannya satu demi satu pergi
meninggalkan kita, kita menjadi galau, resah, tanpa pemimpin, sementara Pak
Syukur mewarisi Lamakera puluhan sekolah, ratusan sarjana, tenaga pendidik,
birokrat yang cukup tersedia. Inilah warisan mulia Pak Syukur dan generasi
seangkatannya.
Sementara dihadapan kita tantangan
globalisasi, modernisasi, secularisasi, dan juga demokratisasi dan
kapitalisasi, yang dapat menyihir seluruh struktur hidup kita. Dapat dipastikan
bahwa nilai nilai baru yang datang dari luar itu, bisa menjadi ancaman atau
bisa juga merupakan peluang kebangkitan bagi keberadaan warga Lamakera. Warga
Lamakera menerima globalisasi dengan berbagai rangkaiannya atau tetap dengan
system nilai Lamaholot yang dianut oleh orang Lamakera. Tentu kita bisa
berhadapan dan berseberangan dengan globalisasi beserta seluruh rangkaiaannya,
atau kita akan terggilas oleh gulungan ombak besar globalisasi, karena sufat kekukuhan
kita dan watak intoleransi kita terhadap nilai nilai baru itu.
Disisi yang lain potret wajah kaum
terpelajar Lamakera, mengalami pergeseran focus dan locus paska kepergian Abdu
Syukur dan generasi angkatannya. Lamakera kehilangan tokoh patron yang selama ini
menjadi panutan pemikiran dan pergerakan perubahan di Lamakera. Wajah angkatan
kaum terpelajar Lamakera baagaikan kaca retak yang tak dapat dipakai untuk
mengaca diri. Kalaupun dipaksakan maka menghasilkan wajah kita sama retaknya
seperti kaca tersebut. Tentu kondisi kaum terpelajar yang demikian ini tidak
akan menjadi rahmat bagi Lamakera, daan Lamakera pun tidak menjadi rahmat untuk
Indonesia. Bagimana mungkin Lamakera menjadi agen yang akan mengkonsolidasi
jalan baru menuju kebangkitan kalau demikian gambarannya ?
Untuk itulah reuni empat ini
kesempatan emas bagi kita untuk menjahit kohesivitas, memperteguh komitmen,
merawat keceerdasan, mempertajam visi agar dapat menggagas rancangan agenda
strategis untuk dapat melanjutkan karya besar Pak Syukur dan generasi
seangkatannya, sebagai cara yang paling tepat mempertahankan sekaligus
memperbesar tanggungjawab Gerakan Kebangkitan dan Pengkhidmatan Lamakera Jili
II dalam menginstitusikan Peradaban Profetik di Belahan Timur Indonesia.
Sekaligus jahitan kohesivitas semua angkatan kaum terpelajar Lamakera, adalah
modal untuk setiap kita melamar menjadi bhagian dari masa depan.
Berikutnya sambutan selamat datang
oleh Hamka KS, mewakili para sepuh pemuka ketua adat Lamakera. Bapk Hamka
selaku pemuka dan tokoh masyarakat mengucapkan selamat datang untuk semua putra
putri Lamakera untuk mengikti reuni empat. Reuni ini gagasan besar untuk
memajukan Lewotana lamakera. Lebih lanjut ia mengajak semua pihak di Lewotana
untuk turut mendukung kesuksesan acara reuni empat yang sudah dirancang oleh
anak anak anak tie. Dan semua warga Lamakera harus bersatu pada mensukseskan
hajatan yang mulia ini.
Sambutan berikutnya Ketua PKLS
Jakarta HM. Syarifin Maloko sekaligus membuka secara resmi agenda reuni ke VI
Putra Puri lamakera Se Indonesia. Dalam sambutannya Syarifin menekankan bahwa
Perubahan merupakan suatu hukum kepastian yang tidak bisa ditunda tunda.
Perkembangan globalisasi yang didukung ilmu pengetahuan dan teknologi
informasi, berbagai perkembangan di dunia luar saat ini telah masuk dan terjadi
di Lamakera, jika tidak disikapi secara tepat, maka pada suatu saat Lamakera
tidak hanya tertinggal tapi bisa tergilas oleh pengaruh perubahan global. Untuk
itu beliau menghimbau kepada semua warga lamakera supaya taa tou untuk ago
Lewotanah Lamakera untuk menghadap proses prubahan yang terus berjalan.
Persoalan Lamakera yang kompleks ini hanya bisa diselesaikan oleh kita orang
orang yang terdidik. Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan
lagi. Untuk itu reuni empat ini menjadi
wadah yang tepat untuk menyatukan semua orang Lamakera menjadi potensi untuk
membangun Lamakera.
Melalui reuni empat semua potensi
strategis duduk bersama saling membagi gagasan, membangun pemikiran, merumuskan
agenda strategis untuk mencerdaskan dan percepatan pembangunan Lewotana
Lamakera melalui pendidikan. Karena para ahli di berbagai dunia menyepakati
bahwa pendidikan merupakan leding sector yang menggerakan peradaban besar. Ia
mengutip pendapat Ibn Kholdun, bahwa dari Sembilan pondasi pembangunan
peradaban manusia, pondasi pertama adalah pendidikan. Kemajuan Pendidikan yang
pernah dicapai oleh Lamakera itulah yang menyebabkan Lamakera menjadi desa
pendidikan yang diminati oleh anak anak umat dari berbagai perkampungan Islam
di sekitar wilayah Adonara, Lembata dan Solor. Tapi prestasi yang gemilang
tidak lagi dirawat dan pelihara sehingga hilang begitu saja.
Acara Pembukaan dilanjutkan dengan
pengukuhan peserta reuni yang ditandai oleh penyematan peserta reuni kepada
semua delegasi reuni yang diwakili oleh pimpinan PKLS yang hadir oleh Syarifin
Maloko, Ketua PKLS Jakarta.
Pengukuhan peserta reuni pada
semua pimpinan delegasi PKLS memiliki makna pshyikhologis, filosofis dan
politis yang penting. Bahwa reuni empat memformulasi visi dan kesdaran geraka
generasi Lamakera pasca angkatan Pak Abd Syukur dalam derap langka kebersamaan.
Seperti yang digambarkan Allah dalam al-Quran “Shoffan Kaannahum Bunyanun Marshus”. Bahwa semua warga PKLS
memiliki tekad dan komitment yang kuat untuk mengikuti dan mensukseskan
rangkaian reuni empat. Para delegasi reuni maupun semua warga PKLS memiliki
tekad dan komitmen moral intelektual untuk mendiskusikan setiap persoalan yang
timbul secara internal maupun eksternal yang dihadapi warga Lamakera. Serta komitmen
yang kuat secara kecendekiaan untuk memberikan pertanggungjawaban empirist,
yaitu merawat, mengurai dan menata sosok Lamakera dalam perspektif berikutnya.
Lamakera dalam tarikan cultur
local, maupun benturan antara cultur islamisme dan modernism yang secularistis,
adalah gumpalan masalah yang menghadang. Belum lagi persoalan social dan
psyikhologis antara warga Lamakera sendiri yang berserakan. Secara kolektif
dengan latar deversifikasi kemampuan sumber daya manusia yang terorganisir,
adalah energy potensial untuk pengkhidmatan Lamakera jilid II. Sebuah jilid
perubahan yang diwarnai oleh struktur Peradaban yang Bermartabat, yaitu
Peradaban yang Sejahtera, Berkeadilan dan Berdaulat bagi warga Lamakera.
