Proposal Penelitian dan Penulisan Biografi
Abd Syukur Ibrahim Dasi
A.
Pendahuluan
Proses pembentukan peradaban suatu
masyarakat, tidak terlepas dari peran atau pengaruh penting seorang tokoh. Sejarahpun
membuktikan berbagai perubahan yang bersekala dunia juga ditentukan oleh
kekuatan dan integritas seorang tokoh. Begitu pula halnya gerakan peradaban Islam
di wilayah Lamaholot Kepulauan Solor maupun jazirah NTT pada umumnya juga dipengaruhi
oleh seorang tokoh pergerakan yang menjadi locomotifnya. Abd Syukur ID menjadi
actor yang memimpin gerakan perubahan masyarakat Islam NTT, melalui pendidikan
dan dakwah dimulai dari Lamakera sebagai titik centrum pertama.
Jejak sukses karya peradaban Abd Syukur
nampak jelas, pada sejumlah sekolah yang dirancang baik dari tingkat TK sampai
jenjang SLTA, dan sejumlah kebijakan yang dihasilkan selama ia menjabat sebagai
Kepala jawatan Pendidikan Agama Islam tingkat Flores di Lamakera/Ende dan tingkat
NTT di Kupang. Semua ikhtar itu ditujukan untuk membebaskan umat islam dari
dilema kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan social, dan mewujudkan
tercapainya kesamaan derajat sesame umat manuisa. Sehingga umat Islam NTT
mendapatkan status atau derajat social yang sama dengan umat lain. Terobosan
ini terasa kegunaan dan manfaatnya yang sangat penting, karena dengan
pendidikan umat islam termetamorfosa menjadi sama tinggi dan sama rendah dengan
golongan katolik/Kristen yang mayoritas NTT. Bisa dibayangkan bila saja
terobosan peradaban ini tidak dimulai oleh Abd Syukur, tentu posisi umat islam
yang minoritas menjadi umat inferior, tidak memiliki posisi tawar, dan menjadi
korban eksploitasi oleh kelompok mayoritas. Abd Syukur tidak hanya berhasil di
kampungnya Lamakera solor Timur, juga tidak saja Flores, melainkan sepak
terjang Abd Sykukur dirasakan oleh seluruh umat Islam di NTT. Tentu profil
keberhasilan Abd Syukur ID, tidak terlepas dari peran penting kedua orang
tuanya HM Ibrahim Tuan Dasi dan Ibunda Siti Salamah atau Emma Luma.
Untuk mengurai kembali benang sejarah
yang panjang ini, cukup menguras energy, oleh sebab tidak banyak referensi yang
menguraikan tentang sejarah gerakan kedua tokoh ini. meski demikian ada
beberapa buah skiripsi S1 yang mengupas beberapa karya dari kedua tokoh diatas.
Drs Abdul Hamid ID, menulis Peranan Dakwa alumni PGAP 4th Lamakera, dan Drs Abd Syahar menulis sejarah
masuknya Islam di Lamakera. Kedua skripsi Sarjana Lengkap (setingkat S1
sekarang), sangat jelas memaparkan hasil sebuah penelitian tentang signifikansi
peran kedua tokoh ini dibalik suksesnya proyek pengembangan peradaban Islam
yang bermula dari Lamakera, lalu ke Ende, kemudian terakhir di Kupang. Selain
itu secara lisan kita masih mendengar cerita rakyat atau masyarakat tentang
karya peradaban yang diwariskan oleh Abdu Syukur dan HM Ibrahim Tuan Dasi.
Peranan Abd Syukur ID dan HM Ibrahim
Tuan Dasi, keduanya memiliki peran yang sangat signifikan proses islamisasi dan
pengembangannya. Ibrahim Tuan Dasi, dengan begraoundnya sebagai raja Lamakera
dalam gugusan Solor Watan Lema, daerah kekuasaannya Solor Timur bagian pantai
utara dan pantai selatan semuanya memeluk agama islam. Di wilayah kekuasaannya
tidak ada satu kampungpun yang beragama selain Islam. Inilah merupakan karya
politik monumental dan spektakuler HM Ibrahim Tuan Dasi. Komitmennya sebagai
salah satu raja Islam, ditunjukan secara sangat eksplisit untuk memihak
kepentingan rakyat dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.