Pengkhidmatan Lamakera Jilid II,
dirancang secara profesional oleh tenaga tenaga yang terdidik dan terlatih yang
memiliki kapasitas yang teruji dan terukur serta ahli di bidang masing masing “kuntum khoiru ummah ukhrijat linnas
wata’muruna bilma’ruf, watanhauna anilmunkar, watuminuna billah”. Suatu kaum
yang terbaik dilahirkan untuk melakukan rekayasa perubahan bagi kemaslahatan
semua, perubahan yang meneguhkan keimanan kepada Allah. Bahkan merekapun dapat
fungsikan sebagai potret generasi ulil al-Bab, yang selalu risau dan gelisah
dengan setiap perubahan yang gerjadi. “Inna
fi kholqissamawati walard, wakhtila fillaili wannahari laayatin liulilalbab.
Alladzina yadzqurunalllaha qiyaman waqoudan, wala junubihim, wayatafakkaruna fi
kholiqissamawati walard, rabbana ma kholakta hadza bathila subhanaka faqina
adzabennar.
Suasana pembukaan semakin meriah
dengan sejumlah hiburan dana dani yang ditampilkan oleh delegasi reuni yang
hadir. Pembukaan reuni dipadati oleh keluarga Lamakera baik yang datang dari
luar Lamakera maupun para orang tua yang di Lewotana sendiri. Nampak jelas
halaman masjid yang menjadi pusat kegiatan reuni membeludak dibanjiri oleh para
orang tua, muda mudi, siswa siswi serta semua delegasi reuni.
Dialog
Peradaban
Konstruksi Visi dan Misi, Gerakan
Pengkhidmatan Lamakera Jilid II, untuk mewujudkan Martabat Peradaban Lamakera
yang Sejahtera, Berkeadilan dan Berdaulat, adalah sebuah tema besar. Tema ini
menunjukan betapa warga Lamakera memiliki concern
yang kuat untuk mewujudkan tatanan social masyarakat yang berperadaban dan
bermartabat. Yaitu suatu peradaban yang memfokuskan pada kultur kemuliaan
manusia, (Culture of Humen Dignity). Agenda
yang terpenting ini, akan terealisir bila diawali dengan upaya memetakan secara
tepat kemampuan dan kesediaan Sumber Daya Manusia yang di miliki Lamakera saat
ini.
Estimasi tentang ruang lingkup konstruksi
suatu peradaban, sangat bergantung atau bertitik tolak pada rekap kekuatan SDM
yang dimiliki baik pada aspek kuantitas dan kualitas yang telah tersedia.
Inilah yang menjadi tolokukurnya, dengan begitu kita dapat mengkalkulasi atau
mengestimasi langkah langkah dan sasaran yang dirahi. Untuk hal itu, maka event
Panggung Rakyat dan Dialog Peradaban serta rangkaian agenda yang lain, menjadi
arena terpenting untuk memetakan dan mengukur seberapa besar peluang yang kita
miliki dalam merakit peradaban Islam NTT dari Lamakera. Untuk hal itu Dialog
Peradaban dengan melibatkan potensi intelektual anak anak Lamakera, dengan
berbagai keahlian dan profesi yang dimiliki, dapat dengan mudah dipetakan
beberapa sesi dengan focus bahasan dan locus permasalahan sebagai berikut:
Sesi
Pertama, Dialog
Peradaban memfokuskan pembahasannya pada tema: Etos keilmuan dan Budaya
Pendidikan Warga Lamakera Dulu, Kini dan Esok, Dalam Perspektif Pengukuhan
Martabat dan Penegakan Kedaulatan. Pembahasan tema ini dengan menampilkan
beberapa pembicara utama antara lain: Sdr Abdul Malik Usman, Drs, MA.g, Umar
Sulaiman yang dipandu oleh sdr Umar Ibnu Alkhatab, Drs, Ms.I. Ketiganya adalah
putra asli Lamakera, dan sebagai tenaga pengajar di kampus masing masing. Abdul
Malik dosen UIN Yogyakarta, Umar Sulaiman dosen agama islam pada Politeknik
UNDANA Kupang, dan terakhir Umar Ibnu Alkhatab juga tenaga pengajar pada
Universitas Flores Ende. Selain kedua panelis tersebut, panitia juga mengundang
Drs. Pahlawan Mukin, dan sdri Nur Anisa Ridwan, keduanya berhalangan hadir karena
kesibukan di tempat tugas masing masing. Kedua pembicara yang tampil ini
merekomendasi beberapa poin pemikiran sebagaai berikut:
Pertama, Jatuh
bangunnya suatu peradaban di muka bumi tidak terlepas dari etos (sikap) ilmiah
dan budaya pendidikan. Kedua, Out put
dari lembaga pendidikan formal di Lamakera juga prestasi dan reputasi yang
dirahi di luar Lamakera, tidak berbanding lurus dengan perubahan yang terjadi
di Lamakera sendiri, terutama di bidang pendidikan. Ketiga, Diperlukan sikap optimism dan berani mengambil inisiatif
memulai langkah pertama untuk mengambalikan kedaulatan Lewotana Lamakera
melalui upaya membangun kembali etos keilmuan dan budaya pendidikan warga Lamakera.
Sesi
Kedua,
pada kajian sesi kedua ini membahas sebuah terma sebagai berikut: Menimbang
Relevansi System Nilai dan System Budaya Lamaholot, dan Pola Kepemimpinan
Sosial Di Tengah Gempuran Demokratisasi, Modernisasi dan Kapitalisme Global.
Sesi kedua dialog peradaban ini menampilkan pembicara antara lain: HM. Syarifin
Maloko, Umar Ibnu Alkhatab, dan dipandu oleh sdr Sya’ban H. Karim. Sementara
sdr Alwan Sinagula, dijadwalkan sebagai pembicara, yang bresangkutan juga
berhalangan hadir karena ada kegiatan di tempat yang lain.
Pemikiran yang berkembang dalam
sesi kajian ini dapat disarikan sebagai beriku:
Pertama, Kehidupan masyarakat Lamakera
seakan akan terputus dengan rangkaian sejarah masa lalu. Dimana nilai nilai
agama dan budaya tidak mendapat perhatian yang selayaknya. Nilai nilai kesatuan
dan gotong royong mulai memudar. Pembangunan spiritual dan material belum
mencapai tujuan yang diharapkan karena berjalan tersendat sendat. Seakan akan
masyarakat Lamakera mengalamai kemandekan (discontinue)
dan tidak dapat dipastikan arah perkembangan (unpredictable).
Sebagai masyarakat yang dibentuk
oleh keanekragaman budaya, Lamakera dengan sendirinya menjadi sangat rentang dengan
konflik eksplosif (memiliki daya ledak yang sangat cepat dan luas) dengan jiwa
masyarakat yang sangat organis. Karenanya kita menyaksikan potret social
Lamakera yang tiada pernah sepi dengan konflik kepentingan. Bahkan tiap hari
kita diperlihatkan potret kekersan secara terbuka oleh masyarakat. Meski
demikian kondisi ini tidak mengurangi etik kolectivisme dan kolegialisme dalam
berbagai hal. Perbedaan dan kekersan tidak mengurangi atau merubah keaslian watak
dan karakter gotong royong yang sejatinya menjadi potensi dan energy social
warga Lamakera.