Pertama, komitmen keuumatan yang kuat itu
ditunjukan dengan gigih menolak permintaan missionaris untuk mendirikan gereja
di wilayah Islam khususnya di Lamakera. Kedua, menolak pembayaran pajak pada
raja Larantuka, sebagai wujud penolakan kekuasan raja Larantuka yang katolik. Ketiga,
mendatangkan guru guru agama islam baik di Lamakera maupun daerah kekuasaannya
yang lain, untuk mengimbangi guru guru katolik yang ditugaskan oleh
missionaries. Selain itu secara internal di Lamakera HM Ibrahim Tuan dasi juga
mendatangkan seorang yang ahli tentang Islam pada thn 1941, yaitu Bpk Mingge
Iyang. Kedatangan Tokoh ini terkait dengan memanasnya polarisasi pemahaman
Islam antara ata labbeh dan ata bodoh. Tarik menarik antara dua kelompok ini
didasari oleh pemahaman islam bukan atas pemahaman tekstual agama, melainkan
karena tradisi lisan yang sangat kuat.
Sedangkan Abd Syukur, selesai menamatkan
sekolah, ia melanjutkan karya peradaban ayahnya, dengan meningkatkan kualitas umat melalui
perbaikan dan peningktan kualitas sumber daya umat dengan mendirikan sekolah
yang dikelola secara professional melalui yayasan Tarbiyah islamiyah yang
didirikan bersama beberapa teman seperjuanngannya.
B.
Latar Belakang
Permasalahan:
1.
Abad Kegelapan Islam
Lamaholot
Kehadiran Abd Syukur ID, kira kira satu
abad setelah kehancuran Kesultanan Menanga, yaitu di abad 18 M. Abad ini
merupakan abad kegelapan atau kehancuran Islam di bumi Lamaholot oleh
emperialisme Portugis. Sejak itu Lamakera mengambil alih puing puing kerontokan
Islam di Menanga. Sejak peristiwa penghancuran itu, riwayat Peradaban Islam
Lamaholot Kesultanan Menanga, tidak banyak diketahui oleh banyak kalangan. Tidak
banyak artifac yang tertinggal sebagai bukti yang menjelaskan kepada kita. Tapi
setidaknya ada benteng tua, berbentuk empat persegi panajang yang melingkari rumah
rumah penduduk Menanga saat ini menjadi bukti sejarah yang autentik.
Keberadaannya menjadi salah satu fakta sejarah terpenting, dan menjadi alat
analisis yang menjelaskan masa lalu Menanga dan peradaban Islam yang pernah jaya.
Secara psyikhologis Abd Syukur ID mewarisi suatu kebudayaan masyarakat Islam
yang rapuh, akibat keberingasan penjajah.
Benteng ini memang unik, meski usianya telah tua, namun
nampak rapi dan utuh, walaupun hanya berupa susunan batu batu laut tanpa semen yang
merekati, dengan tebal kurang lebih 1,5 m. Benteng yang berbentuk empat persegi
panjang ini lazim disebut oleh penduduk setempat dengan sebutan “kota”. Kota,
adalah frase yang menjelaskan, bahwa Menanga pernah menjadi pusat kegiatan ibu kota
kesultanan. Sebagai ibu kota kesultanan tentu disini pula merupakan pusat
kegiatan, pemerintahan, perekonomian, pendidikan, keagamaan, politik, maupun kegiatan
kebudayaan. Dengan keberadaan benteng ini saja cukup menggambarkan betapa besarnya
suatu kekuasaan di daerah itu. Bangunan Benteng ini menunjukan kehebatan
kekuasaan sang Sulthan yang sanggup memimpin dan menggerakan masyarakat yang
bekerja untuk mewujudkan benteng tersebut. Keutuhan benteng itu masih bertahan
sampai saat, menunjukan ketinggian moralitas dan keutuhan social antara sang
sultan dan rakyatnya. Selain benteng, tiada satupun benda sejarah, bukti
kemajuan Peradaban Islam yang tertinggal. Semuanya hilang tak tersisah dan hilang
tak berbekas.
Bahkan, tidak sedikit orang orang
pintar, yang punya kekuasaan, kekayaan, menggerakan eksodus untuk menyelamatkan
rakyat dari kebiadaban Portugis saat itu. Diantara mereka yang menyelamatkan
diri ke Kupang, Alor, Adonara dan sekitarnya. Sya’ban bin Sanga, salah satu tokoh
kharismatis, ulama besar menyelamatkan diri ke Kupang. Di tempat baru ini, ia
menjadi bintang aktivis pergerakan Islam yang berpengaruh, sehingga ia berhasil
mendirikan sebuah Masjid di Airmata Kupang thn 1812 M. Masjid tua itu masih
ada, dan Airmata kini menjadi perkampungan Islam yang dihuni oleh mayoritas
turunan bangsa Arab.
Kebiadaban Portugis di Menanga dikala
itu tidak menyisahkan peninggalan yang berarti. Semuanya habis diberangus Portugis,
sehingga tidak ditemukan lagi bukti bukti sejarah. Karya besar yang pernah ada,
sudah tiada berbekas, bagaikan Peradaban Yang Hilang. Kecuali benteng tua itu
yang masih tersisah sampai saat ini. Peristiwa penting ini patut dikenang
sebagai proses pemusnahan suatu peradaban islam oleh bangsa emperialis. Boleh
jadi ini merupakan dendam ideologis bangsa Portugis atas pengusaan Andalusia
oleh emperium Islam kurang lebih 7 abad lamanya di Eropa.
Hengkangnya Portugis dari Kepulauan
Solor, seiring dengan “Keruntuhan Kesultanan Menanga” di abad 18 M. Peristiwa
kelam ini ternyata membuahkan perspektif baru gerakan politik muslim Lamaholot Kepulauan
Solor. Keruntuhan Kesultanan Menanga, tidak menjadikan orang-orang Islam
Lamaholot diam, tertidur, takut atau melakukan kompromi kompromi politik. Namun
justeru sebaliknya persitiwa ini menjadi titikbalik, momentum terpenting munculnya
konsulidasi gerkan radikalisasi perlawanan terhadap imperialism.
2.
Gerakan Solor
Watan Lema
Abd Syukur lahir dan melewati masa kanak dan remajanya pada saat ayahanda tercintanya sedang berada dipuncak kekuasaan sebagai raja Lamakera. Selain sebagai Raja Lamakera, juga salah satu tokoh dan pemimpin Islam Lamaholot terkemuka, HM Ibrahim Tuan Dasi bersama rekan sejawatnya para Raja Solor Watan Lema yang lain melakukan inisiatif melahirkan gerakan baru sebagai bentuk perlawanan yang terkonsulidir dan terorganisir. Yaitu kerajaan Labala di Lembata, kerajaan Lamaker, kerajaan Lewohayong di Solor, kerajaan Lamahala, kerajaan Terong di Adonara. Keliama kerajaan ini berhimpun dalam Pacta Solor Watan Lema. Para raja-raja Islam ini juga menyepakati satu Manivesto Politik “Gerakan Politik Non Coorperatif” terhadap kolonialism. Dan HM Ibrahim Tuan Dasi, adalah salah satu tokoh yang sangat menentukan dalam kerja sama antara pacta Solor Watan Lema. Bahwa umat islam yang berhimpun dalam Pacta Solor watan lema tidak pernah berkompromi dengan kekuatan manapun yang bersekutu dengan emperialis. Inilah bentuk komitmen dan visi raja raja Islam di wilayah Kepulauan Solor untuk mempertahankan kedaulatan umat dan keyakinan Islam sebagai agama tauhid. Salah satu dampak dari sikap noncoorperatif utu ialah, HM Ibrahim Tuan Dasi, bersedia menerima hukuman jalan kaki dari end eke Larantuka.
Dampak Politik Non Coorperatif, yang
beraroma diskriminatif terhadap umat Islam, terus berlangsung, sejak masa
kemerdekaan bahkan di era reformasi ini. Kebanyakan perkampungan Islam tidak
menjadi prioritas dalam pembangunan. bahkan cenderung diabaikan oleh Belanda
Hitam yang saat ini tengah berkuasa. Penempatan pejabat daerah sangat jarang
diberikan pada orang islam meskipun memiliki kapasitas dan kapabilitas. Polarisasi
antar Islam dan katholik, yang diperlihatkan melalui diskriminasi pembangunan, nampaknya
sulit berakhirr. Dalam bahasa Lamaholot polarisasi ini diistilahkan dengan
sebutan “Kiwan dan Watan” Kiwan, sebutan bagi Katolik dan watan sebutan bagi
muslim.
Bila ditelusuri lebih mendalam, sesungguhnya
dikhotomi kekuasaan atas perspektif ata Watan dan ata Kiwan seperti yang
terjadi di Flores Timur, adalah produk politik divide et empra. Kebijakan demikian merupakan startegi colonial
Belanda untuk memecah belah kekuatan Lamaholot. Proses pelemahan ini
dimaksudkan untuk melanggengkan kekuasaan emperialisme Belanda di bumi
Lamaholot. Dengan begitu Belanda lebih leluasa mengambil upeti dan merampok
hasil bumi warga Lamaholot. Raja Larantuka dan Istana Kebon Sirih sekaligus kekuasaan
dibawahnya dijadikan sekutu dan mitra Belanda. Raja Larantuka dengan stecholder
senantiasa mendapat dukungan dan support oleh fihak koloni. Sementara raja raja
Islam Solor Watan Lema konsisten menolak membayar pajak dan tidak mau tunduk
pada kekuasaan raja Larantuka. Abd
Syukur merekam dengan baik jejak perjuangan politik ayahandanya. Situasi ini
juga menjadi latarbelakang yang sangat kuat mewarnai alam pemikiran dan
pergerakan Abd Syukur selanjutnya.