Sesi
Ketiga,
pada kajian sesi ketiga mendiskursuskan sebuah topic yang berkenaan langsung
dengan problematikan social ekonomi di Lewotana Lamakera. Yaitu “ Pembangaunan
Ekonomi Sektor rill, yang Berbasis Sumber Daya Kelautan”. Tema ini dibahas oleh
para pembicara yang membidangi kebijakan disekor kelautan dan pelaku ekonomi
sector rill. Mereka itu ialah, Sdr Malik Bachtiar, sdr Ibrahim Ismail, sdr Kiki
Umar perasong, sdr Syamsi Hamsid secara spontan diminta kesdiaannya di depan forum
untuk menjadi pembicara. Syamsi, selain mantan kepala dinas Koperasi Kabupaten
Lembata, beliau juga memiliki unit usaha kreatif yang bisa dipaparkan sebagai model
yang bisa ditularkan. Sdr. Malik Bakhtiar, berdinas di Dinas Kelautan dan
perikanan kabupaten Sikka Flores, sdr Ibrahim Ismail, juga berdinas di Dinas
Kelauatan dan Perikanan kabupaten Lembata, sdr Kiki konsultan dan pengelola Islamic
center Jakarta. Pembicara lain yang sudah dihubungi jauh sebelumnya, Ramdan
Untung, ketua PKLS Kupang, juga berhalangan hadir, karena ada agenda di tempat
yang lain. Kelancaran acara atas keteraampilan dan kelihaian sdr Mahben jalil,
anggota KPU dan dosen ekonomi pada salah satu Perguruan Tinggi di Kabupaten
Tegal yang memandu sesi ini.
Forum ini menarik, dan menyedot
perhatian pengunjung karena diantara para pembicara, menyoal nasib warga
Lamakera yang pada umumnya yang berprofesi sebagai nelayan. Apalagi para
pembicara juga lahir dari lingkungan para nelayan. Disitu menyatu kesadaran
yang sama untuk dapat membedah anatomi persoalan yang menggumpal yang
seharusnya telah menjadi inti masalah yang sedang melilit kehidupan para
nelayan. Yang lebih menarik lagi, sdr Malik Bakhtiar mempresentasikan
makalahnya dengan menggunakan infocus sehingga para peserta yang terdiri dari
orang tua berprofesi nelayan ini dapat mengikuti urainnay dengan saksama.
Bahkan ada bapak dan ibu yang terkesima lalu sampai meneteskan air mata,
mungkin kagum sekaligus terharus melihat kelihaian sdr Malik Bachtiar dkk
dengan alat yang sangat modern ketika memparkan pemikirannya. Form ini terasa
berhikmah karena para orang tua yang nelayan mereka mendapatkan informasi
tentang kebijakan pengelolaan ikan dan potensi kelautan lainnya. Nampak para
peserta dialog peradaban dalam sesi ini mendapat pencerahan tentang kebijakan
di bidang kelautan dan perikanan serta usaha lainnya. Apalagi rangkaian
pemikiran dan kebijakan itu disampaiakan oleh anak anak Lamakera sendiri yang
tidak terbayangkan sebelumnya. Sekitar tahun 80 - 70 ke sana, di zaman itu hampir
bahkan tidak ditemukan orang Lamakera menjadi pimpinan instansi dan pelaku
kebijakan di bidang kelautan.
Sesi
Keempat,
Mengembangkan Sistem Pertahanan dan Keamanan berbasis Budaya Lamaholot, Upaya
Mengukuhkan Martabat Peradaban Rakyat. Sebelum negara terbentuk dan memiliki
perangkat pertahanan seperti UU, lembaga pertahanan dan keamanan, masyarakat
sudah mempunyai system nilai untuk menjaga keamanan dan pertahanan kehidupan
mereka. Apalagi negara semacam Indonesia yang bersifat negara bangsa, tentu setiap
suku bangsa mempunyai nilai budaya yang berkaitan dengan sistem pertahanan dan
keamanan. Kekayaan ini rasanya belum dimanfaatkan secara efektif untuk
memaratabatkan derajat manusia. Sesi ini mestinya disampaikan oleh Dandim, Kapolres
Flores Timur dan sdr Ahmat Johan DM, namun ketiganya dalam waktu bersamaan ada
kegiatan lain yang tidak bisa ditinggalkan. Meskipun demikian acara tetap
berjalan dengan pembicara AKBP Hasan Bajo dan salah satu staf kepolisian dari
Polres Flores Timur. Sesi ini nampaknya menjadi sesi yang terpenting bagi
kebanayakan warga nelayan Lamakera yang menghadiri. Karena mereka sadar dengan kebiasaan
mereka yang yang belum bergerser. Yaitu cara menagkap ikan dengan masih menggunakan
alat alat yang tidak ramah lingkungan, dan mengancam keselamatan jiwa manusia.
Mengingat hal yang demikian tentu rawan dan rentan bagi nelayan Lamakera,
terhadap persoalan yang berkenaan dengan keamanan.
Terkait dengan tradisi penangkapan
ikan oleh segelintir warga Lamakera yang tidak ramah lingkungan dan berdampak
pada pencemaran satwa laut, forum ini merekomendasi sebuah pendekatan
komperhensif dan massif. Pemerintah tidak cukup melakukan pencegahan dengan
pendekatan kemanan yang bersifat normative semata. Masyarakat memerlukan solusi
segera dari krisis yang dihadapi. Karena itu diperlukan pendekatan terpadu oleh
semua instasni pelayanan masyarakat. Misalnya dinas social, dinas koperasi,
dinas perdagangan, dinas kelautan, dinas pembangunan daerah tertinggal, dinas
pertanian, dinas kehutanan, secara terpadu memobilisasi program semata mata
untuk mensejahterakan rakyat Lamakera dan desa muslim yang berbabasis nelayan. Dengan
begitu warga Lamakera dengan sadar akan meninggalkan tradisi penangkapan ikan
yang selama ini dinilai tidak ramah lingkungan. Kesan negative selama ini yang
dirasakan oleh masyarakat Lamakera, bahwa mereka didiskriminasi oleh Kebijkan Pemerintahan
Larantuka yang tidak memihak dan tidak menguntungkan posisi masyarakat Lamakera
yang bertradisi nelayan.
Sungguh disayangkan bila
pembangunan di Flores Timur tidak berorientasi kerakyatan dan juga tidak melibatkan partisipasi masyarakat di
dalamnya. Sebagai contoh yang factual, begitu banyak bantuan dan subsidi untuk
pembangunan ekonomi yang berbasis kelauatan dan pesisir tidak mengarah dan
melibatkan masyarakat Lamakera dan desa desa muslim sekitarnya yang secara
historis dan sosiologis berprofesi sebagai nelayan. Dengan pendekatan strategi
pembangunan berbasis partisipatif maka akan memicu angka pertumbuhan. Dan sudah
barang tentu Lamakera dan sejumlah desa muslim disepanjang pesisir Solor Timur
bagian utara dan selatan akan menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi yang
significan bagi pembangunan Flores Timur. Lantas pertanyaannya kenapa demikian
diskriminatif Larantuka terhadap Lamkera, dosa apakah warga Lamakera sehingga
Larantuka seakan menutup sebelah mata melihat Lamakera ? Jawabannya politis dan
ideologis, kalau membangun Lamakera berarti membangun orang islam, membangun
orang Lamakera yang islam sama halnya dengan membangunkan singa yang sedang
tidur.
Sesi
Kelima,
Tema bahasan sesi ini berkaitan dengan “Peranan Civil Society Penguatan
Kedaulatan Rakyat Mewujudkan Peradaban Yang Bernartabat”. Sesi terakhir dari
rangkaian dialog peradaban, cukup mendapat perhatian public karena terkait
dengn rendahnya posisi tawar warga Lamakera untuk mendapatkan hak kewargaan
yang seharusnya mereka dapatkan sebagai warga negara di alam kemerdekaan. Kondisi
yang memilukan ini menunjukan seakan pemerintah Flores Timur melakukan
pembiaran dan pengabaian terhadap hak hak sipil warga Lamakera. Terlalu banyak
contoh untuk ditampilkan dalam kasus ini. Sebut saja ekonomi masyarakat
Lamakera yang berbasis pesisir dan kelautan, apakah pemerintah peduli dengan kebijakan
untuk percepatan ekonomi masyarakat Lamakera yang berbasis pesisir dan kelautan
? Sementara masyarakat Lamakera dari zaman ke zaman dikenal sebagai masyarakat
nelayan, dan mempunyai tradisi penangkapan ikan paus dan pari dengan cara
menombak yang masih tradisional.
Selain itu persoalan jalan raya,
air bersih dan listrik, yang menjadi kebutuhan primier juga tidak mendapat
perhatian pemda Flotim ? Rakyat dibiarkan hidup tanpa air bersih, aliran
listrik yang tidak memenuhi kebutuhan, jalan yang rusak, transportasi anatar
pulau yang tidak memenuhi persyaratan ideal. Sarana public yang saat ini sudah ada
di Lamakera, transportasi antar pulau, aliran listrik yang sudah menyala, air
yang sebentar lagi akan mengalir ke rumah penduduk adalah sepenuhnya dan
sesungguhnya ini merupakan ihktiar politik putra putri Lamakera sendiri. Sucses
itu bukan prestasi kebijakan pemda NTT apalagi pemda Flores Timur. Rasanya
dengan kondisi ini seakan akan orang Lamakera tidak punya pemerintahan yang
memberikan perhatian untuk melayani apa yang seharusnya menjadi kebutuhan warga
Lamakera. Pada sisi itu, patut kita berbangga dan berbesar hati secara
optimistis, bahwa warga Lamakera bisa mendiri, tetap mendiri dengan martabat
kemanusiaan tanpa pemda Flotim atau pemda NTT.
Dan harus diakui bahwa warga
Lamakera memilki modal social berupa etos progresif untuk mengukuhkan hidup secara
mandiri. Lamakera punya sejarah tersendiri tentang dinamisasi spirit kewargaan.
Dalam bidang pendidikan misalnya orang Lamakera mempunyai inisiatif sendiri
mendirikan Sekolah Dasar kls III, kemudian disempurnakan menjadi kls VI, lalu
diikuti membuka SMI, yang kemudian menjadi PGAP, perjuangan mendirikan kantor camat Solor Timur
yang beribukota di Menanga, dan hari ini kita mempunyai MA Plus juga merupakan inisiatif
sendiri. Inilah cara orang orang
Lamakera merekayasa masa depan.
Prestasi semangat kewargaan ini,
jauh di masa penjajahan telah dicontohi oleh tokoh terbaik kami, Aba haji
Ibrahim Tuan Dasi. Ia rela dihukum oleh pejabat Belanda untuk berjlan kaki dari
Larantuka - Ende dan kembali lagi Enda ke Larantuka. Hukuman ini sebagai
konskuensi rakyat Lamakera menolak membayar pajak pada raja Larantuka, adalah bentuk
lain dari pelaksanaan prinsip sivil society. Terma ini dibahas oleh Sdr. M.
Taher Maloko, dan MHR. Shikka songge, dan dipandu oleh sdr Umar Sulaiman.
Jadi Civil Society adalah
formulasi alternative kekuatan sipil ketika menghadapi kekuasaan negara yang
represif dan semena mena. Civil Society merupakan manivestasi kesadaran
objektif masyarakat ketika berhadapan kekuasaan negara yang melampau
batas-batas kemanusiaan universal. Begitu juga ketika negara memonopoli suatu
urusan yang mengabaikan hak rakyat, maka sekitika itu civil society menjadi formula
pembenaran gerakan reaktif dan bisa menjadi perlawanan social. Untuk kasus
Lamakera yang seringkali mendapat perlakuan yang tidak adil oleh pemerintah
Flotim dan NTT, maka Civil Society menjadi modal yang dapat diformulasi untuk
merepresentasi kepentingan rakyat sampai kebutuhan rakyat terpenuhi oleh
pemerintah Flores Timur dan NTT.
II.
Musyawarah
Nasional I PKLS Se Indonesia
Adapun puncak dari rangkaian Reuni
IV adalah Musyawarah Nasional I PKLS Se Indonesia. Musyawarah yang pertama kali
ini mengusung tema: Menggagas PKLS sebagai wadah silaturahim Warga Lamakera yang
Melembaga Secara Nasional. Nampak musyawarah ini mendapat respon, apresiasi
yang positif oleh peserta yang hadir. Pertemuan meski tidak alot tapi cukup
hangat karena masih terdapat ganjalan psyikhologis karena kurangnya bangaunan
komunikasi dan silaturahim antara sesama warga Lamakera diperantuan. Tetapi
secara prinsipil Musyawarah Nasional I PKLS Se Indonesia berjalan sesuai dengan
agenda. Setidaknya ada 11 delegasi PKLS se Indonesia yang menghadiri Musyawarah
Nasional I PKLS. Delegasi delegasi itu terdiri dari: PKLS Jakarta, Kupang,
Alor, Lembata, Larantuka, Ende, Maumere, Bajawa, Makasar dan Menanga, dan para
ketua adat suku pito di Lamakera. Para
pemuka adat itu antara lain: Kasim Karonang (Suku Lawerang) Bahruddin Kader
Songge (Suku Lewokolodo), Ilyas Liwu (Suku Kampung Lamakera), Suhaimin Rejab
(Suku Emaonang), HM. Shale DM (Suku Kukunonang), Jati Kikon (Suku Kikononang).
Munas I PKLS se Indonesia diawali
dengan pembukaan secara resmi, oleh HM Syarifin Maloko, Ketua PKLS Jakarta.
Seterusnya Pleno Pertama dipimpin oleh Bahder Maloko, selaku sekretaris SC
diawali dengan Pengarahan oleh MHR. Shikka Songge, Ketua Sc. Pimpinan siding
Pleno pertama didampingi oleh Malik Usman, Udrus Maloko, anggota Sc. Pleno
Pertama membahas tata tertib sidang, pembagian sidang sidang komisi, pemilihan
pimpinan Musyawarah Nasoinal I. Secara aklamasi peserta sidang memilih beberapa
anggota delegasi menjadi pimpinan sidang Antara lain: Lukman Ebba (PKLS Kupang),
Syamsuddin Songge (PKLS Makasar), Mahben Jalil (PKLS Jakarta), Basyir Bukhory,
(PKLS Lembata). Keempat pimpinan sidang atas kesepakatan bersama, mereka
menyetujui Sdr Mahben Jailil sebagai coordinator pimpinan sidang Musyawarah
Nasional I PKLS se Indonesia.
Pleno pertama melewati dinamika
persidangan yang cukup seru antara Sc dan peserta khsusnya peserta dari PKLS
Kupang, yang diwakili oleh Sdr Umar Bajo. Pleno pertama lebih menyoal soal
proses komunikasi penyelenggeraan Reuni IV tidak diikuti dengan proses
sosialisasi yang mereta. Para pemateri yang kurang terwakili oleh masing masing
wilayah, kenapa Reuni IV hanya menjadi insiatif Jakarta. Pertanayaan peserta clear
setelah adanya clarifikasi, yang disampaikan oleh MHR Shikka Songge (Ketua
Panitia/koord Sc) dan HM. Syarifin Maloko (Ketua PKLS Jakarta), serta tanggapan
para orang Pak M. Jafar Nuruddin, HM Shale DM selaku orang tua. Musyawarah
berjalan dalam suasana yang dilandasi etik Lamaholot yang cinta lewotanah, etik
intelektualisme yang menghargai relativisme kebenaran, dan diikat oleh kemotmen
persaudaraan sebagai anak anak Lewotana.