Apalagi setelah kemerdekaan 17 Agustus
1945, Larantuka ditetapkan sebagai ibu kota kabupaten Flores Timur, problema dikhotomisasi
dan diskriminasi pembangunan nampak sempurna. Hal ini terjadi di semua wilayah
berpenduduk mayorotas muslim, khususnya wilayah yang memiliki hubungan historis
dengan Watan Lema. Di zaman penjajah umat Islam berada di gardah terdapan
berjihad melawan imperialis, namun begitu kemerdekaan umat islam diisolir,
dialenasi bahkan dimusuhi. Seakan umat Islam tidak punya peran sejarah dalam
memerangi emperialis Portugis dan Belanda di bumi Lamaholot Kepulauan Solor
Flores Timur NTT.
3.
Kehadiran Abd
Syukur ID, Tokoh Inspirator dan Ideolog Peradaban Islam NTT
Kondisi kegelapan kebudayaan Islam
Lamaholot, setelah diruntuhkan oleh Portugis di abad 18 M, dan Polarisasi ata
lebbeh dan ata bodoh yang menjamur hamper di semua wilayah Islam di Kepulauan
Solor, serta gap antara Watan dan Kiwan atau Islam dan Katholik, menjadi
problem sisal politik yang sangat serius bagi masyarakat islam. Kondisi ini diperkirakan
akan memberikan dampak buruk yang panjang, yang sangat merugikan minoritas umat
Islam di Flores dan NTT di zaman kemerdekaan, bila tidak segerah diatasi. Di tengah
kecemasan itu muncul seorang tokoh yang cemerlang dan kharismatis, Abd Syukur
Ibrahim Dasi dengan berbagai langkah terobosan cerdas dan fundamental.
Atas dukungan orang tuanya HM.
IbrahimTuan Dasi (raja Lamakera pada saat itu) beserta segenap masyarakat Lamakera,
beliau mengawali tugas peradaban itu. Dari Lamakera ia memikirkan, merencanakan
dan menggerakan langkah sistemik untuk membangun pilar peradaban Islam guna
menjawab persoalan umat di semua kawasan NTT. Merubah khutbah jumat dalam
bahasa arab, yang dibacakan pada setiap shalat jumat, menjadi bahasa melayu.
Hal ini adalah kerja peradaban pertama dan terpenting, yang kemudian dapat membangun
visi dan persepsi, serta mencerdaskan masyarakat muslim tentang hakekat kehidupan,
kemanusiaan dan kemerdekaan. Hampir dapat dipastikan, bahwa selama khutbah
jumat disampaikan dalam bahasa arab, tidak akan sanggup merubah pandangan umat,
apalagi membangkitkan spirit pergerakan umat, karena umat tidak faham pesan
pesan islam yang disampaikan dalam bahasa arab.
Dengan ikhtiar pembacaan khutbah jumat
berbahasa melayu, merupakan proses pencerdasan umat tanpa biaya. Melalui
khutbah yang berbahasa melayu, umat mendapatkan pelejaran tentang ajaran islam
secara langsung. Pendekatan ini merupakan edukasi yang membeskan manusia muslim
dari belenggu penindasan karena ketidak tahuannya. Sekaligus merupakan terobosaan mewujudkan
kesetaraan dan kesederajatan sesama umat. Bahwa islam tidak mengenal
diskriminasi atas dasar prbedaan kelas social, melainkan semuanya sama di
hadapan Allah kecuali mereka yang bertaqwa.
Sepajang penjajahan Belanda di wilayah
Solor, masyarakat Solor tidak bisa mendirikan sekolah. Maka di zaman penjajahan
Jepang, april thn 1943 masyarakat Lamakera secara swadaya mendirikan SR (Sekolah
Rakyat) hanya sampai kls III. Untuk memenuhi kebutuhan rakyat terhadap
pendidikan yang lebih sempurna, Abd Syukur melalui TPS (Taman Pendidikan Syukur
Seruan Yang Utama Untuk Kebaktian Umat) 1949, ia membuka program lanjutan dari
kls IV – kls VI, yang diajarkan sendiri. Dan untuk melanjutkan tamatan SR, Abd
Syukur yang hanya tamatan Schacel School (sekolah Belanda setingkat SD 6 th) memprakarsai
berdirinya Sekolah Menengah Islam (SMI) 1952 -1953. Berdirinya sekolah
merupakan kegembiraan bagi warga Lamakera dan sekitarnya, karena dapat
menyekolahkan anak anak mereka di tempat ini. Namun dirasakan sebagai ancaman
yang meresahkan bagi warga (non muslim). Sehingga tidak sedikit pernyataan
sinis yang diucapkan secara sadar oleh salah seorang “guru katholik” kalau di
Lamakera ini dapat didirikan sekolah sekolah SLTP Islam, maka saya akan
berjalan dengan kepala ke bawah. Bagi Abd Syukur dan warga Lamakera umunya
pernyataan tersebut bagaikan cambuk yang memicu semangat gerakan untuk terus
menjaga dan mendukung sekolah tersebut sampai berhasil.