Selanjutnya Musyawarah Nasional I
PKLS berlanjut dengan pleno II. Pada pleno II ini pembagian sidang sidang komisi: Komisi A membahas soal
program kerja. Komisi B tentang rekomendasi: Komisi C tentang kelembagaan PKLS
se Indonesia. Malam hari digelar siding komisi di sekitar masjid alijtihad
Lamakera. Paginya sampai siang dilanjutkan Pleno pengesehan hasil hasil sidang
komisi. Pada pleno ini diputuskan sejumlah program strategis untuk pembangunan
Lamakera ke depan.
Yang agak alot pembahasannya pada
peleno ini berkenaan dengan struktur kepemimpinan PKLS 5 thn mendatang. Komisi
C menawarkan struktur tertinggi adalah kongres, atau musyawarah nasional, yang
diadakan setiap 5 thn sekali. Kepanityaan pada kongres mendatang diserahkan
pada PKLS Kupang. Semua PKLS tunduk pada keputusan Munas I dan semua PKLS
terikat dan bertanggung jawab untuk melaksanakan program-program atau garis
kebiajakan organisasi yang diputuskan pada munas I di Lamakera. Inilah nilai srategis pada putusan ini. Keputusan
munas bersifat mengikat hubungan institusuional antar kelembagaan PKLS se
Indonesia. Di mana pada lima tahun mendatang semua kelembagaan PKLS se
Indonesia, mempertanggungjawabkan program program yang dilaksanakan pada forum
munas sebagai institusi pengambilan keputusan tertinggi.
Bangunan struktur organisasi PKLS
5 thn mendatang itu, dibangun atas asumsi teoritis yang ditawarkan oleh Spencer, bahwa kecenderungan masyarakat
maju dipimpin oleh suatu ide yang diterima kebenarannya secara bersama. Di
dalam masyarakat modern ilmu pengetahuan dan teori merupakan perangkat media
yang dapat mempertemukan cara apandang manusia. Dan kebenaran suatu ide yang
diyakini itu akan memimpin masyarakat dalam mewujudkan suatu bentuk perubahan
yang diharapkan. Peserta Munas I mengadopsi terori ini selain alasan ideal,
adalah mempermudah setaipa PKLS secara kreatif dan kompetitif melakukan
aktivitas yang dipandang bermanfaat bagi penguatan institusi masyarakat dan
percepatan perubahan bagi masyarakat di Lewotanah.
Sebaliknya dikhuatirkan, bila kita
menganut logika structural konvensional yang selama ini dianut oleh organisasi masyarakat
penghuni dunia, akan lamban merespon setiap sesuatu yang terjadi di Lewotana,
karena harus dimusawarakan terlebihdahulu secara organisatoris ditingkat pusat.
Tetapi teori ini juga sekalgus mempunyai kelemahan karena tidak ada control
yang mengawasi kontineutas, relevansi serta kualitas program yang dihasilkan.
Karena itu tetap diperlukan komunikasi non verbal antar pengurus PKLS di
berbagai daerah untuk menjaga keselarasan dan konten suatu program yang akan
dikhidmatkan untuk kemajuan Lewotanah Lamakera dalam agenda Kebangkitan Pengkhidmatan
Lamakera Jilid II.
Alhamdulillah seraya memuji
kebesaran Allah SWT yang maha kuasa, mempertemukan anak anak Lamakera yang
beragam peta pemikiran dapat dipertemukan dalam satu kanfas yang menunjukan
adanya pemahaman dan pemikiran yang relative dapat menerima argumentasi apapun
yang terkait dengan proses percepatan pembangunan Lewotana Lamakera. Meski pada
awalnya tawaran Komisi C mendapat penolakan oleh Sdr M. Natsir Hassan dan sdr
Kiki Umar Perasong, karena dianggap kurang relevan dengan realitas sosiologis
Lamakera, maupun konsep organisasi yang difahami oleh orang Indonesia pada
umumnya. Tetapi melalui argumentasi MHR Shikka Songge (Koord SC), bahwa format
ini Nampak ideal, tetapi bila diresapi maka terlalu pragmatis karena setiap
eksekusi kegiatan ke Lamakera olah setiap PKLS tidak harus menunggu musyawarah
yang makan waktu dan biaya yang mahal, bila dilihat dari sudut geografis dan
kemampuan pada masing masing PKLS.
Selain itu juga menjadi problem
psyikhologis putra putri Lamakera, setelah meninggalnya Pak Abdu Syukur,
keluarga Lamakera seakan kehilangan figure tokoh. Tapi Pak Sukur meninggalkan
warisan infrastruktur peradaban yang luar biasa besar dan mulia yaitu Sumber
Daya Manusia yang tersedia. SDM ini membutuhkan pendekatan menejemen SDM yang
tepat. Bahwa orang pintar dan orang cerdas hanya dikonsolidasi dengan pemikiran
yang benar maka semuanya akan menyatu menjadi energy dalam gerakan perubahan.
Maka generasi ini hanya dapat bersetubuh dengan pemikiran besar dan benar, akan
dapat yang dapat melahirkan anak anak perubahan yang sanggup merahi bahkan
menciptakan perubahan dalam skla apapun. Dan Lamakera pada generasi yang
menganut pemikiran ini, akan sanggup menembus batas batas yang tak sanggup
dilewati oleh generasi sebelumnya.
Pembicaraan pertama tentang reuni
IV, sudah dimulai di kupang thn 2007 bertempat di rumah Bpk H. Ridwan Pedang.
Forum ini dihadiri oleh unsure pimpinan PKLS Kupang, beberapa orang tua turut
hadir. PKLS Jakarta dihadri oleh langsung oleh HM Syarifin Maloko (Ketua PKLS
Jakarta). Rapat ini pun menyepakati beberapa poin penting: 1. Menyetujui
pelaksanaan reuni empat dengan pembagian tugas, Jakarta sebagai SC, sedangkan
Kupang sebagai OC. 2. Tugas Kupang mengkonsulidasi kawasan timur, sedangkan
Jakarta mengkoordinasi kawan barat. Panitia SC pun terbentuk setelah
sekembalinya HM Syarifin Maloko di Jakarta. SC Reuni IV dipercayakan kepada Sdr
HMR Shikka Songge dan sdr Bahder Maloko masing masing sebagai ketua dan Sekretaris.
Panitiapun mulai berkerja mempersiapkan proposal, dengan melakukan beberapa
kali pertemuan untuk menggodok tema-tema reuni. Dalam sosailisasi Reuni panitya
melakukan dengan surat, komunikasi non verbal, juga melakukan kunjungan resmi
pada PKLS Kupang, Lembata, Larantuka misalnya. Secara khusus, MHR Shikka Songge
selaku Koord SC sejak awal telah melakukan silaturahim, koordinasi dan
konsolidasi dengan Kupang, berkali kali dengan Kanda Ramdan Usman (Ketua PJKLS
kupang). Dan dalam pertemuan itu sdr Umar Bajo juga turut menfasilitasi.
III. Bakti Sosial
Acara bakti social dilakukan dalam
bentuk Pengobatan geratis. Alhamdulillah tidak sedikit warga Lamakera yang datang
berobat di sini. PKLS mendapat bantuan obat dari RS Islam Jakarta. Bapak, Ibu
dan anak anak yang dating minta obat sebelumnya di regestrasi, kemudian tensi
darah. Kemudian didengar keluhan atau penyakitnya. Yang teristimewalagi acara
ini disukseskan oleh tim kesehatan yang semuanya anak Lamakera, sebahagian yang
sedang mengabdi, sebahagian yang tengah menyesaikan sekolah perawatan dan
kesehatan. Ini hal yang baru dan membanggakan secara optimistis bahwa kita bisa
berbuat lebih besar dengan kemampuan yang
terorganisir. Sementara di thn 1970 Lamakera baru punya satu bidan yaitu
Maryam Luma ID (alm). Kepergian Maryam di thn 1980 an, kini tumbuh maryam
maryam baru yang berbakat dan berintegritas yang siap berkhidmat untuk
pembangunan peradaban umat. Di tn 2011 wajah Lamakera memang nampak berubah
karena warga Lamakera sudah memiliki tenaga bidan dan perawat kesehatan yang
cukup tersedia. Ibu hamil yang melahirkanpun tidak terlalu cemas dengan kondisi
yang semakin baik ini.
IV. Penutupan Rangkaian Reuni IV.
Sebagaimana lazimnya acara serimonial
penutupan, acara ini diawali dengan gema kalam illah, dilanjutkan prakata
panitya oleh MHR Shikka Songge Ketua SC. Diikuti dengan pembacaan Hasil Hasil
Keputusan Reuni IV oleh Bahder Maloko, sekretaris SC. Sambutan berikutnya disampaikan
oleh Tayib Gegah, mewakili pemerintahan desa. Selanjutnya sambutan sekaligus
Pidato Peradaban II oleh HM Syarifin Maloko Ketua PKLS Jakarta, dan diikuti
dengan penyerahan hasil hasil Reuni IV kepada PKLS Kupang sebagai penyelenggara
Reuni V mendatang, diwakili oleh Lukman Ebba, Ketua Delegasi PKLS Kupang.
Acarapun dilanjuti kesenian tarian oha lilin yang dinanti nati.
V.
Analisis Pemateri
dan Peserta Reuni IV.
Romantika dan dinamika Reuni IV memperlihatkan
corak kegiatan dengan spectrum latar belakang yang cukup kompleks. Karena
itupula format acara, rangkaian materi dan pembicarapun dirancang sebegitu rupa
untuk menjawab problematika tersebut. Terma terma yang tersaji dibangun atas
sejumlah asumsi dan telahaan mendasar terhadap gumpalan masalah yang muncul di
tengah tengah masyarakat Lamakera dan
akan kita hadapi ke depan.
Persalan cultural yang decadent,
benturan antara cultur Islam dan cultur modernism yang secularistis adalah
masalah yang kian menggelembung. Nilai budaya yang baik tumbuh di masyarakat
semestinya dapat dilestarikan untuk membentengi kecenderungan arus modernism
yang mengabaikan dimensi kemanusiaan di satu sisi. Nilai modernism tentu sangat
menihilkan dan mengabusrdkan dimensi kemanusiaan dan mendekonstruksi tatanan
budaya masyarakat. Berbagai hegemoni modernism telah memisahkan manusia dari
cultur kearifannya, bahkan manusiapun menjadi terasing dan menganggap aneh
dengan lingkungan pertama Kampung halaman Lamakera yang menghidupkannya.
Sementara melemahnya kohesi social
antar sesama putra Lamakera, serta tidak berfungsinya jaringan komunikasi
social antar lembaga yang dimiliki Lamakera menjadi satu masalah serius yang
menghambat kemajuan Lamakera dalam banyak hal. Di satu sisi kita berhadapan
dengan kemegahan, keindahan masjid dan menara sebagai sebuah fakta saat ini. Namun
pada sisi yang lain MA Plush, MTS.N MI Tarbiyah, SDN dan SDI di masa depan
perlu disinergikan menjadi pusat pendidikan dan peradaban Islam yang
integralistis. Upaya ini secara otomatic akan menopang peranan masjid sebagai
Pusat Peradaban Islam/Islamic Center atau almarkaz. Namun masalah mendasar
dalam pengelolaan masjid adalah diperlukan menejmen dan wawasan para pengelola
masjid sehingga masjid menjadi rumah perdamaian, rumah besar, rumah spiritual
bagi semua orang Lamakera.
Mengorganisir Visi, misi dan gerak
pengkhidmatan Lamakera Jilid II, hanya dapat dilakukan dengan rekayasa atau kerja
kerja yang bersifat metodelogis, strategis dan ideologis. Reuni IV adalah
proses metodelogis, ideologis sekaligus strategis untuk mengeksplorasi,
membedah, mengukur dan menghitung energy serta kapasitas yang dimiliki oleh
putra Lamakera. Seberapa besar kemampuan potencial yang tersedia dan cadangan
energy yang dimiliki oleh Lamakera paska kepergian Bpk Abd Syukur dan generasi seangkatannya.
Serta merumuskan langkah strategis baru guna memberikan posisi tawar Lamakera yang
sanggup memainkan peran signifikan pada era pertarungan peradaban umat dalam
berbagai aspek di masa depan.
Reuni IV Keluarga besar Lamakera,
berhasil menghadirkan dan memaparkan sebuah potret lengkap perwajahan antar generasi
Lamakera yang menggembirakan. Lapisan generasi yang hadir ini menandakan proses
estaveta berjalan secara berkesinambungan tanpa legs atau kesenjangan. Biasanya
kesenjangan antar generasi itu membawa dampak kemunduran dan berbagai dampak
psyikhologis yang ruwet dan pelik lainnya. Tapi reuni ini menampilkan dan
melibatkan lapisan lapisan penting yang pernah berperan dan tengah berperan,
maupun akan berperan, serta yang menanti peranan, semuanya hadir di Lamakera.
Kehadiran generasi empat lapisan ini menandakan adanya kemauan dan kebersamaan
dalam satu barisan besar dan menjadi kekuatan sejarah dalam gelombang perubahan
peradaban mendatang.
Repsentasi lapisan generasi
Lamakera itu antara lain: Generasi yang dekat dan menjadi inercicle Abd Syukur
ID yang telah berkarya mengkhidmatkan diri untuk Lamakera melalui pendidikan
dan dakwah. Dari mereka yang tersisah dan hadir aktiv menjadi pembicara antara
lain yang direpresentasikan oleh: Drs. H Ridwan Pedang (imam dan penceramah
agama di kota Kupang), Drs. HM. Jakfar Nurdin (Ketua BMT dan imam masjid raya
Nur Syaadah kota Kupang), Drs. H. Habib Abi Pintar (pensiunan pegawai senior
kantor gubernur NTT), HM. Shaleh DM BA (imam masjid raya kota Ende). H. Fatah
Ahmad (Ketua MUI Kota Kupang). Generasi ini memiliki peran penting dalam tugas
penyebaran Islam melalui pendidikan. Mereka merupakan agen agen kepercayaan
abdu Syukur dalam membangun fondasi peradaban Islam di seluruh kawasan NTT dari
Labuan Bajo Flores sampai ke daratan Pulau Timor. Dalam implementasi tugas ini,
mereka bekerja bagaikan anak panah yang sanggup menembus sasaran yang sulit
diperhitungkan. Bahkan mereka rela menjadi syahid atau martir bagi tegaknya
dinul Islam di tempat tugas.
Dua nama putra putri Lamakera yang
perlu diabadikan dalam tulisan ini, dan menjadi inspirasi dan motivasi
pergerakan bagi anak anak Lamakera di kemudian hari, ialah Bpk Abdul Muis bertugas di desa Kelikur Lembata,
pulang hanya dengan jenazah. Abdul Muis adalah rombongan ekspedisi pertama ke
Kedang bersama Hud Usman Mahing, M. Hasan Kadir Shikka, Lukman Edong, Zainuddin
Wokar (semuanya telah dipanggil kehariban Allah). Menyusul St. Harfan binti
Abdul Kadir Shikka Songge, meninggal dalam gulungan lumpur dingin bersama
sejumlah siswa di tempat tugas Wairiang Kedang Lembata 1961. Pada merekalah
pantas dikenang jasanya, dan dianugerahi tanda jasa sebagai Pahlawan Pendidikan
Islam.