Pada perkembangan lebih lanjut, sesuai
dengan tuntutan problematik, dan menyadari pentingnya kebutuhan tenaga guru
untuk kelanjutan pencerdasan umat, atas`persetujuan bersama SMI pun dirubah
menjadi Pendidikan Guru Agama Pertama (PGAP) 4 thn. Setulus dengan prinsip
komitmen kejuangan pendiri serta kuatnya kekuatan dukungan masarakat terhadap
eksistensi PGAP 4 th ini, semua halngan dan rintangan berujung dengan
kesuksesan sekolah ini yang sanggup melahirkan tamatan dsan tamatan.
Gerakan angkatan pertama PGAP Thn yang
tamat thn 1957, bagaikan mateor menembus perkampungan Islam di kawasan pedalaman
P. Solor, P. Adonara dan P. Lembata yang masih terisolir. Daerah daerah
kepulauan di kawasan timur ini, bagaikan hutan belukar. Belum ada sarana
transportasi dan komunikasi baik laut maupun darat. Kalaupun ada hanya milik
yayasan katolik juga sangat langka kehadirannya. Mereka mengemban tugas sebagai
guru dan mubaligh, mengajar sekaligus berdakwah. Mereka membuka Madrasah
Diniyah Islamiyah guna mengajarkan ajaran agama islam, atau menjadi guru agama
pada Sekolah Rakyat. Melalui pendidikan dan dakwah mereka mencerdaskan anak
anak bangsa, memetamorfosa kondisi kejumudan umat, membebaskan umat Islam dari belenggu
keterbelakangan dan penindasan. Ditangan para guru guru yang sekaligus mubaligh
ini terdapat secercah harapan umat untuk menatap masa depan. Masa depan
kesetaraan umat manusia, tanpa penindasan dan diskriminasi.
Bersama sejumlah tokoh Islam di Ende thn
1956, Abd Syukur mendirikan Yayasan Tarbiyatul Islamiyah. Yayasan ini mempunyai
fungsi dan peran strategis, untuk menaungi sekolah islam, mempersiapkan kader
kader yang kelak memperbesar dan memperkuat posisi umat islam di masa depan. Kehadiran
Yayasan Tarbiyatul Islamiyah, memperkuat visi dan misi Abdu Syukur untuk mengembangkan
PGA 6 th (Pendidikan Guru Agama) di Ende dan di Kupang thn 1958 dan PGA-PGA di berbagai tempat yang lain.
Kedua PGA 6 thn yang tertua di NTT ini, kemudian dinegerikan oleh pemerintah menjadi
PGAN. Belakangan ini baik di Ende dan di Kupang, kedua PGAN tersebut telah
berubah pula menjadi MAN dan MtsN. Selain itu Abd Syukur juga mengirim kader
kader terbaik yang tamatan PGAP 4 Thn
Lamakera dan Waiwerang melanjutkan ke PGAN 6 Thn Mataram dan Malang. Juga melakukan
kerja sama dengan beberapa lembaga pendidikan di Sumatera, Jawa, Sulawesi, untuk
mendatangkan para guru agama Islam.
Sebagai pemikir dan arsitektur umat, Abd
Syukur memadukan Gerakan Pendidikan dan Dakwah sebagai Grand Strategic, yang
akan mengimbangi diskriminasi kebijakan oleh Belanda hitam di zaman
kemerdekaan. Abd Syukur tidak menjawab tantangan dengan kecurigaan maupun sikap
pesimisme apalgi apatis. Melainkan dengan optimisme ia merintis dan mendirikan
sekolah untuk mendidik cikal bakal pendidik dan muballigh. Ikhtiar ini bagaikan
ia menanam kayu jati yang akan dipanen pada 20 - 25 thn mendatang. Dan pilihan
ini ternyata melahirkan peta baru, tentang sebuah potret social umat, yang terkonstruksi
melalui kekuatan penalaran yang sangat dahsat dan menjadi bingkai dasar bagi kebangkitan
peradaban Islam di Flores dan NTT. Kader kader yang dihasilkan melalui karya
edukatif Abdu syukur, saat ini melesat bagai anak panah peradaban yang menembus
pelosok pelosok NTT. Mereka memiliki watak dan karakter pengkhidmatan serta
militansi perjuangan yang cukup teruji, sehingga mereka secara suka rela mengemban
misi Pendidikan dan Dakwah di
berbagai tempat yang terisolir, seperti pedalaman Manggarai, Bajawa, Ende, Shikka,
Flores Timur, Lembata, Alor, Waingapu dan
Timor.
4.