Generasi Lamakera lapisan ke dua yang
diundang menjadi pembicara direpresentasikan oleh: Drs. HM Tuan TS (Kepala
Sekolah STM Walang Jaya Jakarta), Mansur KS (Guru Jakarta Barat), Kompol Hassan
Bajo (Perwira Polda NTT), Drs. Ahmad Usman (Dosen di Jakarta), Drs. H. Ramdan
Usman (Kadolog NTT, tidak hadir), HM. Syarifin Maloko SH, MSi. (Ketua Partai
Bulan Bintang, mantan anggota DPRD DKI) Drs. H. Arsyad Marhun (Kepala Dinas
Kependudukan Flores Timur), Syamsi Hamsid SH (mantan Kepala Dinas Koperasi Kab Lembata),
Drs. H. Pahlawan Mukin (Mantan Kepala Sekolah MAN Model Kupang, Kabag TU Kanwil
Kementrian Agama NTT, tidak hadir). Lapisan generasi lebih beruntung. Karena
angkatan ini mendapat posisi penting sesuai dengan disiplin keilmuan dan
prestasi kerja mereka. Perjuangan mereka untuk mendapatkan jabatan tidak
sesulit generasi sebelumnya. Karena mereka memiliki alat pendukung yang cukup
kuat, selain title akedemis yang dimiliki mereka juga tertolog oleh jaringan
generasi sebelumnya yang sudah menempati pos pos penting birokrasi pemerintahan.
Dilevel ini kebanyakan mereka bersebar di berbagai instansi dan sukses merahi
jabatan Kepala dinas, Kepala bidang di berbagai dinas, Kabang TU di kanwil,
Pejabat kepolisian di Polda NTT, Kepala sekolah, Pimpinan Partai Politik
Nasional, Kadolog NTT. Dan umumnya lapisan ini selain borokrat juga guru baik pada
kementrian agama maupun kementrian dikbud. Prestasi yang diraih inilah menjadi
kebanggaan bagi Lamakera.
Lapisan ketiga generasi Lamakera
direpsentasikan oleh: Dr. HM Ali Taher Parasong (staf khusus Mentri Kehutanan
RI) Drs. Abdul Malik Usman, MAg (Dosen UIN dan UGM Yogyakarta), Drs. Lukman
Ebba (Guru STM Kupang), Muahammad Magung Songge (Kades`Motonwutun), Tayib Gega
(kades Watobuku), MHR. Shikka Songge (Peneliti dan Konsultan Politik CIDES), M.
Udrus Maloko, (kerohanian RS Islam Jakarta) Ir. Ibrahim Gafur (Guru SMK Jepara),
Hamid H. Rauf (Perwira TNI di Pekanbaru), Drs.Taher Maloko MHI, (dosen UIN
Maksar) Drs. Nur Anisa Ridwan MSi (dosen Inibraw Malang). Drs Kamaluddin
Perasong MPd (guru dan aktivis Parpol).
Lapisan ke empat Generasi Lamakera
diwakili oleh: Umar Ibnu Alkhatab (Ketua Umbudsmen Denpasar), Malik Bachtiar
(Dinas Kelautan Sikka), Abdul Kadir AS (Dinas Kelautan dan Prikanan Kupang),
Nurdiin Thaher MSI (PNS Maksar), Umar sulaiman MAg (dosen Undana), Syaban H,
Karim MAg (dosen Undana), Ibrahim Isre (PNS Lembata), Ahmad Habib Abi Pintar
(aktivis LSM Kupang), Ahmad Johan (Sekjen BM PAN), Mahben Jalil (KPU Tegal), M. Natsir Hassan (PNS Flores Timur), M. Kiki
Umar Perasong (LSM), Harun Belaga (Pengasuh Pondok Bogor), Bahder Maloko
(Pekerja Politik), Rifai Syuaib (guru) dll.
Inilah sketsa pembicara dan
panitya yang mewaikili generasi angkatannya. Tentu masih banyak kader kader
terbaik Lamakera yang belum mendapat kesempatan pada reuni kali ini, insya
Allah akan diagendakan pada reuni mendatang. Formasi ini memperlihatkan
kesiapan dan kesediaan warga Lamakera dalam gugusan yang terkonsolidasi
bagaikan “Sofwan kaanahum bunyanun Marsus”. Yaitu suatu bangunan yang tersusun
rapi dan kokoh.
Terlebih lagi Reuni IV kali ini
secara represntatif diwarnai oleh generasi lapisan ke tiga dan keempat. Tentu
ini menjadi kebanggaan dan optimism. Bahwa Lamakera memiliki Lapisan sumber
daya cukup tersedia. Sejumlah sarjana di bidang kelauatan, perawat dan
kesehatan lingkungan, sarjana pemerintahan, sarjana hukum, sarjana bahasa,
sarjana IT dan Komunikasi, Sarjana ekonomi Syariah, sarjana pendidikan, sarjana
agama, sarjana kedokteran, sarjana pertanian, sarjana filsafat dan teologi, dll.
Lebih dari itu beberapa putra Lamakera sudah merahi perdikat S2, dan ada beberapa
yang sedang menyelesaikan program S3. Alhamdulillah
pada saat laporan ini dirampungkan seorang putra terbaik Lamakera HM. Ali Taher
Parasong telah merahi gelar Doktor bidang Hukum Tata Negara di Universitas
Pajajaran Bandung. Deversifikasi keilmuan itu telah menghantarkan putra Lamakera
menduduki bergagai jabatan instansi dimana mereka mengabdi. Ada yang menjadi
dosen, peneliti, birokrat dengan fariasi jabatan: kepala bidang, kepala seksi,
guru. Selain itu ada aktivis partai politik, polisi, konsultan, LSM, bahkan ada
yang menjadi demonstran. Yang menarik pula di catatat, bahwa meskipun dari
Lamakera tanah nangersang, Lamakera telah menyumbangkan dua putra terbaiknya
menduduki jabatan elite partai Politik di tingkat nasional. HM Syarifin Maloko
salah satu ketua DPP Partai Bulan Bintang. Juga HM Ali Taher Parasong
dipercayakan menjadi salah satu unsure Ketua DPP PAN.
Lapisan generasi generai diatas
terutama lapisnan pertama dan kedua, yang hari ini menikmati pensiun hari tua,
maupun yang sedang berkhidmat dari berbagai institusi dan level pengabdian,
mereka adalah pekerja keras, petarung ulung untuk merahi masa depan. Mereka
bergumul dengan kemiskinan dan ketidak punyaan untuk bisa sekolah. Sekolah
dengan kemiskinan adalah impian yang tersembnyi pada setiap anak Lamakera untuk
merahi masa depan. Sambil menjadi siswa`di Sekolah Rakyat pada saat itu, mereka
mencari kayu bakar, ikut menjadi nelayan bersama orang tua, apakah pergi nuha,
pergi bekka, atau pergi wula, semua dilakukan hanya untuk sekolah. Orang tua
mereka penjual ikan, penjual kapur bakar, penjual leppo, penjual kayu, penjual
garam. Hasil jualan untuk dibarter untuk mendapatkan makanan local seperti
wata, ue, tapo, semua makan itu tidak tumbuh di Lamakera. Karena memang Lamakera
tidak tumbuh tumbuhan yang diharapkan. Namun sebagai nelayan dari hasil penjualan
ikan, para orang tua dapat menghidupkan anak anak untuk bersekolah dari merahi
masa depan mereka.
Generasi Lapisan ketiga khususnya,
di thn 1970 an mereka masih sekolah MIS (Madrasah Ibtidaiyah Suwasta), SD
Negeri Lamakera. Di zaman itu sehari hari mereka berangkat sekoah tidak
menggunakan alas kaki, pakian apa adanya, seragam hanya didapatkan pada bulan
agustus untuk upacara peringatan kemerdekaan di kecamatan. Siswa dan siswi
madrasah ibtidaiyah misalnya, mereka belum punya gedung sekolah, ruang kelas
berpindah pindah, tidak ada alas duduk kecuali menggunakan batu bata sebagai
alas duduk ketika menerima pelajaran. Kegiatan belajar mengajar kadang di rumah
penduduk karena belum ada ruang kelas yang permanen. Untuk mendapatkan buku-buku
dan alat tulis, kapur, siswa harus mengambil pasir untuk dijual pada penduduk
yang memerlukan pasir. Atau menarik perahu penduduk yanag akan dilautkan.
Yang menarik lagi baik siswa dan
guru tidak mempunyai buku panduan belajar dan ajar, oleh karenanya bapak dan
ibu guru hanya menggunakan nalar dan instink keguruannya untuk maengajar. Semua
itu dilakukan dengan maksud agar siswa bisa mengikuti pelajaran di sekolah.
Bila tidak dengan cara itu siswa urunan duit dari uang jajannya untuk membeli
kapur, sapu, buku absen, penghapus papan, dan hal hal lain yang diperlukan di
sekolah selama kegiatan belajar berlangsung.
Reuni IV Lamakera Se Indonesia, menampilkan
mereka mereka sebagai pembicara, moderator, panitya penyelenggara reuni dan sebagai
peserta reuni. Pada momentum yang terpenting ini, terlihat jelas sosok sosok
kaum terpelajar, idealis, kaum pragmatis, kaum eksistensialis mempertarukan
pemikiran dan gagasan untuk masa depan Lamakera. Mereka adalah orang orang yang
terpelajar, memiliki tradisi intelektual yang baik, membaca buku, bekerja keras
dan professional. Bahkan mereka telah memiliki posisi penting di berbagai
instansi tempat mereka mengabdi. Semua itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi
Lewotana Lamakera.
Dengan tekad yang bulat serta
kemauan yang gigih, anak anak Lamakera telah menjadi tenaga yang penting di lingkungannya.
Kemauan untuk bekerja keras, ditopang oleh etos keilmuan, kemampuan daya saing,
watak kemandirian, telah sanggup merubah jalan hidup mereka, meskipun kebanyakan
anak anak Lamakera terlahir dari latar social yang kurang beruntung, bahkan
orang tua mereka adalah orang orang yang terpinggirkan oleh kebijakan
pembangunan. Orang tua yang miskin, hanya sebagai nelayan dan papalele di
kampung, adalah menjadi tantangan dan motivasi terbesar untuk menggugat
keadaan, meninggalkan mitos maupun tradisi kemiskinan dan keterbelakngan
melalui gerakan kebudayaan yaitu ilmu dan pendidikan.
Ilmu
Pengtahuan dan Pendidikan tidak hanya menjebolkan benteng kemiskinan dan
kebodohan, melainkan sanggup menciptakan revolusi peradaban, sanggup
menghantarkan masyarakat Lamakera menggapai supremasi social yang bermartabat.
Ilmu dan pendidikan merupakan dua hal yang terkait antara essesni dan
eksistensi yang sanggup membebsakan manusia dari berbagai nestapa kehidupan.
Dengan ilmu pengetaahuan manusia Lamakera meruntuhkan berbagai arogansi
kekuasaan. Dan dengan Ilmu pengetahuan manusia Lamakera memiliki kesanggupan
untuk menembus tirai tirai mitos dan tradisi kekuasaan absolutism. Dengan Ilmu
Pengetahuan pula, orang orang Lamakera akan berdiri tegak secara confidinc dan
bermartabat di hadapan semua golongan
umat manusia tanpa diskriminasi.
Allah
berfirman “Ya masyarol jin walins
anistathotum antanfudu min aqtorisamawati walardi fanfudu, la tanfudu illa
bishulthon” artinya wahai bangsa jin dan manusia juka engkau sanggup menembus
batas antara lang dan bumi maka tembusilah. Dan sekali kali kamu semua tidak
sanggup menembus. batas tersebut, kecuali dengan kekuasaan, (QS. arraham 30)
Kukuasaan dalam pengertian derifativ berarti memiliki kemampuan yang diperlukan
dalam proses perubahan: modal ilmu, modal politik dan modal capital. Dengan
demikian suatu agenda perubahan, akan tercapai ketika agenda tersebut didukung
oleh ilmu pengetahuan, kekuasaan politik dan modal capital.
Pembentukan
Panita dan Kerja Panitaa Reun IV.
Untuk kelancaran dan kesucsesan
pelaksanaan rangkaian agenda Reuni IV, dan Munas I PKLS, maka dibentuklah
kepanitiaan Stering Commite dan Organising Commite. SC dikomandani oleh MHR.
Shikka Sonnge dan Abdul. Bahder Maloko, masing masing sebagai Ketua SC dan
Sekretaris SC. Sedangkan Oragansing Comite dikomandani oleh Sdr Kamaluddin
Parasong dan Harun al-Rasyid Belaga, masing masing sebagai ketua Oc dan
sekretaris OC. Sunan lengkapnya baca pada halaman lampiran. Namun dalam
perjalanan kesibukan Kamaluddin Parasong dan Harun al-Rasyid Belaga, maka
untusan OC langsung dihendel oleh ketua dan sekretasi SC.
Mengingat jauhnya jarak Jakarta
dan Lamakera, serta padatnya rangkaian kegiatan maka PKLS Jakarta sebagai
inisiator dan pemerkarsa Reuni IV membentuklah panitia local di Lamakera untuk
urusan teknis. Untuk hal ini MHR. Shikka Songge, dalam kapasitasnya sebagai
Ketua SC Reuini IV, mewakili PKLS Jakarta membentuk Panitia Teknis Reuni IV di
Lamakera.
Proses pembentukan Panita teknis
Reuni IV dalam terbuka diahadiri oleh para ketua adat 7 suku, tokoh masyarakat,
dua kepala desa Moton Wutun dan Wato Buku. Usai gambaran umum tentang rangkaian
agenda reuni oleh MHR Shikka Sonnge, dibentulah empat orang formatur yang
bertugas untuk pembentukan panitia tenis reuni empat. Formatur itu antara lain:
Taib Gega mewakili pemerintahan desa dibantu oleh Arba daja, Rugaya Salem,
Engga Belaga. Dalam forum itu juga Farmatur berhasil membentuk Panita teknis
reuni empat yang dipimpin oleh M. Natsir Hasan dan Abd Haris, masing masing
bertindak sebagai ketua dan sekretaris. Susunan Panitia selangkapnya baca pada
halaman lampiran.
Panitiapun mulai mengawali
kegiatannya dengan melakukan konsolidasi untuk pematangan persiapan menuju pelaksanaan
reuni. Mengkomunikasin pembicara local, sosialisasi undangan, persaipan tempat
tempat kegiatan peresmian majlis taklim masjid alijtihad berbasisi suku suku, dialog
peradaban, panggung rakyat di beberapa tempat, serta pelatihan mubaligh dan
Islamic center. Pelatihan IT dan penulisan karya ilmiah untuk siswa dan sisiwi
MA Plus dan MTs di sekitar Lamakera, terakhir hiburan kesenian. Semuanya
dipersiapkan oleh panita tenis dengan baik. Itulah gambaran rangkaian tugas
teknis panitia local, meskipun disadari terdapat kekurangan di sana sini, namun
semua rangkaian acara berjalan dengan baik karena adanaya kerja sama dan
tanggungjawab untuk Lewotana Lamakera yang tercinta.
MHR.
Shikka Songge
Tidak ada komentar:
Posting Komentar