Generasi Kedua
Abd Syukur ID
Penulis ingin menunjukan beberapa nama
pelaku pendidikan dan dakwah, kader angkatan pertama yang dihasilkan Abd Syukur
ID. Pertama, H. Mahmud EK (alm 2011)
selain kepala Dinas Pendidikan Agama Islam Kabupaten Ende beliau juga ketua Front
Dakwah Ismiyah. Mahmud EK juga mendirikan MTs dan MA Tarbiyah di Ende. Di luar
tugas itu dia memperkarsai les agama Islam untuk siswa siswi SLTP - SLTA se
kota Ende yang berpusat di kompleks Yayasan Tarbiyah Ende. Salah satu karya
monumentalnya ialah mendirikan Pondok Pesantren Modern Salafiyah Ende Flores
sekaligus sebagai pimpinan Pondok sampai akhir hayatnya (2011). Di tengah
tengah kesibukaannya pak mahmud Juga membina beberapa MI dan melakukan kegiatan
dakwa pembinaan umat di lingkungan kota Ende dan sekitarnya.
Kedua, HM. Hasan KS
(alm 2007), menjawab kegelapan dan kegelisahan politik, krisis aqidah islam masyarakat
Lewohayong Solor Timur NTT pasca G. 30
S. PKI. Selain menjalankan tugas pokoknya sebagai Guru Agama Islam SDN
Lewohayong, Pak Hasan pada thn 1969 bersama masyarakat setempat merintis dan
mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Suwasta (MIS) Tarbiyah Lowohayong, MIS Tarbiyah
Lewogeka, MDI (Madrasah Diniyah Islamiyah Menanga) yang menjadi emberio MIS
Tarbiyah Menanga sekarang, dan menyusul PGAP 4 thn Tarbiyah Lewohayong pada thn
1970. Pak Hasan juga sekaligus dipercayakan menjadi kepala sekolah pertama pada
ke empat sekolah tersebut. PGAP 4 thn dan MIS Lohayong sudah dinegerikan oleh
pemerinth menjadi MTsN dan MIN. Insiatif menghadirkan sekolah sekolah agama seperti
MIS dan PGAP pada akhir 1969 merupakan karya spektakular dan terobosan solutif
yang dapat memulihkan kondisi trauma politik utopis, meningkatkan konfidensi moral
dan maratabat kemanusiaan pasca G30S PKI.
Ustadz Mahmud EK dan guru Hasan (sapaan
yang lazim digunakan oleh murid murid mereka), keduanya tidak sekedar pengajar yang
memindahkan ilmu dari buku ke kepala siswa. Tetapi keduanya adalah guru dan
pendidik, yang mengorganisasikan energy keguruan mereka dalam menggeluti tugas pendidikan
untuk membentuk kualitas anak bangsa. Kedua kader Pak Syukur ini nampak sederhana,
sahaja, istiqomah, tetapi di dalam jiwa mereka tertanam watak radikalisme
perjuangan untuk memertabatkan umat. Keduanya mendararmabaktikan hidup untuk
pengkhidmatan pendidikan meski mereka menghadapi halangan dan tantangan yang
berliku liku. Mereka melakukan pendampingan secara intensif terhadap setiap
kegiatan intra dan ekstra kurikuler, seperti latihan dakwa, shalat lima waktu
berjamaah, shalat tahajjut. Karena disinilah rahasia keberhasilan dalam
pembentukan watak dan karakter pemimpin di masa depan. Dimana mereka menggumuli
dan menggeluti pendidikan dengan karakter
dan akhlak sebagai pendidik Islam.
Ketiga, M. Jakfar
Nuruddin, setelah menamatkan PGAP 4 thn Lamakera, ia melanjutkan ke PGAN
Mataram. Usai tamat dari Mataram beliau mengkhidmatkan diri sebagai Kepala
Sekolah PGAN 6 Kupang, kemudian diangkat menjadi staff Kanwil Dep Agama NTT Di
masa pensiunnya ia tetap aktif membina umat melalui MUI NTT dan menjadi salah satu
pengurus Masjid Raya Nurusyaadah Kupang. Beliau adalah salah satu kader Abd
Syukur sampai saat masih bergiat ditengah tengah umat.
Keempat, Beberapa kader
lain yang sementara ini masih aktif dengah masyarakat misalnya Nurdin Abubakar
Sinagula, M. Saleh DM, Ridwan Pedang, Mahlin Rahim, M. Doni Amir, Salim Silang,
Abdul Fatah Ahmad, sementara ini meski sudah pensiun tetapi tenaga mereka tetap
penting bagi umat. Inilah contoh kader kader yang dibina dan didik Pak Syukur
yang memiliki komitmen yang kuat untuk berkiprah membangun umat melalui wadah
pendidikan dan dakwah.
Generasi
Ketiga, Tonggak Baru Peradaban
Mengutip
ungkapan filosof Islam dari anak benoa Hindustan, Pendiri Pakistan, Dr.
Muhammad Iqbal: “Tak ada tempat di jalan ini bagi orang orang berhenti, sikap
lamban berarti mati, mereka yang bergerak adalah mereka yang maju ke muka, dan mereka
yang menunggu walau sejenak, pastilah tergilas“ Karena itu berbuat masa kini
lebih baik dari pada tidak berbuat apa apa, karena generasi demi generasi
menanti estafeta perjuangan yang harus ditunaikannya, sedangkan kita tidak
boleh menyerahkan racun dalam bentuk apa saja kepada generasi mendatang.
Ungkapan Dr. M. Iqbal ini seakan
menggelitik sanubari anak anak ideologis Generasi Ketiga Abd Syukur. Nampaknya
mereka sangat menyadari bahwa tugas peradaban belum selesai. Abd Syukur boleh
mati, tapi pemikiran dan karya peradabannya tidak boleh lenyap seiring dengan kematiannya.
Tugas dan tanggung jawab peradaban islam di masa depan menantang unuk dijawab
oleh generasi berikutnya sesuai dengan tantangan persoalannya. Pak Syukur telah
sukses melahirkan tenaga guru, dai dan birokrat, tapi ahli ahli pikir tentang
masa depan, ahli ahli keislaman di bidang sains, falsafah, teknologi, theology
maupun ahli perencanaan masa depan, serta profesional dengan berbagai disiplin
keilmuan dalam kebutuhan siklus zaman, dapat dihitung dengan jari atau mungkin
juga belum ada.
Karena itu muncul pemikiran generasi
ketiga Abd Syukur, generasi yang memiliki visi dan komitmen yang jelas untuk
melanjutkan tonggak estafet gerakan peradaban yang dibutuhkan oleh zamannya.
Kesuksesan gerakan suatu peradaban tidak berangkat dari ruang kosong, melainkan
berakar pada tradisi tardisi dan institusi institusi gerakan yang pernah ada.
Gerakan generasi ketiga ini bermaksud mencari mata rantai peradaban yang hilang
dan sekaligus menyambung kembali Tonggak Peradaban Islam yang pernah
tumbuh di Menanga beberapa abad silam. Yaitu Peradaban yang mengangkat
kehormatan social umat, membebaskan umat dari penindasan politik dan
kebudayaan, menghilangkan disparitas social dalam beragama dan berbudaya,
mendekonstruksi keterbelakangana maupun keterpurukan akhlak dengan menguasai
pilar pilar peradaban islam.
Diantara 3 karya peradaban yang menjadi
gagasan generasi ketiga Abdu Sykur ialah: membangun Menara sebagai mercusuar
siar Islam, menunjukan ketinggian cita cita merahi kejayaan umat, mendirikan
maadrasah Aliyah Plus lamakera, Pondok Pesantren Madinatunnajah kesultanan
Menanga. Ketiga upaya ini bagaikan epicentrum kebangkiatan peradaban Islam
Lamaholot NTT. Selain itu generasi ketiga juga menyiapkan biografi Abd Syukur.
Melalui Yayasan Tarbiyahtul Islamiyah
dengan sejumlah sekolah PGAP dan PGA 6Th , termasuk sekolah yang
didirikan oleh kader kadernya di seluruh NTT, Abd Syukur berhasil memetamorfosa
ribuan anak anak muslim menjadi energi perubahan di tengah tengah problema
inferioritas, apatisme, kejumudan dan fanatisme yang merajalela di berbagai
perkampungan Islam NTT. Dengan langkah ini pula Pak syukur telah membangun optimism
umat Islam memandang perubahan masa depan, membebaskan umat islam dari kebodohan
dan keterbelaknagan social serta sikap kebencian terhadap golongan lain karena perbedaan
agama.
Berdasarkan karya karya tersebut, Abd
Syukur berhasil meletakan infra stsruktur Peradaban Islam di NTT. Ratusan
lembaga pendidikan Islam baik di tingkat MI, MTS MA di NTT atau di ditempat
lain, didirikan oleh kader kader peradaban Abd Syukur, adalah karya peradaban yang
dirintisnya sejak penjajahan Jepang. Prestasi ini merupakan fakta yang
menunjukan betapa pengaruh ketokohan Abd Syukur terdepan dan tak tergantikan.
Dengan mempertimbangkan keberhasilan karya dan prestasi yang dicapainya, Abd
Syukur pantas mendapat gelaran sebagai inspirator, arsitektur sekaligus Ideolog
Peradaban Islam NTT .
5.
Kegiatan Politik
Sebagai tokoh pergerakan, diujung
perjuangan Abd Syukur memilih jalan politik untuk memperjuangkan kepentingan
umat. Beliaupun memilih PPP (Partai Persatuan Pembangaunan) sebagai salah satu
jalur untuk memperjuangkan aspirasi politik umat Islam yang diwakili. Dan dalam
proses perjuangan ini ia mendapat kepercayaan spektakular rakyat pemilihnya
untuk menjadi anggota DPRD I NTT.
6.
Masalah
Teraktual
Setelah ketiadaan Abd Syukur, masyarakat
mengalami disorientasi kepemimpinan, kefakuman pergerakan, bahkan kehilangan
keteladanan. Generasi ketiga dari Abd syukur berserakan di berbagai tempat tanpa
terkonsolidasi. Masing masing bergerak menurut enggel dan iramanya sendiri.
Bagi kelompok tradisionalis posisi penting Abd Syukur tak tergantikan oleh
siapapun, sementara proses perubahan terus berjalan dan membutuhkan
kepemimpinan social baru. Oleh karena itu diperlukan insiatif untuk menulis
kembali tapak tapak perjuangan karya peradaban yang dihasilkan Abd Syukur masa
lalu. Inisiatif ini penting agar generasi kedepan memiliki keteladanan,
memiliki panduan. Abd Syukur adalah
tokoh pemandu zaman yang perlu diwarisi semangat dan cita cita perjuangannya.
C.
Ruang Lingkup
Penulisan:
Penulisan Biografi Abd Syukur ini melingkupi beberapa aspek:
1. Faktor
lingkungan Lamakera, Solor Watan Lema , NTT
2. Pengaruh
Ketokohan ayahandanya HM Ibrahim Tuan Dasi
3. Pemikiran di
bidang Pendidikan
4. Pemikiran di
bidang Dakwah
5. Pemikiran di
Bidang Politik
6. Pemikiran di
bidang hubungan antar agama
7. Menejemen
strategic dalam pelaksanaan Pemikiran dan Cita citanya
8. Pola hubungan
dan system komunikasi Abd Syukur dengan masyarakat dan tokoh tokoh Pergerakan
Islam, Nasionalis dan lintas agama.
9. Kehidupan dan
keluarga
10. Figur Abd Syukur
dimata keluarga, muurid, kawan seperjuaangan
D. Metodologi Penulisan:
Untuk menulis karya tokoh besar ini
tidak gampang, selain tidak banyak bahan tersedia, juga kita jarang menemukan
publikasi ilmiyah tentang tokoh yang penting ini. Untuk itu karja ini diawali
dengan melakukan beberapa langkah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan
karya akedemik baik berupa skripsi yang ditulis para mahasiswa yang berkaitan
dengan Tarbiyah Islamiyah, PGAP 4 thn Lamakera, sejarah gerakan Islamisasi di
NTT.
2. Tulisan lepas
belaiu diberbagai tempat, apakah bersifat khutbah, surat surat untuk para murid
dan kader kader kepercayaannya.
3. Melakaukan
wawancara dan diskusi (FGD) dengan para kader, tokoh, kawan kawan perjuangannya
di Lamakera, Ende, Alor, Kupang.
4. Melakukan seminar
pendahuluan untuk eksplorasi ruang lingkup gerakan Abd Syukur dalam bidang
Pendidikan, Dakwah, Politik dan Hubungan antar Agama.
5. Transkrip data
hasil wawancara
6. Mengelola, analisis
dan penulisan dengan data data yang telah tersedia
7. Editing dan
penselarasan.
E.
Komponen
Pembiayaan:
1.
Alat
rekaman dan sejumlah kaset
2.
Transportasi
Jakarta, Kupang, Flotim, Ende, Alor
3.
Penginapan
dan Tranportasi local
4.
Foto
copy bahan Skrispsi, surat, makalah catatan catatan lain
5.
Konsumsi untuk wawancara dalam bentuk FGD
6.
Transkripsi
data
7.
Pengelolaan
analisis data (Penulisan)
8.
Editing
dan penselarasan.
Jakarta 27 Desember 2011
Tim
Penulis:
HM
Ali Taher Parasiong
MHR.
Shikka Songge
Assalamualaikum...saya sangat tertarik dengan tulisan bapak, kebetulan saya seorang mahasiswa semester akhir UIN Alauddin Makassar Jurusan Sejarah Peradaban Islam, saya mw menulis skripsi tentang islam di Labala leworaja dan sekitarnya, saya minta bantuan sekiranya ada buku2 mengenai hal tersebut yang bisa saya jadikan referensi...saya sangat kekurangan referensi, nama saya husaini Abu bakar mayeli mohon bantuannya pak...Ini Email saya youchenky@gmail.com, dan ini alamat bloog saya http://youchenkymayeli.blogspot.com
BalasHapus